Bocah berkulit hitam itu berkata-kata seakan Putri Budukan masih berada di hadapannya. Setelah tertawa mengikik, dia berkelebat mengikuti jejak Putri Budukan! Dewi Pedang Halilintar yang masih berdiri di tempatnya tampak geleng-geleng kepala melihat kecepatan gerak Dewa Geli.
Teringat akan Iblis Pemetik Bunga yang telah mempecundanginya dengan Cambuk Api Neraka, dia bergegas berkelebat pergi pula. Dengan Cambuk Api Neraka yang telah berada di tangannya, Dewi Pedang Halilintar yakin bila Iblis Pemetik Bunga akan dapat dirobohkannya.
-o0o-
DEWI Pedang Halilintar menghentikan kelebatan tubuhnya di tepi aliran sungai yang terletak di utara Kota Gambiran. Matanya yang tajam melihat sosok manusia berpakaian putih-putih tengah duduk bersila di balik rimbunan pohon.
Hati-hati sekali Dewi Pedang Halilintar melangkah mendekati. Sosok manusia yang dilihat nenek itu tampaknya sedang bersemadi. Dia duduk bersila di atas lempengan batu dengan tangan bersedekap. Wajahny
Tiba-tiba, Dewi Pedang Halilintar menerjang. Ketajaman pedangnya benar-benar hendak memenggal leher Ksatria Seribu Syair!Tentu saja lelaki yang tak tahu kesalahannya itu tak mau mati konyol. Dua jempol kakinya menotol lempengan batu. Dan, ringan sekali tubuhnya melayang lalu mendarat di tanah dalam keadaan berdiri. Sambaran pedang Dewi Pedang Halilintar hanya mengenai angin kosong."Tahan amarah mu dulu, Nini Kembangsari!" seru Ksatria Seribu Syair, menyebut nama kecil Dewi Pedang Halilintar. Tapi, Dewi Pedang Halilintar yang sudah gelap mata mana mau mendengar kata-kata itu. Mengetahui ketinggian ilmu Ksatria Seribu Syair, tanpa ragu lagi dia mengeluarkan Cambuk Api Neraka yang tersimpan di balik bajunya.Cambuk pusaka itu dicekalnya di tangan kiri. Begitu dialiri tenaga dalam, cambuk yang berupa seutas tali pipih berwarna putih itu langsung diselubungi lidah api biru. Hawa panasnya menebar ke mana-mana!"Bagaimana mungkin kau mau membunuhku, Nini Kemba
"Tapi, Ratu..,."Baraka hendak menyahuti ucapan Ratu Perut Bumi, namun suaranya tersekat di tenggorokan. Telinga murid Eyang Jaya Dwipa itu menangkap suara berkelebatnya orang yang sedang menuju ke tempatnya berada."Kau dengar suara itu, Ratu?" ujar Baraka."Ya. Dia pasti orang yang menyuruhku datang ke tempat ini," sahut Ratu Perut Bumi.Pendekar Kera Sakti dan Ratu Perut Bumi sama-sama mengarahkan pandangan ke utara. Dua tarikan napas kemudian, tampak sosok bayangan putih yang berkelebat meloncati bongkah-bongkah batu besar dan pepohonan. Ringan sekali bayangan itu melesat, bagai seekor burung walet yang sedang terbang melayang."Ksatria Topeng Putih...," desis Baraka setelah sosok bayangan putih berada di hadapannya. Sementara Baraka bangkit berdiri, sosok orang yang baru muncul yang memang Ksatria Topeng Putih mengeluarkan sebuah kantong putih dari balik bajunya. Dari dalam kantong itu, dia mengambil sebuah gumpalan sinar putih yang di dalamny
SEPENINGGAL Ksatria Topeng Putih, Pendekar Kera Sakti berdiri termangu. Melihat kebaikan Ksatria Topeng Putih. Namun sebelum pemuda dari lembah kera itu semakin hanyut terbawa arus rasa sedih, dia menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengusir bayangan-bayangan yang tak mengenakkan hatinya. Dia pun ingat akan satu pengertian bahwa rasa sedih tak pernah bisa mendatangkan manfaat apa-apa. Rasa sedih justru akan menjauhkan manusia dari kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan adalah tujuan manusia hidup di dunia. Begitulah pengertian yang selalu melekat di benak Baraka. Pengertian itu didapat Baraka semasa masih tinggal bersama ibunya. Tapi, tanpa disadari oleh Baraka, dengan mengingat pengertian itu, sosok ibunya yang telah meninggal berkelebatan di benaknya."Ibu...," desis Baraka sambil mendongakkan kepala, seakan dapat melihat bayangan ibunya di langit biru. "Semoga kau berbahagia menjalani tahap kehidupanmu yang ketiga...""Hei! Hei!" tegur Ratu Perut Bumi yang melihat Pend
