Huànyǐng dan kawan-kawannya memperhatikan jalannya turnamen dengan penuh semangat. Di tengah arena, para peserta sedang diuji dalam keahlian berkuda dan memanah. Mereka harus menunggang kuda dengan kecepatan tinggi, membidik lampion-lampion yang melayang di udara. Setiap lampion berisi roh, dan hanya mereka yang benar-benar terampil yang mampu mengenainya dengan presisi.“Mirip dengan Perburuan Roh Musim Gugur tahun lalu, bukan?” bisik Yāo Ming kepada Lei.Kakak Huànyǐng itu hanya mengangguk. Tahun lalu, mereka sempat menyaksikan dan mengikuti Ujian Lima Seni dalam Perburuan Roh Musim Gugur. Namun, karena mereka masih berada di tingkat Huáshēn, belum cukup umur, serta tidak pernah mengikuti pendidikan resmi di Akademi Bìxiāo, mereka tidak diizinkan ikut serta dalam Perburuan Roh resmi.“Tahun lalu kita hanya menonton dan mengikuti ujian lima seni saja,” sahut Yāo Yu, melirik dua pemuda yang asyik berbisik-bisik itu.“Jangan berisik! Sebentar lagi
Di tengah arena luas yang dikelilingi deretan tribun kayu bertingkat, Ling Qingyu berdiri tegak dengan busur di tangan. Matahari menggantung tinggi di langit biru cerah, menyinari lampion-lampion yang berterbangan di udara. Mereka melayang ringan, mengikuti tarian angin yang sulit ditebak. Cahaya siang menembus permukaan lampion tipis itu, memperlihatkan bayangan samar roh-roh yang terperangkap di dalamnya.Ling Qingyu harus menjatuhkan sebanyak mungkin lampion dengan anak panahnya. Ia harus bergerak cepat dan tepat. Tak boleh mengenai lampion milik peserta lain, tak boleh melukai peserta, dan terlebih lagi, tak boleh ada panah yang meleset hingga mengenai penonton. Skor ditentukan dari kecepatan dan jumlah lampion yang berhasil ia jatuhkan."Qingyu, kau pasti bisa!" suara Huànyǐng menggema dari tribun.Ling Qingyu menoleh. Senyumnya mengembang tipis melihat teman-temannya yang bersorak memberi semangat. Di antara mereka, dua telah tersingkir lebih awal ka
Arena turnamen di Tiānyá Shān dipenuhi sorak-sorai penonton, sementara lampion-lampion berpendar di langit seperti bintang-bintang yang terlambat kembali ke peraduan malam. Namun, suara lantang tiba-tiba menggetarkan udara."Qingyu! Utara dan selatan!" Huànyǐng berteriak dengan penuh semangat.Suara cemprengnya bergema ke seluruh arena, menembus keramaian hingga tribun kehormatan. Beberapa orang menoleh, sementara sebagian peserta tampak kebingungan atau bahkan mendecak kesal.Lei, yang berdiri di sampingnya, mengerutkan kening. "Kau yakin bocah bodoh itu mengerti maksudmu?" tanyanya dengan nada skeptis.Huànyǐng mengangguk mantap. Meski dalam hal kultivasi Ling Qingyu tertinggal jauh, putra kedua mendiang Ling Ménzhǔ itu bukan orang bodoh. Ia tahu Ling Qingyu pasti menangkap maksud teriakannya."Semoga saja dia tidak melakukan kekonyolan lagi," sahut Yāo Ming, suaranya dipenuhi harapan.Di tengah arena, Ling Qingyu menatap lampi
Malam itu, Ye Jū lebih meriah dari biasanya. Cahaya lentera bergoyang lembut diterpa angin, memantulkan kilauan merah dan emas di jalan-jalan berbatu. Aroma arak bercampur dengan wangi dupa yang samar, menyelimuti asrama akademi yang dipenuhi suara tawa dan sorak-sorai. Beberapa penghuni tengah merayakan keberhasilan mereka dalam turnamen, termasuk sekelompok pemuda di kamar Huànyǐng."Jangan minum arak," tegur Qing Yǔjiā tegas. Gadis itu dengan sigap mengambil kendi-kendi arak di atas meja sebelum memberikan semuanya pada Tiānyin."Aiyo! Kali ini saja, Yǔjiā!" rengek Huànyǐng dengan wajah memelas."Minta saja pada Yuè Èr Gōngzǐ," sahut Qing Yǔjiā santai.Huànyǐng merengut kesal dan menoleh pada Tiānyin, yang duduk dengan tenang di sampingnya."Chénxī, kita minum arak sedikit ya?" pintanya dengan suara manja."Tidak boleh." Jawaban Tiānyin terdengar datar tetapi tegas.Tanpa banyak bicara, pemuda bermata biru itu langsun
