Arc 2. PUSARAN KENANGAN
Tahun ke-8 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, Dermaga Kota LanyinSerombongan anak muda berusia antara lima belas hingga delapan belas tahun melompat kegirangan dari perahu yang baru saja merapat ke dermaga. Tawa riang dan sorak gembira mengiringi langkah mereka, sementara beberapa di antaranya terhuyung, tampak mabuk akibat perjalanan panjang melintasi air yang bergelombang.Di antara hiruk-pikuk itu, suara riang Jian Huànyǐng terdengar paling lantang. Bahkan sebelum kakinya menjejak daratan. Dia melompat turun dari perahu dengan lincah, tanpa peduli tatapan heran dari beberapa orang yang terganggu oleh tingkahnya."Huànyǐng, ingat! Kau harus selalu menjaga sikap selama di sini!" Seorang gadis yang juga baru turun dari perahu, memperingatkan pemuda itu.Dia adalah Jian Xia, Nona Muda Pertama Jian dari Klan Jian Sekte Pemecah Langit. Dengan hanfu ungu muda yang melayang lembut di udara dan ikat pinggang ungu tua yang menjuntRestoran Baili berdiri megah di tepi Sungai Ungu Gelap, sungai yang membelah Kota Lanyin sebelum berakhir di Danau Hitam. Airnya memantulkan warna ungu lembut, berasal dari kelopak-kelopak bunga wisteria yang terbawa arus dari Lembah Wisteria. Tempat ini terkenal tidak hanya karena keindahan pemandangannya, tetapi juga masakan yang lezat, menjadikannya tujuan utama para pelancong dan penduduk kota."Dà Jiě ke sini!" Jian Huànyǐng melambaikan tangan. Suaranya riang menembus hiruk-pikuk pengunjung. Ia telah duduk di meja dekat jendela besar yang terbuka, memperlihatkan pemandangan sungai yang mengalir tenang di bawah cahaya senja.Jian Xia tersenyum kecil, langkahnya ringan saat mendekati meja bersama Jian Lei dan rombongan. Aroma khas sungai bercampur wangi masakan yang menggoda mengisi udara, menciptakan suasana nyaman di dalam restoran.Seorang pelayan tua segera menyambut mereka dengan senyuman sopan. "Selamat datang, G
Jian Huànyǐng berdiri di atas atap. Matanya menyapu pemandangan luas Kota Lanyin yang tenggelam dalam keheningan malam. Udara dingin menyusup hingga ke tulang, membawa aroma samar bunga wisteria yang bermekaran di kejauhan. Namun, pikirannya tidak terfokus pada itu, melainkan pada suara seruling merdu yang terus mengalun. Memecah kesunyian malam seperti bisikan halus yang membawa kerinduan tak berwujud.Di bawah, kota yang biasanya riuh tampak seperti dunia yang berhenti bergerak. Lampu-lampu redup bersinar di antara jendela-jendela rumah, sedangkan jalanan tampak kosong, nyaris seperti lukisan yang terperangkap dalam waktu. Tapi di ujung pandangannya, di antara lembah yang diselimuti pepohonan wisteria berbunga lebat, terlihat air terjun yang memantulkan sinar rembulan. Kelap-kelip kunang-kunang menari di antara kelopak ungu, menambah keindahan yang hampir terasa magis.“Dari arah sana…” gumamnya perlahan. Suara seruling itu berasal dari dekat sungai yang mengalir
Cukup lama Jian Huànyǐng terpesona oleh alunan guqin yang merdu itu. Suaranya mengalir lembut, bagaikan sungai yang mengalun tenang di malam yang sunyi, diterangi oleh sinar bulan purnama yang memantulkan cahaya keperakan di permukaan air. Pemuda yang memetik senar guqin itu seperti seorang dewa musik, memainkan melodi surgawi yang seolah datang dari alam lain, mengisi ruang dengan keindahan yang tak terlukiskan."Dia Yue Èr Gōngzǐ, Yue Tianyin Gōngzǐ." Suara lembut Baili Yunhua terdengar hampir seperti bisikan angin. Lirih, hampir tak terdengar, tetapi cukup jelas bagi Jian Huànyǐng."Ah, jadi dia salah satu dari Dewa Musik Lanyin," gumam Jian Huànyǐng, paham akan siapa yang dimaksud. Pandangannya kembali tertuju pada sosok yang duduk di bebatuan di tengah sungai berwarna keunguan itu. Namun, kini dia melihat pemuda itu berhenti memetik guqinnya, seolah menyadari bahwa keheningan malam sudah cukup untuk menenangkan jiwa.
