“Kalau kakak, pinginnya pesta kecil-kecilan aja, sih. Malam hari, di pinggir pantai dengan deburan ombak dan taburan bintang. Hehe.”Gara-gara curhatan Sheryl pada ‘Wina kecil’ saat di rumah sakit, Wina harus ikut terseret ke tempat yang kata Rizal lokasi surprise party Sheryl.Pulau Karimunjawa.Pagi buta Rizal menyusul Wina di ruang inap ayahnya, mengusik tidurnya demi memburu waktu menuju Pelabuhan Kartini, Jepara. Rizal memilih mengendarai mobil sendiri. Sementara Wina melanjutkan mimpinya dengan tenang.“Win, bangun.” Rizal menggoyang pelan pundak gadis mungil yang tertidur di kursi samping kemudi.Mata Wina perlahan terbuka. Telapak tangannya ia rentangkan di depan wajah untuk menghalau sinar matahari pagi yang menyilaukan.Hoam.Layaknya orang bangun tidur, ia meregangkan tubuhnya. Tanpa malu-malu, mulutnya terbuka lebar saat menguap. Rambut dan mukanya cukup berantakan. Melihat itu, Rizal berdecak heran.Sungguh berbanding terbalik dari Sheryl yang selalu tampil anggun bahkan
Pengalaman pertama Wina dengan kapal laut sungguh tidak bisa dikatakan baik. Begitu kapal bersandar, ia segera turun—tanpa menunggu Rizal mengeluarkan mobilnya—untuk mengeluarkan isi perutnya di toilet. Padahal dari pagi perutnya baru terisi air dan sedikit camilan dari dokter umum itu.Aku sudah di parkiran mobilRizalSetelah mendapat pesan dari Rizal, Wina buru-buru mencuci wajahnya dan keluar mencari partner-nya. Suasana pelabuhan yang cukup ramai dan asing membuatnya sedikit kesulitan mencari tempat parkir mobil yang akan ditumpangi.Untung saja dari kejauhan ia melihat si pemilik mobil melambaikan tangannya. Wina berlari kecil seperti tak punya energi. Kini ia mulai merasa lapar dan sangat dahaga setelah isi perutnya dikuras habis.Sesungguhnya Rizal ingin meledek karyawannya itu. Akan tetapi saat melihat wajahnya, rasanya tidak tega. Wajah Wina memang sudah lebih segar, tapi bibir pucat dan ekspresi ngenesnya membuatnya seperti orang yang tidak memiliki tenaga sedikitpun.“Mend
“Papah,” panggilnya pada laki-laki paruh baya yang menatapnya tak percaya.Tanpa berkata apa-apa, laki-laki yang Rizal panggil dengan sebutan papah itu mendekat. Menatapnya dengan haru lalu memeluknya erat.Acara temu kangen yang penuh haru terpaksa terpotong karena suara perut Wina. Keduanya sontak mengalihkan perhatiannya pada gadis mungil yang tengah memegangi perutnya sambil nyengir.Bapak-anak itu tertawa tanpa suara. Suasana berubah hangat.***Saat ini mereka bertiga duduk merapat di meja makan untuk sarapan sekaligus makan siang. Hidangannya pun sederhana saja. Hanya nasi putih, capjae, sambal, dan olahan ikan laut khas Karimunjawa. Namun semuanya terasa lebih nikmat. Selain karena lapar, euforia kebahagiaan membuat apapun yang masuk mulut mereka terasa sangat lezat.“Kenapa gak ngabarin papah dulu?” ujar Hao—papah Rizal—memulai percakapan.“Sengaja, Pah.”Wina masa bodoh dengan obrolan dua laki-laki beda generasi itu. Ia hanya fokus pada makanan yang akan memenuhi perutnya.“
Dimulai sejak dulu masa koas, Dirga memiliki satu keberuntungan yang selalu membuat iri rekan-rekannya. Tak hanya itu, mereka juga saling berebut untuk mendapat jatah jaga bersama Dirga. Khususnya saat jaga malam. Dari awal menginjakkan kaki di rumah sakit sebagai dokter, Dirga memiliki satu julukan.Dokter Wangi.Ya, karena setiap Dirga bertugas—khususnya malam hari—pasti rumah sakit adem ayem tidak didatangi banyak pasien. Ia dan teman-temannya tidak akan kelelahan saat bekerja.Selain Dirga, salah satu dokter wangi yang banyak digandrungi dokter lainnya yaitu Sheryl. Jika Dirga dan Sheryl sedang jaga bersama, hal tersebut merupakan hari ternyaman dan menyenangkan bagi rekan-rekan dokter lainnya.Jadi tak heran jika malam itu Dirga dan Sheryl memiliki waktu untuk mengobrol di taman rumah sakit. Segelas kopi hangat tergenggam masing-masing tangan mereka.“Akhirnya shift malam bareng lagi,” kata Dirga memulai percakapan.Sang dokter kandungan berparas cantik itu mengangguk, “iya, sete
