Home / Romansa / Penakluk Cinta Sang Dosen / Program Pertukaran Doktor

Share

Program Pertukaran Doktor

last update Last Updated: 2022-10-13 09:29:08

“Mohon maaf Bu Syasmala, Pak Warek tidak bisa ditemui hari ini. Beliau menemani Pak Rektor ke Surabaya bertemu Ibu Gubernur.” kata seseorang di seberang telepon.

“Balik hari ini atau menginap Pak?”

InsyaAllah langsung pulang Bu.”

“Berarti besok bisa langsung ditemui ya Pak?”

“Mohon maaf Bu Syasmala, besok hari minggu. Pak Warek tidak ke kampus.”

Caca terkekeh menertawakan kebodohannya. Bagaimana dia tidak sadar kalau hari ini adalah hari sabtu?

“Mohon maaf juga Pak. Saya lupa kalau hari ini adalah hari sabtu. Maksud saya adalah, apakah senin Bapak ke kantor?”

“Untuk saat ini Bu, hari Senin Bapak tidak ada jadwal kemana-mana. Kalau tidak ada rencana mendadak, hari senin Bapak bisa ditemui. Saya masukkan nama Ibu untuk jadwal Bapak Warek senin pagi. Saya hubungi Ibu untuk jamnya senin pagi.”

“Terima kasih Pak.”

“Iya Bu, sama-sama.”

Caca menutup telefonnya. Kepalanya menggeleng-geleng tidak percaya karena seharusnya Pak Warek atau Wakil Rektor langsung menyetujui seperti tahun-tahun kemarin. Memang program pertukaran doktor ini ada dibawah pengawasan wakil rektor satu bidang akademik. Jadi semua keputusan bergantung pada Pak Warek ini.

Setelah beberapa saat termenung dan bingung, tubuhnya bersandar di kursi, bersedekap dan menatap langit-langit ruangannya. Pikirannya berpacu, apa yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini. 

Caca juga baru sadar kenapa dari tadi lorong yang ada di depannya sepi. Tidak ada mahasiswa yang lalu-lalang seperti hari-hari biasa. 

“Bu Jasmine sedang mengajar? Atau ada mengajar setelah ini?” ketiknya di W******p.

Tapi sebelum sempat pesan itu dikirim, Caca melirik jam yang ada di pojok kanan atas ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul satu tiga puluh. Tangannya menampar jidatnya. Caca menghapus pesan tersebut dan menggantinya menjadi, “Bu Jasmine masih di kantor atau sudah pulang?”

Tak berapa lama, Jasmine membalas, “Saya sedang persiapan pulang Bu. Ada apa?”

Caca menimbang-nimbang sebentar. Ponselnya diketuk-ketuk pelan dengan jari telunjuknya. Setelah beberapa saat berpikir, Caca memutuskan untuk mengirim pesan sebagai berikut, “Tidak apa-apa Bu Jasmine. Hati-hati di jalan.”

Caca melemparkan ponselnya ke atas mejanya. Meja yang penuh dengan kertas dan dokumen yang bertumpuk di kanan-kiri meja itu berhasil menjadi tempat mendarat ponselnya. Hanya menyisakan sedikit ruang kosong di tengah-tengah meja. Ruang kosong yang hanya cukup ditempati oleh laptop Caca. 

Caca akhirnya membuka kembali dokumen proposal pengajuan program pertukaran doktor di laptopnya. Caca langsung menuju ke halaman pengajuan dana. Mungkin saja kalau dana yang diajukan dipangkas, Pak Warek akan setuju dengan program ini. Tidak ada satupun ide yang berhasil masuk ke otaknya meskipun sudah beberapa kali membaca urutan pengajuan dana itu. Semua dana sudah dipangkas sesuai dengan kebutuhan saja ketika kemarin mengerjakan proposal ini bersama Jasmine. Kalau dana ini dipotong lagi, maka tidak akan cukup. 

Nafas panjang terhembus dari kedua hidungnya yang mancung dan tangan kanannya menggaruk-garuk punggung tangan kiri. 