"Kau tak perlu bertanya-tanya lagi. Kau akan tahu sendiri. Batu mustika di tanganmu itu akan membawamu ke Lembah Rongga Laut. Setelah berhasil menyelamatkan Kemuning, batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' keluarkan dari dalam perutmu dengan menempelkan telapak tangan di pusar. Kerahkan tenaga dalam yang bersifat menghisap.... Untuk pergi dari Lembah Rongga Laut, batu mustika itu cukup kau cium. Tapi sebelumnya, suruh Kemuning memegang salah satu bagian tubuhmu. Misalnya, lengan atau apa....""Sebentar, Ratu...," sela Baraka. "Kau katakan tadi, batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' harus ku keluarkan dari dalam perut, apakah batu mustika ini bisa masuk sendiri ke perutku?""Begitulah," jawab Ratu Perut Bumi, singkat.Baraka nyengir kuda. Rasa heran menggeluti benaknya. “Bagaimana mungkin sekepal batu yang tak bernyawa bisa masuk ke perut? Apakah harus ku telan dulu?”"Aku tahu pertanyaan yang ada di benakmu, Baraka," tebak R
Baraka menggerakkan tangan dan kakinya untuk berenang. Tubuhnya melesat cukup cepat, meninggalkan suara berdebur di belakang. Diedarkannya pandangan ke berbagai penjuru. Saat melihat sebuah lubang besar di antara gundukan batu karang, matanya sedikit berbinar."Mungkin Kemuning disekap Iblis Seribu Wajah di gua itu...," pikir Baraka. "Aku harus segera ke sana."Tak sabaran Baraka menggerakkan tangan dan kakinya agar segera sampai di gua yang dituju. Tapi setelah berada di depan mulut gua itu, dia malah menghentikan gerak tubuhnya. Keraguan menyeruak masuk di benaknya. ‘Bagaimana mungkin Kemuning disekap di sebuah gua dalam laut? Apakah dia juga bisa bernapas dalam air? Tak mungkin Kemuning berada di dalam gua itu...,; pikir Baraka lagi. "Lewat cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa' yang dibawa Iblis Seribu Wajah, aku melihat Kemuning berada di sebuah rawa-rawa. Gadis itu tidak berada di dalam air...."Menuruti pikirannya di benaknya, Baraka mengedarkan panda
Pada saat delapan tangan si makhluk mengerikan mengepung Baraka dari berbagai penjuru, tanpa pikir panjang lagi murid Eyang Jaya Dwipa itu segera berkonsentrasi, seluruh pikiran serta panca inderanya dipusatkan ke satu titik dalam benak. Hawa sakti dari Ilmu Angin es dan api warisan Eyang Jaya Dwipa ini akan dipusatkan pada kedua tangannya.“Balasasra, heaaaa!”Baraka memukulkan kedua gelang dikedua tangannya hingga menimbulkan suara yang cukup kuat.“Bang...!”.Gelombang tenaga dalam yang dahsyat memancar keluar dari kedua gelang tangan yang diadu oleh Baraka.Wusss! Blarrr!Kedahsyatan ilmu pukulan yang berasal dari kekuatan Gelang Brahmananda itu tak dapat diukur lagi. Apalagi, Baraka telah mendapat tambahan tenaga dalam dari Katak Wasiat Dewa yang baru saja ditelannya. Maka, di lain kejap terdengar suara ledakan amat keras.Gelombang besar menyerbu. Bongkah-bongkah batu karang berpentalan. Lukisan-
MANAKALA guliran mentari hampir mencapai bentangan kaki langit barat, senja hari mempersiapkan diri untuk segera rebah memeluk bumi. Kelopak bunga mekar tersenyum dalam kesunyian. Kupu-kupu tak lagi bercanda menggoda. Hanya desau sang bayu yang masih setia menemani."Puncak Kupu-kupu kan kudatangi. Menuruti hasrat hati, ku langkahkan kaki ini. Namun..., bukan dewi pujaan hati yang kan kutemui. Hi hi hi... Hanya untuk seorang Putri Budukan aku berjalan mengusik sepi. Putri Budukan, di manakah kau sembunyikan diri. Dewa Geli telah datang di hari janji. Hihihi..."Lamat-lamat terdengar senandung sebuah lagu yang diiringi suara tawa mengikik. Senandung lagu yang tak karuan iramanya itu amat pelan. Namun anehnya, bisa menebar rata di seantero bukit. Bahkan, sampai terdengar di Puncak Kupu-kupu yang tinggi menjulang."Puncak Kupu-kupu kan kudatangi. Menuruti hasrat hati. Tuk menemui Putri Budukan pengundang janji. Tapi..., kenapa tatapan Dewa Geli hanya temui sepi. Hi
Dewa Geli tampak tertegun. Bola matanya semakin melotot besar. Tanpa sadar, mulutnya pun ikut terbuka lebar."Walau wujud lahir mu hanya seorang bocah sepuluh tahunan, aku tahu jiwamu seorang lelaki dewasa...," lanjut suara wanita sambil menggerak-gerakkan sepasang kakinya dengan lemah gemulai. "Oleh karena itu, segeralah kau mendekat kemari, Dewa Geli yang manis....""Ya! Ya...," sambut bocah yang memakai baju kedodoran. Sambil menelan ludah, bocah berambut tipis itu berjalan mendekat. Dengan tatapan matanya, dia menelusuri lekuk liku tubuh si wanita. Karena si wanita hanya mengenakan pakaian yang terbuat dari kain tipis, Dewa Geli jadi bebas mengarahkan pandangan. Hingga, tak bosan Dewa Geli berdiri berjongkok dengan kepala terjulur lurus ke depan mirip seekor bangau menunggu mangsa untuk segera dipatuk.Tapi... ketika tatapan Dewa Geli menerpa wajah si wanita, maka memekik kagetlah bocah lelaki itu. Bola matanya semakin melotot besar, namun raut wajahnya beru