Share

Keluarga Indra

Selasa minggu lalu.

Bluk.

Suara kepalan tangan Indra memukul meja sofa. Tangannya mengepal erat, semakin lama kepalan itu semakin keras. Jantungnya berdetak kencang dan cepat. Kepalanya terasa berdenyut. Nafasnya memburu.

“Sudah Buk, Ibuk pindah kesini saja. Hidup sama aku. Mentang-mentang kaya, seenaknya sendiri menghina, merendahkan, dan mengusir orang. Dia itu iri. Anaknya tidak ada yang sekolah tinggi, hanya lulusan SMA. Berbeda dengan anak-anak Ibuk yang sekolahs sampai kuliah. Lagipula Buk, Ibuk tahu kenapa dia berbuat seperti itu?

“Kalau Ibu pindah, rumah ini bakalan diambil dan diakui paksa sama Pakdemu. Kalau begitu, sama saja dengan menyerah. Ibuk tidak mau rumah ini dijual dan diakui paksa sama Pakdemu.”

“Aku tidak peduli Buk. Aku sudah punya rumah. Mbak Indah juga sudah punya rumah.”

“Nggak bisa Ndra. Ini rumah peninggalan Mbahmu. Kenangan-kenangan bersama Mbah dan Bapakmu ada di rumah ini. Rumah ini memang sudah tua dan reyot, tapi kenangannya terlalu banyak. Bagi or
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status