Gadis gembrot itu ternyata sengaja menghilang dari Baraka dan kembali ke tempat semula, namun di perjalanan ia pergoki keadaan pemuda berpakaian rompi kulit ular emas itu itu cukup mencemaskan hati. Lemakwati bermaksud ingin mengambil alih Baraka. Tapi Rani Adinda mempertahankan karena masih asing dengan si gembrot berwajah lebar itu.
"Dia dalam keadaan terkena racun 'Tapak Kubur'! aku harus segera membawanya dan meminta bantuan guruku!"
"Percayalah padaku, tinggalkan saja pemuda itu di sini, karena aku akan mengobatinya dengan caraku sendiri!"
"Nggak bisa! Aku belum kenal siapa dirimu, bagaimana aku bisa percaya dengan maksud baikmu itu!"
"Aku saudara sepupunya, namaku Dewi Lemakwati!"
"Jika kau saudara sepupunya, mengapa kau menghentikan langkahku dengan cara kasar seperti tadi?"
Lemakwati sunggingkan senyum berkesan nyengir. "Hanya untuk bikin kejutan saja. Aku tak bermaksud kasar padamu. Tapi jika kau ngotot, aku terpaksa benar-benar ber
Brruk...! Brruk...! Gusraak...!Kapak Iblis terseret menjauh hingga membentur onggokan batu. Setan Akhirat tersedak satu kali ketika berusaha bangkit. Ternyata sedakan itu keluarkan darah kental dari mulutnya. Wajah dinginnya semakin pucat, mata tajam kian meruncing pandangannya. Ia tetap bangkit untuk lakukan pembalasan. Tetapi tiba-tiba Dara Cupanggeni kelebatkan tangan kanannya. Jari telunjuknya berdiri tegak dan mengeras, seperti lakukan totokan dari jarak jauh. Namun yang terjadi bukan jurus totokan, melainkan jurus maut yang menjadi andalannya. Ujung jari telunjuk itu lepaskan selarik sinar merah yang mampu bergerak cepat dan memanjang sampai sasarannya.Ciaaap...!Setan Akhirat tak bisa menghindar atau menangkis, karena pada saat sinar merah itu melesat dari jari gadis tersebut, tubuhnya diam tak bergerak, seakan menjadi patung di tempatnya berdiri. Tentu saja sinar merah itu dapat kenai sasaran dengan tepat. Leher Setan Akhirat adalah sasaran yang dituju
Suuut...!Gadis itu cepat palingkan wajah ke kiri dan gerakkan tangan kanannya dalam keadaan terbuka menghadap lawan.Wees...! Tenaga dalam besar yang dilepaskan Setan Akhirat itu membentur telapak tangan Dara Cupanggeni, bagai terkumpul jadi satu di tangan itu. Dara Cupanggeni segera menggenggam seakan menangkap tenaga dalam itu, lalu memutar tangannya dan menyentakkan kembali ke depan dalam keadaan telapak tangan terbuka ke atas dan disodokkan ke depan.Wuuut...! Baaahg...!"Heegh...!" Setan Akhirat mendorong mundur dengan mendelik, kakinya tak menyentuh tanah sampai akhirnya membentur sebongkah batu cadas.Buuhg...!Baraka bergumam lirih di samping Bongkok Sepuh, "Gila! Tenaga lawan dapat ditangkap dan dikembalikan seenaknya saja!"Bongkok Sepuh berujar, "Itu belum seberapa. Jurus-jurus yang dimainkan gadis itu masih merupakan jurus-jurus kecil yang kumiliki juga.""Mengapa ia tidak segera gunakan jurus mautnya?""Kur
