Share

2.Barata

Author: Gibran
last update Last Updated: 2024-10-24 13:35:18

Mata Bimasena terbuka perlahan. Apa yang di lihatnya pertama kali adalah sebuah langit-langit yang terbuat dari daun rumbia.

Dia masih merasakan punggungnya yang berdenyut sakit. Dengan perlahan dicobanya menggeser tubuhnya agar bisa duduk di atas balai-balai bambu tersebut. Terdengar bunyi berderit dari balai-balai bambu tua itu.

Matanya menatap satu cangkir yang terbuat dari bambu berisi entah air apa. Namun air itu masih mengeluarkan uap panas pertanda minuman itu belum lama di seduh.

Terdengar suara kayu yang di potong di luar gubuk. Dengan sekuat tenaga sambil menahan sakit, Bima berjalan sambil berpegangan pada dinding gubuk.

Wajahnya mengernyit kesakitan. Namun karena penasaran yang tinggi mengalahkan rasa sakitnya, dia tetap berjalan ke arah pintu.

Sesampainya di depan pintu, Bima terkejut. Karena gubuk yang dia tempati berada di atas pohon yang tinggi. Matanya menatap ke arah bawah sana, dimana terdengar suara orang yang tengah memotong kayu.

Terlihat asap tipis di samping orang berkepala plontos yang tengah asik memotong kayu bakar.

Asap tipis itu adalah masakan yang tengah dimasak oleh orang plontos itu.

"Siapa dia... Apakah dia orang yang menolongku semalam?" batin Bima bertanya-tanya.

Lelaki plontos dan sudah tua itu menoleh ke arah gubuk. Seketika Bima merunduk agar tak kelihatan dirinya sedang memantau orang tua tersebut. Namun karena tiba-tiba merunduk itu membuat lukanya bergesekan dengan dinding bambu. Bima menjerit lirih kesakitan.

"Hehehe, anak muda... Kau kira aku tidak tahu kalau dirimu sudah bangun!?" ucap lelaki tua itu sambil melanjutkan pekerjaannya.

Bimasena tersentak kaget si orang plontos itu mengetahui dirinya tengah memantaunya.

"Hebat, siapa dia sebenarnya...?" batin Bima sambil kembali berdiri. Wajahnya mengernyit menahan sakit saat punggungnya terasa kencang akibat dia berjongkok tadi.

"Kalau sudah bangun, minum air di cangkir itu agar lukamu lekas membaik!" ucap orang tua itu sambil terus memotong kayu.

Dia taruh kapaknya lalu mengaduk masakan jamur dan sayuran yang hampir matang tersebut. Sesaat mata si kakek tua ini melirik ke arah gubuk yang berada di atas sana. Lalu tanpa menggunakan pelindung tangan, dia angkat wajan dari besi yang selalu dipakainya untuk memasak.

Tanpa merasakan panas sama sekali, dia taruh wajan itu di atas meja bambu. Lalu dengan cekatan kakek ini menuang masakan itu di sebuah mangkuk yang terbuat dari batok kelapa besar.

Nasi sudah siap tersaji di atas daun pisang. Si kakek segera berseru memanggil Bimasena.

"Cah lanang! Turun! Sarapan dulu!"

Bimasena yang baru saja selesai meminum cairan pahit di dalam cangkir segera keluar dengan perlahan. Dia menatap ke bawah.

"Bagaimana caraku turun dari sini kakek?" tanya Bima sambil celingukan.

"Lompat!" jawab si kakek enteng sambil menyuapi mulutnya dengan sendok kayu yang dia buat sendiri.

"Hah!? Lompat!? Yang benar saja kek!? Kau mau membunuhku!?" ucap Bima kesal.

Si kakek tak menjawab dan malah asik makan.

"Kalau kamu tidak buruan turun, makanan ini akan habis aku makan sendiri. Cepat turun!" jawab si Kakek tak pedulikan Bima yang sedang kalut mencari sesuatu untuk turun ke bawah.

Dan, mata Bima yang jeli menatap sesuatu di sudut teras gubuk tersebut. Dia melihat seutas tali. Lalu di tariknya tali itu.

Dari bawah meluncur sebuah kurungan kayu yang cukup muat satu orang. Bima tersenyum kecil.