Belum sempat Caca menyunting apapun, pintu ruangannya yang terbuka diketuk.

Jasmine berdiri di depan ruangannya. Dia memang sudah siap untuk pulang.

“Ada apa Bu Kapolres?”

“Katanya pulang?”

“Ndak, kamu tanya seperti itu biasanya ada yang penting.”

Caca menggeleng, “Tidak ada apa-apa.”

Jasmine masuk ke ruangan Caca. Dia meletakkan tasnya dan duduk di kursi depan meja kerja Caca. 

“Ndak mungkin kalau ndak ada apa-apa.” balas Jasmine.

Caca menghela nafasnya, dia berdiri dan menutup pintunya sebelum berkata, “Pak Warek tidak setuju dengan program pertukaran doktor. Beliau bilang universitas sedang kekurangan uang, makanya program itu mau ditunda atau dibatalkan sekalian.”

Mata Jasmine melotot, “Bagaimana Pak Warek ini. Kegiatan ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan reguler, masa mau dibatalkan? Masa mau dibatalkan saat jatah kita berangkat? Ndak mau aku. Tahun kemarin saja, saat jatah fakultasnya Pak Warek yang berangkat, pengajuan dananya lebih dari kita.”

“Aku juga sudah bilang seperti itu. Kubilang, pengajuan dana kita berdasarkan proposal tahun lalu dan bahkan ada beberapa item yang dikurangi dan dihilangkan.”

“Terus Pak Warek jawab bagaimana?”

“Ya itu tahun lalu Bu Syasmala, tahun ini beda lagi. Anggaran tahun lalu dan anggaran tahun ini juga berbeda.”

Jasmine telihat sangat kesal. Mulutnya monyong-monyong seolah-olah memperagakan kata-kata itu keluar dari mulutnya. “Padahal pertukaran doktor itu sudah menjadi agenda rutin tiap tahun, anggaran pun seharusnya sudah disiapkan. Mau universitas kekurangan uang, kalau sudah dianggarkan 'kan harus tetap jalan.”

Caca hanya mengangkat bahunya.

Jasmine membuka jaketnya, “Apa yang bisa aku bantu?”

“Tidak ada. Mbak pulang saja. Ini malam minggu. Weekend. Kerja terus tidak istirahat. Proposal dan masalah ini dipikir hari senin saja. Mbak harusnya di rumah bersama Si Kembar dan Suami Mbak. Bukan disini mengurusi hal ini.”

Jasmine mengibaskan tangannya dan berkata, “Ndak, kamu bilang begitu soalnya ndak enak sama aku. Kamu pasti masih di sini mengerjakan ini. Harusnya yang bilang seperti itu aku kepadamu. Ingat Ca, hidup ndak hanya kerja, butuh istirahat.”

Caca tersenyum kecut, “Aku malas di rumah.”

“Kamu di suruh nikah lagi?”

“Nikah lagi? Nikah sekali saja belum sudah disuruh nikah lagi? Mbak ini bagaimana?” Caca sewot.

Jasmine terkekeh disambut juga Caca yang terkekeh.

“Apalagi kalau bukan itu. Tapi ada yang aneh. Aku merasa orang rumah sedang merencanakan sesuatu.”

“Maksudmu?”

“Orang rumah merahasiakan sesuatu dariku. Biasanya, mereka berbicara dan berdiskusi di meja makan, tempat favorit orang rumah. Tapi sekarang mereka lebih suka berdiskusi dan berbincang di gazebo belakang. Beberapa kali aku melihat Papa dan Mama ada di gazebo belakang berbincang serius. Kadang kala Ratu juga ikut nimbrung.”

Jasmine mengibaskan tangannya, “Paling orang rumah bosan di ruang makan, butuh suasana baru? Atau kalau tidak kamu mau dinikahkan paksa. Kamu mau dijodohkan.”

Caca tergelak dan mengolok-olok, “Dengan pangeran berkuda dari negeri seberang. Baju zirah dari besi yang mengkilat, pedang yang terhunus, bermahkotakan emas dan permata.”

