Tongkat itu segera dipungut Raja Maut dengan menggulingkan diri, lalu berdiri satu lutut dan melepaskan pukulan tenaga dalamnya melalui telapak tangan kirinya.
Slaap...! Sinar hijau berbentuk piringan melesat menghantam dada Nyai Demang Ronggeng.
Blaar...!
Ledakan cukup dahsyat terjadi ketika sinar hijau itu ditangkis dengan kipas merah yang dibentangkan di depan dada. Ledakan itu membuat tubuh Nyai Demang Ronggeng terpental ke belakang, bahkan sempat berjungkir balik di tanah.
"Sekali lagi kuingatkan padamu, Kiswanti... jangan sesali tindakanku ini. Kau memaksaku menyelesaikan urusan sekarang juga. Maka akan kurampungkan setuntas mungkin!"
Kiswanti atau Nyai Demang Ronggeng tidak membalas ucapan apa pun. Tapi tubuhnya segera bangkit berdiri pelan-pelan. Kedua tangannya membentang lalu meliuk ke kiri bersama tubuhnya, sedangkan kedua kakinya merapat dan berdiri di atas jari-jarinya. Nyai Demang Ronggeng pun memutar tubuh pelan-pelan dengan gerakan
Baraka tersenyum, Hatinya berkata, “Benar dugaanku. Dia pasti tidak percaya dan akan ngotot. Agaknya selama aku berlatih ilmu "Kelana Indra" telah terjadi aesuatu yang aneh di tanah ini."Gadis berbibir ranum itu bangkit dan dekati Baraka dengan pandangannya yang lembut dan bening. Mata Pendekar Kera Sakti sempat menatapnya pula, hatinya berdesir dipandangi oleh gadis secantik Dewi Angora. Desiran hati akan berubah menjadi debar-debar yang menggelisahkan jika Baraka tidak segera buang pandangan ke arah bebatuan ditengah sungai itu."Apa yang terjadi pada dirimu sehingga kau lupa segalanya?"Sulit menjelaskannya bagi Baraka, akhirnya ia hanya berkata, "Aku melangkahi akar keramat, dan aku jadi lupa segalanya!"Dewi Angora manggut-manggut, agaknya ia mau mempercayai kata-kata itu dengan sangat terpaksa, lalu, Dewi Angora berkata, "Suara batuk itu adalah suara batuknya pamanku! Dia orang berilmu tinggi. Dia kakak sulung ayahku, dia sangat saya
Tak heran jika tubuh gemuk Mulut Petir itu tahu-tahu terkapar di samping semak dalam jarak enam langkah dari tempatnya berdiri tadi."Aaaow...!" Mulut Petir mengerang kesakitan sambil pegangi kaki kanannya. Ia masih duduk di tanah dengan mata terpejam menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Keadaan tersebut ganti membuat Sangkur Balang terperanjat heran, matanya terbuka lebar memandangi temannya.Mulut Petir segera membuka mulutnya dan berteriak, "Huaaah...!"Dari mulut itu keluar sinar biru bagaikan kilatan guntur yang meleset dan menerjang Baraka.Clap, clap, clap...!Pendekar Kera Sakti tidak menangkis melainkan sentakkan kaki dalam gerakan miring dan tubuhnya melompat ke samping, bersalto dua kali hingga mendarat di sebelah kanan Sangkur Balang. Sedangkan tiga cahaya kilatan petir itu menghantam tiga pohon yang ada belakang Baraka.Duaaar...! Deeer...! Blegar...!Tak ayal lagi, tiga pohon itu terbelah dan hancur. Hanya asap sisa t