"Si kakek ini orang cerdas juga," batin Bima sambil berjalan menuju kurungan kayu yang ada di sebelah gubuk. Ternyata memang sudah ada di sana sejak tadi. Mata Bimasena kurang awas karena panik. Makanya tidak tahu itu pintu untuk apa.

Bima membuka pintu lalu masuk ke dalam kurungan kayu. Dia tarik tali itu secara perlahan hingga secara perlahan dia turun ke bawah sana.~

Bima duduk di hadapan si kakek yang sudah selesai makan. Setelah minum menggunakan gayung batok, kakek ini melanjutkan memotong kayu.

Bima makan sambil memperhatikan apa yang kakek kerjakan. Saat dia memakan nasi yang dicampur dengan sayuran jamur itu, dia terdiam sejenak.

"Hm, ini enak sekali!" batin Bima lalu dia segera melahap makanannya itu dengan cepat.

Selesai makan Bima menghampiri si kakek. Dan kakek itu menoleh ke arah Bima. Wajahnya tidak bersahabat sama sekali.

"Heh, cah lanang! Kalau habis makan cuci peralatan makannya! Sudah tidak bayar, sekarang dengan santainya kau datang padaku." ucap si Kakek itu membuat Bima berhenti melangkah.

Dengan wajah kesal Bima mengambil semua peralatan makan tadi dan membawanya ke sungai kecil di belakang pohon besar tempat tinggal si kakek. Langkahnya masih terpincang-pincang karena sakitnya masih terasa.

Bima melihat bahwa tempat di sekelilingnya itu adalah hutan lebat. Dia merasa bingung dengan tempat tinggal kakek tersebut.

"Sebenarnya dimana aku ini... Apakah ada yang selamat orang-orang dari Perguruan Julang Emas selain diriku? Kinanti...Aku tak kabar dia bagaimana..." batin Bima sambil mencuci peralatan makannya.

Setelah selesai, dia segera beranjak dan kembali ke tempat si kakek memotong kayu. Sesampainya di sana dia tidak melihat kakek plontos tadi. Bima mengarahkan pandangannya ke berbagai arah. Kakek itu seperti hilang di telan bumi.

Tiba-tiba satu batu kecil melesat ke arah kepala Bimasena. Dan...

Tuk!

Kepala pemuda itu terkena lemparan batu kecil. Seketika bekas lemparan itu menjadi benjol kecil di kepala Bima.

"Aduh! Sialan!" pekik Bima menahan sakit di kepalanya. Meski batu itu mengenai kepalanya dengan keras, tapi tidak ada darah yang keluar dari lukanya.

"Respon-mu sangat lambat, bahkan kau tidak menyadari adanya serangan! Apa kau benar-benar seorang murid Perguruan Julang Emas!?" sebuah suara muncul tepat di belakang Bima. Pemuda itu menoleh.

"Kakek! Apa yang kamu lakukan!? Sakit tahu!" teriak Bima kesal.

Si kakek tertawa saja tanpa dosa.

"Huh, ternyata murid Julang Emas hanya segini saja! Memalukan! Katanya Perguruan tingkat Satu di Negara Angin!? tapi hanya lemparan kecil saja sudah berteriak macam bayi minta susu hikhikhik! Pantas saja dalam semalam kalian keteteran oleh musuh!" ucap si kakek membuat Bima semakin kesal.

Tapi dia tak berani memaki. Takutnya, si kakek marah dan dia akan di lempari pakai kerikil lagi.

"Aku memang murid dari Perguruan Julang Emas. Mengenai tingkat pertama di Negara Angin ini aku kurang paham kek. Karena di Perguruan itu sendiri aku masih berada di tingkat dasar ayunan pedang selama dua tahun..." ucap Bima sambil mengelus kepalanya yang benjol.

Mata si kakek melotot besar.

"Hah!? Ayunan Pedang tingkat Dasar selama dua tahun!? Sampah macam apa yang di pelihara Julang Emas ini!? Pantas saja Perguruan itu musnah dalam semalam. Murid-muridnya dungu semua sepertimu!" ucap si Kakek terdengar pedas di telinga Bimasena.

"Apakah tidak ada yang lolos atau selamat seperti diriku kek? Aku masih sedikit ingat kejadian semalam..."

Tiba-tiba kakek plontos itu berdiri dari duduknya. Matanya membesar.

Bima merinding melihat tatapan mata kakek itu.