Keesokan harinya, turnamen Bì Xiāo Guāng Huì berlanjut. Ini adalah hari yang paling dinanti, baik oleh para penonton maupun peserta. Hari ini, para kultivator muda yang telah mencapai tingkat Liánxū akan memasuki arena, menampilkan kemampuan yang jauh lebih tinggi dibanding hari sebelumnya. Apalagi, beberapa di antara mereka adalah undangan kehormatan, nama-nama besar yang telah lama ditunggu-tunggu kemunculannya. Dari tribun khusus peserta, Huànyǐng menatap ke sekeliling dengan mata berbinar. "Wah! Wah! Ramai sekali penontonnya!" serunya riang. Tak seperti kemarin, kali ini mereka tak duduk di tribun penonton, melainkan di tempat yang lebih prestisius. Di sekeliling mereka, para peserta lain duduk dengan ekspresi berbeda. Ada yang percaya diri, ada yang diam dalam ketenangan, dan ada pula yang tampak gelisah. Namun, satu sosok menarik perhatian lebih dari siapa pun. Jìng Zhenjun Wángyé, putra Kaisar yang terkenal dengan reputasi yang lua
Jìng Zhenjun Wángyé melangkah dengan anggun di atas arena, napasnya stabil, ekspresinya tetap tenang. Dalam sekejap, ia mengalahkan lawan pertamanya, lalu yang kedua, dan tak lama berselang, yang ketiga pun tersungkur tanpa daya. Léi Lián Jiàn, Pedang Petir Teratai miliknya, bahkan belum mengeluarkan separuh dari kemampuannya yang sesungguhnya. Namun, tiga lawan yang telah jatuh tak berdaya menjadi bukti bahwa dirinya belum menemukan tandingan sepadan.Sesuai peraturan, hanya mereka yang menang tiga kali berturut-turut yang berhak maju ke babak selanjutnya. Karena itu, kini ia harus menunggu lawan berikutnya.Di tribun penonton, Lei menatap pedang itu dengan ekspresi rumit, antara kagum dan waspada. Ia bergumam, suaranya nyaris tertelan sorak-sorai di sekitar mereka. "Léi Lián Jiàn... pedang yang hebat."Di sampingnya, Yāo Ming melirik sekilas sebelum berkomentar santai, "Hampir mirip dengan pedangmu, bukan?"Lei tersenyum tipis, tatapannya masih
Dalam satu gebrakan, Qing Héng Zhì merobohkan lawannya dengan telak. Tanpa menggunakan senjata, hanya dengan satu pukulan yang menghantam dada lawan. Pukulannya presisi, cukup kuat untuk membuat lawan tak berdaya, tetapi tidak mematikan.Sorak-sorai penonton bergemuruh memenuhi arena. Debu tipis masih melayang di udara akibat benturan tubuh yang jatuh ke tanah. Para murid yang menyaksikan pertarungan itu saling bertukar pandang dengan ekspresi penuh keterkejutan dan kekaguman. Sangat jarang ada kultivator yang hanya mengandalkan tangan kosong dalam pertempuran, apalagi di tengah ajang seperti ini."Wah, dia hebat sekali!" seru Huànyǐng dengan mata berbinar. Kekaguman dalam suaranya begitu kentara. Bahkan Lei dan Yāo Ming, yang biasanya lebih tenang, tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.Selama ini, Qing Héng Zhì sering diremehkan. Usianya yang lebih muda dibanding peserta lainnya membuatnya kerap dianggap lemah. Namun, dengan sekali pukulan, dia m
Sorak-sorai membahana, menyelimuti tempat itu dengan riuh kemenangan. Tiga laga berturut-turut telah berakhir, dan Qing Héng Zhì keluar sebagai pemenang mutlak dengan tangan kosong."Dia berhasil lolos!" seru Yāo Yu dengan gembira, langsung merangkul Qing Yǔjiā. Keduanya tertawa lega, berbagi kebahagiaan atas kemenangan yang baru saja diraih.Lei dan Yāo Ming tersenyum kecil, sementara Ling Qingyu menyambut Qing Héng Zhì dengan pelukan hangat. Di sisi lain, Liú Zhǎng dan Yuè Lǜ Shén Jūn juga terlihat puas, meski tetap menjaga sikap mereka.Tak jauh dari mereka, Huànyǐng tampak bergelayut di lengan Tiānyin, seolah menjadikan pemuda itu sebagai sandarannya. Tanpa peduli pada pandangan orang lain, ia merebahkan sedikit kepalanya ke bahu Tiānyin, menikmati kenyamanan tanpa beban."Tiānyin, ternyata benar. Ada banyak kultivator muda hebat di sekitar kita," ujarnya dengan nada santai. Seolah pertempuran sengi
Kabut hitam menelan hampir seluruh Medan Perburuan Roh, mengental seperti lumpur kegelapan yang mematikan. Medan energi menjadi tidak stabil, berfluktuasi liar bagaikan gelombang badai. Para kultivator di zona pertahanan berlutut satu persatu, qi mereka tersedot tanpa ampun.Di tengah kekacauan itu, Mo Chén dan Jian Wei berdiri bersisian, tubuh penuh luka namun tatapan mata mereka masih berkilat tajam."Satu serangan lagi," Mo Chén menggenggam Yǐng Mó Jiàn yang berkilauan dengan aura hitam keunguan. "Kau siap?"Jian Wei menatap lurus ke arah Míng Bīng Shì Pò, sosok kristal mengerikan yang kini hampir sepenuhnya diselimuti kabut hitam. "Kau tahu ini gila, kan?""Hei, bukankah semua yang kita lakukan selalu gila?" Mo Chén menyeringai, darah mengalir dari sudut bibirnya.Tanpa menunggu jawaban, Jian Wei mengangkat Shén Jiàn tinggi-tinggi. Pedangnya bersinar terang, membelah kegelapan dengan cahaya putih murni."Qián Kūn Fēn!" seru J