Sebuah gerbang sederhana berdiri anggun di bawah sinar mentari pagi. Terdiri dari dua pilar batu putih dengan ukiran wisteria ungu yang tampak hidup. Aroma manis bunga-bunga wisteria yang bergelayut di pohon-pohon tua memenuhi udara, menyambut para tamu yang baru tiba di kaki Lembah Wisteria. Di balik gerbang, anak tangga batu yang berliku naik perlahan dengan dipagari pohon-pohon wisteria. Bak sebuah lorong ungu yang indah menuju sebuah surga tersembunyi di lembah yang berada di ketinggian Kota Lanyin.Jian Xia memandang gerbang itu dengan takjub sebelum menoleh pada kakak tertuanya. “Dà Gē, kenapa kita harus singgah di Kediaman Aroma Wisteria?” tanyanya. Suaranya sedikit gemetar, kagum sekaligus penasaran pada pemandangan di sekitarnya.Jian Wei, kakak pertama mereka, tersenyum tipis. Matanya memandang barisan wisteria dengan tenang. “Selain karena jadwal kalian masuk ke Akademi Bìxiāo masih dua bulan lagi, ini kesempatan baik untuk mengh
Jian Huànyǐng memperhatikan Baili Yunhua yang berjalan dengan langkah anggun di sampingnya. Cucu pemilik Restoran Baili itu, dengan senyum lembutnya, telah bersedia mengantarkannya menuju Kediaman Aroma Wisteria di Lembah Wisteria.Tempat itu tidak jauh dari pusat Kota Lanyin. Hanya perlu menelusuri Sungai Ungu Gelap yang membelah kota hingga mencapai lembah sunyi di ujungnya. Di lembah itu, tersembunyi keindahan Kediaman Aroma Wisteria. Tempat tinggal Klan Yue sekaligus pusat Sekte Musik Abadi yang terkenal.“Jiějie, aku mau membeli itu!” seru Jian Huànyǐng dengan mata berbinar. Pandangannya terpaku pada gula kapas putih bersih yang berputar seperti gumpalan awan di langit.“Belilah, Dìdi. Setelah sampai di Kediaman Aroma Wisteria, kau takkan menemui semua manisan dan camilan ini,” sahut Baili Yunhua sambil menepuk lengannya dengan lembut. Seolah membujuk anak kecil yang penuh semangat.Tanpa ragu, Jian Huànyǐng segera berlari ke kedai terdekat.
Jian Huànyǐng melangkah perlahan di jalan setapak berlapis batu alam, setiap injakan kakinya disambut lembut oleh gemericik air dari parit kecil di sisi jalan. Tebing-tebing batu yang menjulang kokoh di kedua sisi tampak melindungi jalannya, seperti tembok alam yang sunyi.Di sela-sela tebing itu, tumbuh bunga liar dengan warna-warna cerah, sementara di tepi parit, daun-daun hijau bergoyang mengikuti irama angin. Di kejauhan, suara kicau burung liar dan gemuruh air terjun menciptakan harmoni alam yang menenangkan.“Sepi sekali,” gumam Jian Huànyǐng, membiarkan pikirannya mengembara dalam keheningan itu.Sambil berjalan, ia mengulum tanghulu yang manis menggigit lidahnya. Satu tangannya menggenggam batang bambu tempat sisa tanghulu itu tertusuk, sementara matanya sesekali melirik ke sekeliling. Memperhatikan tiap detail jalan dengan iseng sambil bersiul pelan.Setelah menempuh perjalanan cukup lama, ia t
Sepasang mata yang dalam bak samudera biru membeku itu menatap Jian Huànyǐng dengan tajam. Pemuda berusia lima belas tahun itu bergidik ngeri. Tiba-tiba saja tengkuknya terasa sangat dingin, seolah berada di musim dingin yang menggigit.Tanghulu di tangannya kini tak lagi menggiurkan. Seperti turut membeku karena tatapan itu. Ingin dilemparkannya begitu saja, tetapi dia merasa sayang untuk membuang manisan favoritnya hanya karena sepasang mata biru cemerlang pemuda tampan yang menahan beban tubuhnya saat ini."Yue Èr Gōngzǐ?" Jian Huànyǐng bergumam dalam hati. Menyebut nama pria yang semalam dilihatnya di Sungai Ungu Gelap memainkan melodi surgawi dengan guqin-nya. Namun, tiba-tiba, sesuatu membuatnya terkejut. Seperti ada yang bergerak di belakang tubuhnya, dengan cengkeraman yang membuatnya terperangah."Aiya! Apa yang kau lakukan? Dasar mesum! Kau meremas bokongku!" Jian Huànyǐng berteriak histeris dengan nada tinggi.