"Ha, ha, ha, ha, ha."Bbbrrr...!Daun-daun berguguran, tanah berguncang, getaran tanah sampai membuat pohon-pohon terjungkal nyaris tumbang. Sangkur Balang sendiri terbanting jatuh karena sikap berdirinya sedang garuk-garuk kaki kiri memakai kaki kanannya saat tawa itu terdengar. Sangkur Belang cepat berdiri dan menabok punggung Mulut Petir,Ploook...!"Lain kali kalau tak ada bahaya jangan tertawa!" sentaknya dalam geram.Baraka membatin, “Hebat! Rupanya tawa si Mulut Petir selalu disertai dengan gelombang tenaga dalam yang menggetarkan bumi? Padahal tawanya tadi tidak keras. Bagaimana jika ia tertawa keras dan terbahak-bahak? Pohon di belakangku itu pasti bisa tumbang."Pikiran itu segera dilupakan sesaat, karena Baraka Sining melihat si kurus Sangkur Balang itu maju dekati Dewi Angora. Gadis itu mundur satu tindak, merasa takut disentuh atau jijik melihat kulit Sangkur Bajang yang burik itu. Berbeda dengan kulit tubuh gemuknya Mulut
"Aku dikejar-kejar oleh orangnya Tuanku Nanpongoh..."Pendekar Kera Sakti memutus kata, “Siapa Tuanku Nanpongoh itu?”Gadis mungil itu memandang Baraka dengan sikap protes, "Jangan berlagak bodoh. Kau sudah tahu siapa orang itu."Mau tak mau Baraka hanya sunggingkan senyum berkesan canda. Padahal dalam hatinya membatin, “Sumpah mati aku belum tahu siapa Tuanku Nanpongoh itu. Tapi kalau aku ngotot, pasti gadis ini tidak percaya dan akan semakin ngotot, ia merasa sudah mengenalku. Perdebatan tak akan menjadi ada habisnya kalau aku ngotot menyatakan diri belum mengenalnya. Sebaiknya kuselidiki sendiri dari ceritanya nanti."Baraka segera ajukan tanya, "Kenapa kau dikejar-kejar oleh orangnya Tuanku Nanpongoh?"Gadis itu memandang lagi dengan sikap kesal. "Pura-pura tidak tahu!" ucapnya dalam gerutu.“Anggap saja aku tidak tahu, Tolong jelaskan."Tapi sebejum gadis itu bicara, tiba-tiba dua kelebat bayangan melintas
Dengan masih belum berani melirik ke arah benda yang dipegangnya, tangan itu bergerak pelan sekali. Seakan meraba untuk menjajagi apa sebenarnya dipegangnya itu. Rabaannya sampai ke lima jari kaki Baraka. Terdengar gadis itu berkata lirih, “Wah, benar... pasti ular! Ular bermata lima, Celaka! Mati aku kalau begini. ini mata ular apa jalu ular?"Si gadis segera meraih gagang pedangnya untuk dicabut. ia akan tebas ular yang dipegangnya itu dengan pedang. Tetapi sebelum pedang terhunus, Baraka yang takut dipotong kakinya segera berkata menegur sopan, "Aku bukan ular kok, Neng...!""Hahhh...!" gadis itu kaget dan memekik, segera memandang ke atas, menatap pemuda tampan sesaat, matanya menjadi redup, tubuhnya melemas dan ia pun jatuh melayang karena pingsan."Lho...? Kok malah pingsan?!" Baraka segera bergerak turun dengan gunakan ilmu ‘Kelana Indra’-nya. Baraka bergerak dengan sangat ringan dan cepat.Wuuusss..,! Tubuh gadis yang he
LANGIT berwarna merah tembaga. Matahari fajar memantulkan sisa cahayanya yang semakin menipis. Lalu sang matahari pun pelan-pelan tersembul dari balik bukit sebagai tanda bahwa pagi kian menua. Matahari itu terlihat jelas dari ketinggian sebuah pohon. Di pohon itu sepasang mala mula memandangi alam pagi. Pemuda tersebut berambut agak pendek dengan poni yang menghiasi jidadnya. Wajah tampannya bersih tanpa kumis dan jenggot. Pakaiannya masih itu-itu saja rompi kulit ular emas tanpa lengan, entah berapa hari sekali dicucinya. Di punggung lengan kirinya, terlihat rajah naga emas melingkar. Tak lupa sebuah seruling berwarna keemasan tampak tersampir di sabuk pinggangnya yang juga berwarna keemasan, juga gelang-gelang keemasan yang ada dikedua lengan tangannya. Ciri-ciri itu sangat dikenal di kalangan para tokoh persilatan. Hanya ada satu orang berciri tampan dan berwajah sedikit polos, yaitu Pendekar Kera Sakti muridnya si Setan Bodong. Orang lebih sering memanggilnya Baraka. T