"Semalam gundul-mu! Aku merawat tubuhmu sudah lebih dari tujuh hari dan kau bilang kejadian semalam!? Benar-benar gundul-mu mau aku lempari batu lagi!?" ucap kakek tidak terima.

"Tujuh hari!?" tanya Bima tak percaya. Kakek itu melotot lagi ke arahnya membuat Bima nyengir tak bisa berbuat apa-apa.

"Bagaimana aku bisa pingsan selama itu kek!?" tanya Bima akhirnya karena sangat penasaran.

"Waktu aku temukan, kamu telah kehabisan banyak darah. Aku meramu obat yang di minum dan di tabur pada lukamu agar kau bisa sedikit bertahan dari masa sekarat-mu. Tujuh hari ini, kau berhasil melewati sekarat dan kembali hidup. Ini berkat obat yang aku minum-kan padamu. Berterimakasih-lah kepada orang tua ini anak muda, berkat diriku kau masih bisa menghirup udara segar! hahaha" ucap kakek tua itu lalu tertawa.

Bima tersenyum dengan perasaan bingung. Entah dia harus senang atau malah justru kesal denga tingkah kakek itu.

"Aku Bimasena, berterimakasih kepadamu kek. Kalau boleh tahu, siapa nama kakek penolongku ini?" tanya Bima sambil membungkuk hormat.

Si kakek tersenyum lebar.

"Aku mempunyai julukan tersendiri di dunia persilatan ini. Panggil saja aku Pendeta Barata Kala, Bimasena." jawab si kakek yang bernama Barata Kala tersebut.

"Apakah kakek Barata tahu, siapa penjahat yang menyerang Perguruan Julang Emas?" tanya Bima penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    320. Maharaja Manusia (Tamat)

    Dewa Surya tertawa keras hingga menggema ke langit dan menggetarkan tanah. Tak ada yang bisa menghentikan kekuatan nya. Bima tergeletak tak berdaya. Ratu Azalea pun sama meski tidak terlalu parah. Arimbi bersandar di batang pohon sambil memejamkan matanya. Qing Long tak berdaya dan hanya bisa berdiri dengan terhuyung. Tangan Darah, Subali, Aryo, Birawa dan Meng Sui masih terkapar entah masih hidup atau sudah mati setelah beradu kekuatan dengan Dewa Surya. Ling Xia dan Dua Gerbang Penjaga masih sibuk bertarung dengan para pendekar Kerajaan. Setelah Batu Keramat harapan terkahir yang bisa mereka gunakan untuk memukul balik telah di hancurkan oleh Dewa Surya, mereka semua putus asa. Sementara Dewa Surya yang masih terlihat kokoh meski tubuhnya penuh dengan luka kembali terbang ke langit setelah menyambar tubuh Ratu Azalea yang berada tak jauh darinya. Wulan yang tadinya sempat mengira Dewa tersebut akan membunuh

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    319. Rencana terakhir Gagal

    Dewa Surya berdiri dengan pakaian compang camping. Beberapa luka di tubuhnya terlihat meski tidak sejelas luka pada bahu kanan dan punggung nya yang di akibatkan oleh serangan kuku Pancanaka.Matanya menatap penuh amarah ke arah Qing Long lalu ke arah Bima yang sedang dirawat oleh Ayu Wulan Paradista."Makhluk-makhluk rendahan tidak tahu diri... Beraninya kalian membuat ku murka..." umpat Dewa Surya lalu melayang ke udara. Qing Long menatap tak percaya ke arah Dewa Surya. "Bagaimana bisa dia masih sanggup mengeluarkan kekuatan setelah dihantam serangan kami bertubi-tubi...?" batin Qing Long. Mata Dewa Surya bersinar putih. Seluruh urat di tubuhnya menyembul keluar pertanda dia tengah mengeluarkan sesuatu yang sangat dahsyat. "Akan aku musnahkan...." Kedua tangan Dewa Surya terangkat ke atas. Sinar matahari yang terang semakin terlihat terang dan panas! Bima yang sudah cukup kuat untuk berdiri se

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    318. Ajian Jiwa Naga Langit