Yue Tiānyin berdiri di teras Shuǐyùn Tíng, Paviliun Harmoni Air, kediaman pribadinya. Tempat paling sunyi di Kediaman Aroma Wisteria. Pandangannya tertuju pada langit malam yang seolah dipenuhi samudra bintang. Bulan menggantung terang, meski masa purnama telah lewat. Sinarnya masih menerangi seluruh paviliun, memantul samar di permukaan kolam yang tenang.Dia adalah Tuan Muda Kedua Yue, murid kesayangan Hé Yùn Dàshī, guru besar dari Sekte Musik Abadi. Sejak kecil, Tiānyin selalu menjadi teladan. Sikapnya yang disiplin, bakatnya yang tiada tanding dalam seni musik, membuatnya dijuluki Dewa Musik Lanyin, bersama sang kakak, Yue Lingyin. Namun malam ini, sebuah insiden kecil meruntuhkan segala ketenangan yang selama ini ia jaga."Dasar mesum! Kau meremas bokongku!" teriakan histeris itu terus terngiang dalam benaknya.Wajahnya memanas setiap kali ia mengingatnya. Sebuah tuduhan tak masuk akal yang tak pernah terbayangkan akan ia alami.Seumur hidupn
Perahu mereka melaju perlahan menembus kabut tipis yang menyelimuti permukaan Hēi Hu. Semakin mendekati pusat danau, kabut energi spiritual terasa semakin pekat. Yu Shi mendesis pelan di bahu Huànyǐng, bulu-bulunya berdiri seolah merasakan bahaya."Lihat itu!" seru Huànyǐng tiba-tiba, menunjuk ke tengah danau.Di kejauhan, sebuah pusaran air muncul, mula-mula kecil tetapi dengan cepat membesar. Bukan hanya air yang berputar. Energi roh berpilin membentuk tornado kecil di atasnya, menciptakan pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengkhawatirkan."Itu bukan pusaran biasa," gumam paman perahu, wajahnya pucat. "Sudah kuduga... energi spiritual danau semakin tak terkendali."Tiānyin memicingkan mata birunya, merasakan fluktuasi qi yang kacau. "Jian Yi, bersiaplah."Huànyǐng mengangguk, ekspresinya berubah serius. Suatu pemandangan langka dari pemuda yang biasanya ceria. Ia bisa merasakan Heibing Hùfú di dalam tubuhnya beresonansi dengan ener
Sinar matahari pagi menerobos lembut melalui cabang-cabang pohon wisteria yang menjuntai di sekitar Zǐténg Lán, kediaman Jian Huànyǐng di tepi Sungai Ungu Gelap. Bunga-bunga wisteria yang bergantungan, bergoyang pelan tertiup angin, menciptakan bayangan yang menari di atas lantai kayu paviliun.Air Terjun Lánluò mengalir dengan gemericik menenangkan, mengisi udara dengan kesegaran abadi. Sungguh tempat yang cocok dengan jiwa bebas sang Mófǎ Shī. Berbeda dengan kediaman Tiānyin yang tenang, Zǐténg Lán terasa hangat dan penuh kehidupan.Tiānyin sudah menyelesaikan meditasi paginya bahkan sebelum mentari sepenuhnya bangkit. Tubuhnya bergerak dalam ritme sempurna, pedang Xīn menari di udara pagi, meninggalkan jejak embun beku yang segera menguap terkena hangatnya sinar matahari. Setelah latihan yang tak bercela, ia duduk menikmati teh pagi, menunggu—seperti biasa—sang tuan rumah yang masih terlelap.Di dalam kamar utama, Huàn