“Memangnya kalau kamu dijodohkan kamu mau?”

Caca hanya mengangkat bahunya. “Kalau pangeran berkuda dari negeri sebarang ini lajang, memiliki status sosial dan derajat yang lebih tinggi dari aku, dan lebih tua daripada aku, maka dengan segenap hati dan tangan terbuka aku akan menerimanya.”

Jasmine menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pernyataan Caca barusan. 

Maka, Jasmine duduk dan mengeluarkan laptopnya. Ketika menunggu laptopnya menyala dengan sempurna, pandangan Jasmine terpaku pada amplop warna coklat yang tergeletak di tumpukan berkas-berkas. Jasmine mengambil amplop tersebut dan mengacung-acungkannya pada Caca. 

“Kamu belum buka ini dan membacanya?” Jasmine menyodorkan amplop itu ke Caca, “Kamu akan kaget begitu kamu tahu siapa yang ada di bawah bimbinganmu.”

Caca mengambil amplop yang berisi surat tugas bimbingan thesis untuk mahasiswa S2 dari tangan Jasmine. Dengan pandangan ingin tahu, dia melihat balik ke Jasmine.

“Buka saja, kamu akan tahu sendiri.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Penolakan Caca

    “Aku tidak mengerti, seharusnya Adik senang. Aku akan memperlakukan Adik dengan baik. Aku mau Adik di rumah tidak terbebani dengan pekerjaan dan stress karena pekerjaan di luar rumah. Aku ingin Adik fokus merawat dan mendidik anak-anak kita nantinya. Lagipula, seperti yang aku bilang tadi, seorang ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan penuh waktu. Seorang ibu adalah sebuah pekerjaan yang mulia.”Nada Satrio terdengar sangat tenang ketika itu.“Mas, perempuan tidak harus selalu ada di rumah. Perempuan bisa bekerja di luar. Budaya patriarki yang selama ini dianut harus dirubah. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan lelaki. Perempuan juga bisa melebihi lelaki dalam pencapaian-pencapaian apapun. Perempuan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bukankah kemarin Mas juga sudah bilang bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama? Kenapa sekarang Mas menyuruhku untuk berdiam di rumah dan juga mengurusi rumah?”Nada Caca ter

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Tuntutan Satrio Pada Caca

    Awal bulan Desember, kebahagiaan Caca terus menerus menyumber.Caca merasakan energi yang dahsyat setiap harinya. Caca merasakan semangat yang membakar dan membara di dalam tubuhnya. Semangat itu memberinya energi yang luar biasa. Bisa saja dengan energi dan adrenalin yang meluap-luap tersebut, Caca mampu mewujudkan perdamaian dunia sekaligus mengatasi kelaparan di negara dunia ketiga.Tiada hari tanpa senyuman tersungging di bibirnya. Semua yang Caca idamkan akan terwujud dalam waktu dekat. Caca akan menikah bulan depan, Ratu tidak jadi melangkahinya. Caca juga berhasil menjalankan program kerjanya di kampus dengan berhasil mewujudkan program pertukaran doktor ke Australian National University, yang juga akan terwujud bulan depan setelah pernikahannya. Semua sudah siap, tinggal berangkat.Kerja keras yang akan terbayar lunas.Caca juga sudah melupakan permasalahannya dengan Indra. Mau bagaimanapun juga, apa yang difitnahkan Indra kepadanya terbu

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Ada Yang Tidak Beres Dengan Satrio