    Ki Mangkubumi pun tewas setelah terkena serangan Sinar Pemusnah Kegelapan milik Ratu Azalea tepat di kepalanya hingga hancur. Setelah membunuh Ki Mangkubumi, Ratu Azalea segera melesat ke arah benteng yang baru saja bergetar setelah di hantam tubuh Bima.Namun belum juga sampai di benteng tebal tersebut, terdengar ledakan keras dan benteng tersebut hancur. Sesosok tubuh terpental dan melayang ke rumah para petinggi kerajaan. Sosok wanita berpakaian putih itu jatuh di sebuah taman rumah keluarga bangsawan kerajaan.Beberapa hiasan taman hancur terkena hantaman tubuhnya. Ratu Azalea menyusul sosok yang tak lain adalah Arimbi. Saat Dewa Surya akan menghabisi Bima yang sudah tidak berdaya karena di hajar begitu rupa oleh Dewa tersebut, Arimbi segera datang menolong. Namun dengan mudah Dewa Surya memukulnya hingga tubuh Arimbi terhempas ke dinding benteng."Arimbi...!" seru Ratu Azalea terkejut.Arimbi tak menyahut. Darah keluar dar

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    317. Duel Melawan Dewa

    Bima tak bisa bergerak beberapa saat lamanya setelah tubuhnya di lempar oleh Dewa Surya dari pusat kerajaan hingga keluar kerajaan. Tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa setelah menghantam tiga benteng besar dan rumah-rumah batu di kerajaan. Kini dia berada jauh dari kerajaan Angin Timur. Matanya melihat api yang membubung tinggi di atas kerajaan tersebut. "Dewa itu sangat kuat... Gila, dia hanya melempar diriku namun rasanya seperti di hantam gada raksasa," batin Bima. Terlihat satu cahaya kuning melayang di atas kerajaan. Lalu banyak titik cahaya berkilau terlihat melesat ke arah Bima. Semakin lama, cahaya tersebut semakin terlihat jelas. Dan setelah tahu cahaya apa yang datang ke tempat Bima, pemuda itu terkejut lalu segera mengeluarkan sayap es milik nya. "Dewa gila! Dalam keadaan terluka pun masih bisa mengerahkan kekuatan segila ini!" Bima melompat ke udara dan menjauh dari tempatnya berada sebe

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    316. Kemunculan Dewa Surya

    Arimbi dan pasukannya yang tengah bertarung di tembok sebelah luar menatap ke arah langit di atas kerajaan Angin Timur tersebut."Aura yang sangat kuat terpancar dari dalam kerajaan...Ada apa di dalam sana?" batin Arimbi.Pasukan dua kerajaan yang tengah menggempur benteng dari arah selatan dan barat pun semua merasakan aura yang mengerikan menyeruak dari dalam kerajaan.Ki Mangkubumi berteriak kencang. Dari atas langit semua awan menyingkir sehingga cahaya matahari menerangi kerajaan dengan lebih terang. Bersamaan dengan itu muncul satu sosok bercahaya terang dari dalam tubuh Ki Mangkubumi.Sosok itu berwujud pemuda tampan dengan aura cahaya membungkus tubuhnya. Di sebelah kanan keningnya sebuah tanduk putih berkilau tumbuh. Di belakang tubuhnya sepuluh bola bercahaya terang melayang.Kelopak matanya yang terpejam terbuka secara perlahan. Bola matanya berwarna kuning terang. Senyum tipis menghias bibirnya."Ternyata

  • Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api)    315. Lawan Terkuat

    Anggoro merasa kesal karena keberadaannya tidak di anggap. Tebasan pedang tadi hampir mengenai sasaran. Namun Bima dan gurunya bergerak cepat menghindar.Saat itu juga Barata segera meluncur ke arah Anggoro melakukan serangan cepat. Anggoro bahkan tidak dapat melihat kecepatan gerakan Barata. Pedang hitam di tangan Barata menebas bahu Anggoro menyilang hingga ke pinggang.Bima takjub melihat kecepatan gurunya. Dia pun segera membantu Ratu Azalea yang tengah bertarung melawan Ki Mangkubumi.Anggoro tergeletak di atas lantai arena. Namun beberapa saat kemudian dia bangun dan lukanya telah pulih kembali."Bagaimana mungkin lukanya langsung pulih tanpa melakukan apa pun!? Bahkan kecepatan pulihnya lebih mengerikan jika di banding dengan ilmu Ganti Rogo..." batin Barata.Anggoro menyeringai lebar."Jadi di dalam tubuhmu pun ada kekuatan Iblis Neraka sama sepertiku," ucap Anggoro.Barata tersenyum kecil."A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status