Huànyǐng masih bergetar ketakutan dalam pelukan Tiānyin, wajahnya tersembunyi sempurna di dada pemuda itu. Tidak peduli bahwa mereka berada di tengah keramaian, dengan puluhan pasang mata yang mulai menatap penasaran. Dan tentu saja dengan Yu Shi yang menatap seakan-akan malas melihat drama sang tuan."Yo, benarkah ini Mófǎ Shī? Penyihir Iblis yang mengerikan itu?" Sebuah suara familiar terdengar, sarat dengan nada mengejek.Tiānyin menoleh dengan wajah datar, sementara Huànyǐng mengintip dari balik punggungnya. Matanya langsung berbinar melihat sosok Yāo Ming yang berdiri santai, lengan dilipat di dada dengan senyum menjengkelkan di wajahnya."Yāo Ming!"Seketika, Huànyǐng melepaskan pelukannya pada Tiānyin dan berlari memeluk Yāo Ming dengan semangat berlebihan. Ekspresi Tiānyin berubah dalam sekejap, datar, lebih datar, dan akhirnya beku sempurna. Patung es di musim dingin tidak ada apa-apanya diband
Tiga tahun berlalu sejak kejadian di Shén Wu Gǔ. Luka-luka telah Huànyǐng telah sembuh, tetapi bekas yang tertinggal tak akan pernah hilang sepenuhnya.Siang itu Pasar Lanyin di kaki Lembah Wisteria dipenuhi hiruk-pikuk kehidupan. Pedagang berseru menawarkan dagangan, pembeli menawar dengan semangat, dan aroma berbagai makanan bercampur dalam harmoni yang khas."Kembalilah ke sini, kucing nakal!"Teriakan itu memecah keramaian pasar. Jian Huànyǐng berlari dengan kecepatan luar biasa, mengejar sosok berbulu putih yang melompat dari satu atap ke atap lainnya dengan keanggunan yang menjengkelkan.Yu Shi, kucing spiritual miliknya, tampak sangat menikmati permainan kejar-kejaran ini. Di mulutnya tergenggam gelang jade berharga, milik seorang pedagang yang kini berteriak marah."Maafkan kucingku!" seru Huànyǐng tanpa menghentikan larinya, senyum tanpa rasa bersalah terukir di wajahnya yang
Ketenangan setelah badai hanyalah ilusi. Di Hé Yún Gé, Paviliun Awan Harmonis, ketegangan masih terasa kental meski pertemuan para tetua telah usai. Bulan menggantung rendah di langit, menyaksikan takdir yang mulai bergerak di bawah naungannya.Di sebuah ruangan privat, Yuè Tiānyin berlutut dengan sikap formal di hadapan ayahnya. Wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi kini menampakkan kesungguhan yang jarang terlihat."Izinkan aku membawa Huànyǐng ke Kediaman Aroma Wisteria, A Tiě," ucapnya, suaranya tenang namun tegas.Yīnlǜ Shengzhe menatap putranya dengan sorot mata penuh perhitungan. Jemarinya yang lentik mengusap Xiǎo, seruling abadi yang selalu menemaninya."Kau yakin tempat itu lebih aman dari Bi Hai Wan?" tanyanya dengan nada rendah."Energi spiritual di sana hampir sama dengan kabut di Shén Wu Gǔ," Tiānyin menjawab tanpa keraguan. "Dan aku bisa lebih mudah melindunginya di wil
Wu Chéng kini diselimuti ketegangan yang terasa di setiap sudutnya. Insiden dengan Heibing Hùfú telah menyebar bagai api di padang rumput kering, dan semua sekte besar yang berpartisipasi dalam Perburuan Roh menyadari bahwa dunia kultivasi akan segera mengalami perubahan besar.Di Hé Yún Gé, Paviliun Awan Harmonis, yang semula disediakan sebagai penginapan bagi Sekte Pemecah Langit dan Musik Abadi, kini berubah menjadi tempat perundingan rahasia. Aula utama dipenuhi oleh para pemimpin sekte yang duduk dengan wajah serius.Wúshuāng Jiàn Shèng dan Yīnlǜ Shengzhe duduk di tengah, dikelilingi oleh para tetua dan pemimpin sekte lainnya. Sikap mereka tenang, tetapi siapapun bisa merasakan tekanan qi yang menguar dari tubuh keduanya."Kita harus menentukan langkah berikutnya," Wúshuāng Jiàn Shèng memulai dengan suara dalam yang berwibawa. "Setelah insiden ini, kekaisaran dan sekte-sekte besar akan bergerak. Kita harus bersiap."