"Apakah kesaktianmu tak mampu ungguli kesaktian gadis itu?"Bongkok Sepuh diam sebentar, matanya tetap memandang ke bawah, ke pertarungan antara Dara Cupanggeni dengan Kapak Iblis dan Setan Akhirat yang sudah dimulai walau baru secara kecil-kecilan saja. Mata itu menerawang dalam memandang, karena mulut Bongkok Sepuh berkata datar, "Sunti Rahim sebenarnya guruku sendiri.""Hah...!" Baraka jelas-jelas terperangah. "Ja... jadi usiamu dengan Nyai Sunti Rahim lebih tua dia?""Lima belas tahun lebih tua dariku," jawab Bongkok Sepuh. "Ilmu pengawet ayunya itulah yang membuatku jatuh cinta padanya ketika itu. Dia tokoh wanita yang sakti, mendapat warisan ilmu dari eyangnya sejak berusia tujuh tahun. Separo ilmunya sudah diturunkan kepadaku, tapi aku tergoda oleh Bibi Gurumu, dan akhirnya kami berpisah. Aku terpaksa berguru kepada tokoh sakti lainnya. Namun kesaktianku tetap saja tidak bisa mengungguli Sunti Rahim.""Kenapa waktu itu Sunti Rahim tidak melabrak Bi
"Maaf, Ki Bongkok Sepuh. Kulakukan karena kau memaksaku untuk adu kecepatan. Aku tak mau kau kecam seperti saat kau berhasil membawa lari cincin itu."Bongkok Sepuh manggut-manggut dengan senyum tuanya. Terdengar suaranya yang pelan berkata, "Aku harus mengakui keunggulanmu yang melebihi gerakanku.""Aku tidak butuh pengakuan itu. Aku hanya butuh cincin pusaka itu.""Akan kuberikan setelah kau selesai mengatasi persoalanku. Ada baiknya kalau kau jangan bergerak lebih cepat dariku, supaya kau tahu arah yang kutuju nanti, Anak Muda!"Begitulah awal jumpa Baraka dengan si Bongkok Sepuh. Rupanya Bongkok Sepuh membawa Pendekar Kera Sakti ke sebuah perbukitan cadas. Tanahnya keras walau ditumbuhi pepohonan yang tak terlalu rindang. Di situ banyak tebing-tebing cadas yang tegak lurus namun tidak dalam. Masih memungkinkan dipakai melompat seseorang dari atas ke bawah.Pada salah satu bukit cadas yang menyerupai gundukan tanah tinggi itulah si Bongkok Sepuh
Pandangan mata Baraka segera tertuju ke arah tangan orang tersebut. Tampak Cincin Manik Bidari melingkar di jari tengah pada tangan sebelah kanan. Mata cincinnya yang berwarna putih intan itu tidak terlihat karena cara memakainya dibalik.Mata cincin itu ada dalam genggaman. Karena dilihatnya Pak Tua itu tenang-tenang saja, maka Baraka pun menjaga sikap agar tetap tenang. Suling mustikanya masih dipegang dengan tangan kiri, berdirinya tegak, sedikit renggangkan kaki, tampak gagah dan tegar. Jaraknya berdiri sekitar tiga tombak dari si pengemis bungkuk itu."Pak Tua, apa maksudmu menipuku dengan cara seperti ini? Kumohon padamu, kembalikan cincin pusaka tersebut padaku.""Kewaspadaanmu sangat lemah, Anak Muda. Kecepatan gerakmu pun kurang bisa diandalkan.""Jadi kau hanya mengujiku, Pak Tua?""Aku tidak sekadar mengujimu, tapi memang ingin menahan cincin pusaka ini!""Kusarankan jangan memancing kemarahanku, Pak Tua.""Aku tak peduli k
Baraka segera menuangkan wedang jahe yang dibawanya itu. Wedang dituang ke dalam tempurung yang juga dibawa-bawa oleh si pengemis ke mana pun perginya. Tiga kali Baraka menuangkan wedangnya ke tempurung itu, dan tiga kali si pengemis meminumnya dengan rakus."Kasihan sekali dia. Tampaknya sangat kehausan, sampai tiga tempurung agaknya masih kurang juga."Maka Baraka menuangkan wedang untuk yang keempat kalinya. Pengemis itu pun meminumnya kembali. Napasnya terengah-engah pertanda lelah meminum wedang keempat.Tetapi ketika Baraka berkata, "Badanmu pasti akan segar, Pak Tua. Apakah kau masih merasa haus?""Masih," jawab pengemis bungkuk itu. Maka Baraka menuangkan wedang ke dalam tempurung untuk yang kelima kalinya, keenam, ketujuh, kedelapan, dan seterusnya sampai akhirnya wedang dalam bumbung menjadi habis. Tinggal beberapa teguk saja yang tersisa."Masih adakah wedangmu yang tersisa?""Masih. Tapi... kurasa perutmu akan mbeledung jika terl