Tanah bergetar semakin hebat saat Mo Chén dan Jian Wei terus melancarkan serangan demi serangan terhadap Míng Bīng Shì Pò. Meski keduanya adalah kultivator berbakat dengan teknik-teknik menakjubkan, roh purba itu seperti tidak terpengaruh."Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Jian Wei, napasnya mulai tersengal. "Seharusnya kita sudah bisa melukainya.""Dia menyerap energi kita," jawab Mo Chén, mengamati bagaimana setiap serangan mereka justru membuat kabut hitam semakin tebal. "Semakin kita menyerang, dia menjadi semakin kuat ."Seolah mendengar percakapan mereka, Míng Bīng Shì Pò tiba-tiba mengubah postur tubuhnya. Kedua tangannya terangkat, dan kristal hitam di dadanya bersinar dengan cahaya dingin yang mengerikan."Hati-hati!" teriak Mo Chén, merasakan perubahan aura di sekitarnya.Terlambat. Roh purba itu melepaskan gelombang energi es yang menyapu seluruh area pertempuran. Berbed
Di zona pertahanan, Jian Wei berdiri tegak di depan barisan kultivator yang tersisa. Tangannya terangkat, menopang formasi pelindung yang semakin melemah setiap detiknya. Di sampingnya, Héxié Zhìzūn dan Ling Zhi menambahkan energi mereka untuk memperkuat pertahanan."Formasi ini tidak akan bertahan lama," ucap Jian Wei, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jika Mo Chén tidak segera kembali ...""Dia akan kembali," potong Ling Zhi, matanya tidak lepas dari kabut hitam yang semakin mendekat. "Si bodoh itu selalu punya cara untuk selamat."Sementara itu, Ketua Wu berdiri di tengah lingkaran formasi, tangannya membentuk segel rumit. "Líng Xī Zhèn Yā!" (Formasi Penekanan Qi!)Cahaya kebiruan menyebar dari tubuhnya, menciptakan lapisan tipis yang membantu meredam efek penyedotan energi dari Míng Bīng Shì Pò. Para kultivator yang tadinya hampir kehilangan kendali atas qi mereka kini bisa bernapas sedikit lebih lega."Bertahanlah!" seru Ketua
Kabut hitam semakin menebal, bergerak seperti makhluk hidup yang menyerap segala cahaya di sekitarnya. Mo Chén berdiri tegak di depan Míng Bīng Shì Pò, pedangnya berkilau dengan cahaya keunguan yang melawan kegelapan seakan menolak untuk padam."Hei, makhluk jelek!" teriak Mo Chén, mengayunkan Yǐng Mó Jiàn dengan gerakan melingkar. "Kau datang ke pesta yang salah!"Roh purba itu tidak menunjukkan reaksi terhadap provokasi Mo Chén. Mata kristalnya yang dingin menatap kosong. Namun, aura pembunuh yang dipancarkannya semakin mengental di udara. Setiap hembusan napasnya mengeluarkan kabut hitam yang membekukan apa pun yang disentuhnya.Mo Chén melesat ke depan, meninggalkan jejak cahaya pekat. Sosoknya hampir tidak terlihat di tengah kabut hitam yang semakin tebal. Ia memposisikan pedangnya secara horizontal dan menggumamkan mantra."Yǐng Mó Jiàn Wǔ – Dì Yī Shì!" (Teknik Pedang Bayangan Iblis – Bentuk Pertama!)T
Tekanan energi dari roh ini tidak hanya membekukan suhu, tetapi juga mulai menyerap kekuatan spiritual dari semua yang berada di medan pertempuran. Para kultivator tingkat tinggi yang biasanya mampu bertahan dalam situasi ekstrem kini merasakan keterbatasan mereka. Bahkan Mo Chén, dengan kultivasi Pedang Iblisnya yang mendekati sempurna, merasakan kesulitan untuk mempertahankan aliran energi di dalam tubuhnya."Hati-hati!" teriak Ketua Wu, berusaha memperingatkan semua orang. "Roh ini akan menyerap semua qi, bahkan jiwa dari tubuh kalian. Jangan sampai terjebak dalam radiusnya!"Saat kabut semakin pekat, banyak kultivator mulai kehilangan kendali atas energi mereka—seakan kekuatan mereka perlahan menghilang tanpa perlawanan. Beberapa dari mereka jatuh ke tanah, tubuh mereka kehilangan qi secara perlahan, kulit mereka memucat dan bibir mereka membiru. Mereka tidak terluka fisik, namun jiwa mereka seolah direnggut sedikit demi sedikit.