    “Mbah, kok merokok disini? Nanti kalau aku bau rokok bagaimana?” protes Caca.Mbah tidak bergeming atas protes Caca. Bahkan, Mbah menghisap kuat-kuat rokok kreteknya dan mengeluarkan asapnya yang mengepul ke atas.Caca mengambil nafas panjang, “Mas Satrio tahu kalau Mbah masih merokok?”“Jangan bilang-bilang dokter Satrio kalau Mbah masih merokok. Dokter Satrio bisa-bisa marah nanti.” jawab Mbah bersungut-sungut.Sekarang justru Caca yang terdiam. Caca menatap Mbah menunggu jawaban atas pertanyaan yang dia ajukan. Mbah masih menghindari kontak mata dengan Caca.Setelah menghabiskan setengah dari rokoknya, Mbah berkata, “Nduk, yang membuat Mbah dan Papamu bertengkar saat itu ya soal Papamu yang tidak mau merestui kamu menikah kemarin.”Caca tahu betul Mbah berbohong. Maka Caca kembali bertanya, “Terus apa yang Mbah maksud dengan hanya Mbah dan Papa yang tahu soal itu? Yang aku tanyakan Mba

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Lamaran

    Tak terasa hari ini adalah hari Caca lamaran. Dua bulan terakhir ini dia disibukkan dengan kegiatan kampus yang membombardirnya tanpa henti bagaikan serangan tantara Jerman ke Perancis pada perang dunia kedua. Kegiatan yang dilakukan cukup menyita waktu Caca. Mendapatkan empat belas sks mengajar di semester genap ini dan melakukan pengabdian masyarakat juga menjalankan tugas sebagai Kepala Biro Urusan Luar Negeri berhasil melupakan masalah yang dihadapinya baik di kampus.Maka Caca sekarang sedang duduk di depan cermin rias yang ada di kamar Papa dan Mama. Dipandangi wajahnya yang sudah didandani oleh seorang make-up artist pilihan Mama. Caca bisa melihat jelas wajahnya yang berseri-seri kemarahan, yang mana rona kemerahan itu diyakini dari kebahagiaan yang timbul dari dalam dirinya. Senyuman kecil juga selalu tersungging manis di bibir Caca. Tulang pipinya yang sedikit menyembul menjadi semakin jelas karena senyuman tersebut.Badannya juga terlihat sangat ril

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Mbah Ning Marah-Marah

    Sore itu, Caca pulang dengan hati yang masih mendongkol. Seperti ada batu besar yang teronggok malas ditaruh di dalam dadanya, membebani dan membuat efek mengganjal dan dongkol. Jam empat lewat tiga puluh, Caca sudah sampai di rumahnya. Mobilnya diparkir tepat di samping mobil Papa.Caca menemukan Mamanya sedang duduk di meja makan. Mamanya sedang khusyuk menghadapi setoples keripik singkong dan menatap layar ponselnya.“Papa sudah pulang tah Ma?” tanya Caca sambil mencium tangan kanan Mama.Mama mengangguk dan masih khusyuk dengan keripik dan ponselnya.“Terus dimana Papa?”Mamanya menelan keripik singkong terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Caca, “Itu ada di belakang, di gazebo sama Mbah.”Caca mengambil duduk di sebelah Mama. Dipeluknya Mama dengan erat dari samping. Kepala Caca menyandar di lengan kiri Mama yang ramping. Satu hal yang Caca tidak pernah mengerti adalah bagaimana Mamanya

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Bukan Pembimbing Indra Lagi

    Penyesalan memang selalu datang di akhir. Semalam penuh Caca menyesali perbuatannya pada Indra. Perutnya terasa kaku dan keras. Dadanya sesak hingga berkali-kali Caca mengelus dadanya mencoba mengurangi sakitnya, tapi nihil hasil. Kepalanya sakit.Tak hanya itu, berkali-kali Caca mengusap air mata yang menetes, menghela nafas panjang. Caca sadar, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak seharusnya Caca melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti Indra. Caca menyesal karena menuruti hawa nafsu dan menyerang Indra.Seharusnya, Caca pergi saja saat itu dan tidak melayani tantangan Indra. Akan lebih baik jika Caca pergi saja dan membiarkan Indra. Seharusnya cinta Caca pada Indra berhasil meredam emosinya.Niat awal Caca pagi itu adalah mengirim pesan pada Indra sebagai dosen pembimbingnya. Caca mau melanggar idealismenya selama ini yang tidak mau mencampurkan masalah pribadi dan masalah professional. Tapi dipikirnya, kali ini, masalah ini membutuhkan perlakuan khus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status