Sementara itu, di Pulau Karimunjawa Wina dan Rizal baru tiba di kawasan wisata Holla Beach Karimunjawa. Tadi sore saat pamit, sebenarnya papah Rizal sudah mencegahnya. Ia ingin anaknya yang lama jauh darinya akan tinggal lebih lama, setidaknya satu malam saja.Setelah berjanji akan lebih sering mengunjungi ke depannya, akhirnya mereka pamit dengan bagasi mobil penuh oleh-oleh. Meski lebih banyak roti dan makanan untuk Wina, sih.Malam itu tanpa perlu susah payah mencari tempat parkir, Rizal dapat memarkirkan mobilnya tak jauh dari lokasi yang dituju.Di tepi pantai, di atas pasir putih, Wina dan Rizal duduk tanpa alas. Mereka diam beberapa saat, menikmati deburan ombak berhias gemintang di langit malam. Suasana sudah cukup sepi. Hanya beberapa pengunjung yang masih lalu lalang di sekitar bibir pantai.“Jadi rencananya mau bikin pesta kaya gimana, Kak?”Rizal bangkit, menghempaskan butiran pasir yang menempel di celananya. Kemudian ia menceritakan detail surprise ulang tahun untuk Sher
Sangat melelahkan.Wina pikir saat kedua kali naik kendaraan laut, ia akan baik-baik saja. Nyatanya untuk kedua kalinya ia harus mengalami mabuk laut saat kapal itu membawanya kembali dari Pulau Karimunjawa.Namun selelah apapun tubuh kecilnya, Wina harus kembali bekerja. Ia tidak tahan dengan gangguan majikannya yang terus menerornya dengan panggilan dan pesan teks sejak ia naik kapal laut. Majikannya itu selalu menanyakan kapan ke apartemen, kapan bekerja lagi, dan berujung menyuruhnya langsung kembali bekerja siang itu juga.Tanpa sempat berganti pakaian, Wina datang ke apartemen Dirga dengan muka lusuhnya. Bersiap diomeli karena ia akan tetap bungkam perkara alasannya libur kemarin.Ceklek!Begitu ia membuka pintu utama, Dirga langsung menyambutnya. Seakan ia sudah menunggu sejak lama. Wajah leganya langsung terlihat saat asistennya sudah di depan matanya.“Nyil, finally!” soraknya. Ia bahkan langsung bergegas menghampiri Wina dan memeluknya tanpa aba-aba.Wina yang tubuhnya terbe
Sudah lebih dari 10 menit Wina mengurung diri di kamar mandi sejak insiden ‘penyingkapan kaos’ oleh Dirga. Ia tidak menduga jika Om Dokternya yang kata orang lain anti sentuh-menyentuh dengan wanita akan berbuat segila itu.Mungkin bagi Dirga sentuhan tadi hanya dilakukan dengan tujuan pemeriksaan kesehatan. Tapi bagi Wina, tindakan tersebut cukup membuat jantungnya berbunyi sangat berisik. Selain dengan ayahnya, selama ini Wina tidak pernah melakukan kontak fisik berlebihan dengan spesies laki-laki manapun.Wina mencuci wajahnya dengan harapan akan menyamarkan wajah merahnya dan meredam hatinya yang sudah deg-degan tidak karuan. Saat bercermin, tiba-tiba fokus matanya beralih pada bibirnya. Bibir yang pernah bertingkah nakal berlabuh di bibir Dirga.Ia menyentuh dadanya, merasakan jantungnya yang kembali berdentum kencang.“Nyil, mau aku bantu obatin memarnya atau—”“Aku obatin sendiri, Om!” Sahutnya saat Dirga berteriak dari luar kamar mandi.Tak berselang lama, pintu kamar mandi di
“Om, aku laper!”Entah sudah berapa kali Wina mengocehkan hal yang sama. Berapa kali juga Dirga tak mengindahkan rengekan asistennya. Ia tetap fokus melajukan mobilnya melintasi jalanan yang cukup ramai. Sebentar lagi waktunya jam pulang kerja, jadi ia tidak mau kena macet sebelum ke tempat tujuan.Tadi setelah mengobati luka Wina di rumah sakit, Dirga langsung mengajaknya keluar. Mumpung masih sore belum waktunya kerja, katanya.“Kamu mau makan enak?” Tawarnya setelah melihat wajah Wina tak bersahabat. Ternyata makhluk kecil di sampingnya benar-benar kelaparan.“Tadi buka baju, sekarang Om mau minta apa lagi? Buka celana?” sarkasnya.Dirga tertawa, “emang boleh?”“Om!” Teriak Wina memenuhi mobil Dirga.***Ciiit!Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah makan yang terlihat sederhana. Tanpa menunggu sang ‘supir’ keluar, Wina langsung bergegas turun dengan wajah berbinar.“Nyil, kemana?” Teriak yang belum beres memarkirkan mobilnya.Belum sampai pintu masuk rumah makan, Wina