Langit di atas Medan Perburuan Roh bergetar, seakan retakan-retakan kecil muncul di angkasa. Kabut pekat menyelimuti seluruh lembah Shén Wu Gǔ, menciptakan tekanan energi yang menekan jiwa. Para kultivator yang baru saja merayakan kemenangan seketika terdiam, merasakan aura mencekam yang bahkan lebih kuat dari kedua roh yang baru saja mereka taklukkan."Aiyo! Apa lagi ini?" bisik Jian Léi, matanya melebar menyaksikan fenomena alam yang tidak lazim di hadapan mereka.Angin dingin membeku di udara, menciptakan kristal-kristal es kecil yang melayang tanpa jatuh. Para kultivator di sekitar medan pertempuran mulai merasakan sesuatu yang tidak beres, kekuatan mereka seolah terserap perlahan tanpa mereka sadari."Jangan bergerak!" teriak Mo Chén, menyadari bahwa setiap gerakan yang mereka lakukan hanya akan mempercepat penyerapan energi mereka. "Ini bukan roh biasa!"Ketika kata-kata itu meluncur dari bibirnya, bumi bergetar hebat. Retakan es yang tajam
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked
Angin dingin menderu lewat celah-celah tebing, membawa serta butiran salju yang berputar liar seperti pasir perak di tengah badai. Medan Perburuan Roh kembali diselimuti ketegangan. Mo Chén berdiri tegak di atas batu tinggi, jubah hitamnya berkibar tertiup angin tajam, sementara matanya yang tajam mengawasi perubahan cuaca yang tak lazim.Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Suara pekikan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan—sebuah raungan yang membelah langit kelabu."Aiyo! Wù Yǒng Lóng!" teriak para kultivator yang masih terjebak di jalur utama medan berburu. Kabut putih pekat mulai menyelimuti tanah, menyusup ke setiap celah batu dan ranting yang tertutup es.Tanpa menunda waktu, Mo Chén mengangkat tangannya dan melepaskan sinyal cahaya ke langit. Asap keperakan membentuk pusaran kecil sebelum pecah menjadi semburat cahaya yang terlihat dari segala penjuru. Itu adalah isyarat—bukan hanya kepada para pemimpin sekte dan klan untuk mulai men
Kabut turun begitu tebal hingga nyaris menutupi seluruh lembah Shén Wu Gu. Awan kelabu menggantung berat di langit, dan udara mendadak terasa jauh lebih dingin. Hembusan angin membawa aroma tajam tanah basah bercampur dengan hawa es yang menggigit tulang."Apa ini?" Jìng Zhenjun Wángyé bergumam pelan, suaranya nyaris terseret oleh desir angin. Ia memandang sekeliling dengan dahi berkerut, matanya menyapu pemandangan yang tertelan kabut.Di sisi lain, Mo Chén, Jian Wei, dan Líng Zhì berdiri kaku, memandangi kabut pekat yang kini mulai menipis, perlahan mengurai seperti tirai sutra yang ditarik angin. Udara berubah drastis—lebih dingin dari biasanya."Salju?" Líng Zhì menatap ke langit yang mulai dihiasi bintik-bintik putih. Butiran salju turun perlahan, mendarat di bahu dan rambutnya, seolah waktu sendiri melambat menyambut datangnya sesuatu."Sialan!" Jian Wei mengumpat, mendadak waspada. Ia langsung me