Lán Tiān Gōng, Istana Langit Biru, berdiri megah di pusat Kekaisaran Bìxiāo. Ruang pertemuan kaisar diselimuti atmosfer mencekam. Malam telah larut, tetapi Kaisar Jìng Yǔhàn masih terjaga, tangan terkepal di atas meja kayu berukir naga sembilan kepala.Mata tajamnya menatap laporan di hadapannya. Jemarinya yang kuat mengetuk-ngetuk meja dengan ritme tak beraturan, mencerminkan kegelisahan yang bergejolak dalam benaknya."Keberadaan Mófǎ Shī bukanlah kebetulan," gumamnya pelan, suaranya menggema dalam ruangan luas yang hanya diterangi lilin-lilin besar.Bayangan kejadian di Shén Wu Gǔ terus berputar dalam ingatannya. Bagaimana Heibing Hùfú, Amulet Es Hitam, bukan sekadar artefak biasa. Namun, telah menyatu dengan jiwa dan raga Jian Huànyǐng. Artefak itu seolah memilih pemuda itu sebagai wadahnya.Yang lebih mengganggunya lagi adalah sikap Wúshuāng Jiàn Shèng. Kaisar tahu betul bahwa ketua Sekte Pemecah Langit itu tidak akan membiarkan siapapun meny
Tekanan energi semakin memuncak, membuat langit Shén Wu Gǔ bergemuruh dengan kilatan petir ungu kehitaman. Di Panggung Kehormatan, Wúshuāng Jiàn Shèng dan Yīnlǜ Shengzhe bergerak hendak turun tangan.Kaisar Jìng Yǔhàn menaikkan alisnya, menatap mereka dengan tajam. "Kalian hendak melanggar aturan Perburuan Roh?""Dia adalah putraku," Wúshuāng Jiàn Shèng berkata dengan tegas, tanpa sedikitpun keraguan di matanya. Jubah hitamnya berkibar oleh tekanan qi yang ia keluarkan."Bìxiā, ini sudah di luar kendali. Mohon berikan perintah pada kami," Jìng Jūnlán Wángyé berlutut di hadapan kaisar, wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam. Bagaimanapun, ia sangat memahami kegelisahan Wúshuāng Jiàn Shèng. Adik sepupunya, Qing Héng Zhì juga terpengaruh oleh kekuatan Heibing Hùfú."Bìxiā, semua roh target dalam Perburuan Roh telah ditangkap. Dan roh ini bukanlah target para peserta. Saya rasa tidak ada masalah jika Wú
Langit di atas Shén Wu Gǔ bergetar hebat, diselubungi aura es hitam yang semakin pekat. Di tengah kabut kegelapan, sosok Jian Huànyǐng melayang, tubuhnya dikelilingi kilatan energi gelap dari Heibing Hùfú—Amulet Es Hitam.Jian Wei menghentikan langkahnya mendadak, merasakan tekanan qi yang mencekam hingga ke sumsum tulang."Huànyǐng..." matanya melebar menyaksikan kilatan aura kehitaman yang menari liar di sekeliling adiknya.Mo Chén menggenggam erat Yǐng Mó Jiàn, menyadari bahwa semua yang mereka takutkan kini telah terjadi."Sial! Tekanan energinya tidak stabil," gumam Mo Chén, mengamati bagaimana kabut hitam dari Míng Bīng Shì Pò mulai tertarik ke dalam tubuh Huànyǐng.Jian Wei dan Mo Chén berada dalam kebimbangan. Haruskah mereka menghentikan roh purba yang belum sepenuhnya lenyap, atau melindungi Huànyǐng dari kekuatan artefak yang kini tak terkendali?Tepat pada saat mereka terombang-ambing dalam dilema, Huànyǐng melesat de