Share

Part 9-Jerat untuk Bocil

“Sekarang siapa lagi korban penipuan kamu?” Tanya Dirga begitu berdiri tepat di depan Wina.

Perasaan tadi aku udah menghindar, kenapa ketemu lagi sih? Gerutu Wina dalam hati.

Iya, sebenarnya tadi Wina sudah melihat Dirga di loby rumah sakit, dan untuk menghindarinya Wina buru-buru lari ke taman. Ia merasa belum siap ketemu Dirga karena belum menyusun strategi untuk melakukan misi.

Bahkan detail data diri Dirga sebagai amunisi saja belum Wina dapatkan dari Rizal. Jadi untuk sementara ia harus terus berpura-pura untuk jadi si Bocah SMP.

“Kenapa diem aja?! Apapun keadaannya, perbuatan kamu itu tetap tidak bisa dibenarkan!”

Mereka saling menatap dalam diam. Dirga yang menunggu jawaban, dan Wina yang tidak ingin menjawab. Kebetulan keadaan di taman lumayan ramai dengan orang-orang yang sedang menikmati matahari pagi.

Tiba-tiba terlintas sebuah ide untuk Wina lari dari keadaan ini. Masa harus kaya gitu si?

“eeeee...”

“Kenapa? Gak bisa jawab kan?!” Hardik Dirga tak sabar menunggu jawaban kekalahan dari bocah di depannya. Sebenarnya Dirga tidak mempermasalahkan uangnya, tapi ia sangat malu kemarin difitnah di depan banyak orang.

Sementara Wina mulai keringat dingin karena orang-orang di sekitarnya mulai memperhatikan interaksi Dirga dan Wina.

Wah ada masalah apa mereka?

Sepertinya anak itu sedang dimarahin

Laki-lakinya marah banget, korban penipuan tadi bilangnya

Dan masih banyak lagi omongan-omongan ngelantur yang mulai menarik perhatian pengunjung taman lainnya.

Wina mulai akan melancarkan aksinya. Memasang wajah sedih, menundukkan pandangannya sambil menunggu air matanya keluar.

Mata Wina yang mulai berkaca-kaca membuat Dirga mulai curiga. Alarm waspada mulai ia pasang. Ia curiga akan ada aksi fitnah untuk kedua kalinya. Saking yakinnya, Dirga sampai menghitung dalam hati. Dirga yakin tidak sampai 10 detik lawan bicaranya yang dari tadi tidak bicara itu akan berulah

Tiba-tiba, Wina langsung jongkok. Pipinya mulai basah.

Tuh kan, beneran!

“Om, aku mohon. Ini uang terakhir aku buat makan seminggu. A-aku janji, ba-bakalan balikin kalau udah ngumpul.” Mohon Wina sambil berlutut dengan tangan yang tiba-tiba sudah menggenggam uang lecek 20 ribuan.

Sumpah ini bocah drama banget! Mana orang-orang pada percaya lagi. Dirga melihat orang-orang yang tadi lalu-lalang kini ikut menyaksikan drama Om Dokter dan Bocah SMP.

“Maaf, Pak, Bu. Adik saya memang suka gini. Kami permisi dulu.” Tak mau kalah, Dirgapun ikut berakting dihadapan orang-orang di sekitarnya.

Tentu saja ia harus menyelamatkan nama baiknya sebagai dokter di rumah sakit ini. Dirga kemudian berjongkok, menatap Wina dengan tajam. Lalu tangannya mecengkeram tangan Wina dan langsung menyeretnya menjauh dari kerumunan.

Sepanjang jalan menuju tempat parkir, Dirga bisa merasakan tangan Wina yang dingin. Mengetahui itu, tanpa sadar ia tersenyum. Kesempatan baginya untuk balik mengerjai Bocah Licik ini.

***

Brak!

Begitu pintu mobil tertutup, Wina sudah harap-harap cemas. Otaknya langsung merangkai kata untuk mengelabui Om Dokter yang menyanderanya di mobil.

“Balikin!” Todong Dirga tanpa basa-basi dengan tangan kirinya menengadah ke arah Wina yang di sampingnya.

Melirik ke arah Dirga sebentar, Wina kemudian nyengir untuk mengurangi rasa gugup. “Udah dipake Om duitnya,” sebenarnya masih ada beberapa sih uangnya di tangan Wina.

Mendapat lirikan tajam dari Dirga, Wina kembali bersuara. “Lagian duit Om, kan banyak.”

“Dasar kamu—“ umpatan Dirga terhenti ketika deringan ponselnya menginterupsi.

Tanpa melepaskan cengkeraman tangannya pada tangan kecil Wina, Dirga menerima panggilan tersebut dengan nada suara yang lebih lembut.

“Iya, Mbok. Jadinya bagaimana?”

...

“Iya mbok gak apapa, yang penting sehat dulu cucunya.” Jawab Dirga dengan senyum sopan di bibirnya.

Begitu telepon ditutup, ponsel langsung diletakkan di dashboard mobil. Menoleh kembali pada gadis di sampingnya dengan smirk yang menyiutkan nyali Wina.

Wina semakin mendekatkan diri ke pintu, seiring Dirga yang semakin mengikis jarak antara mereka. “O-om,” panggil Wina terbata.

Masih dengan smirk-nya, Dirga berkata, “Kalau mau utangnya dianggap lunas, besok datang ke parkiran ini jam 6 pagi!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status