Wadal membatin dalam hatinya, "Celaka! Bagaimanapun tingginya ilmuku, tak mungkin aku bisa melawan dia! Dia seperti angin, tak bisa disentuh dan dilukai! Kalau begini caranya aku bisa mati di tangannya! Sebaiknya aku melarikan diri saja sebelum kutemukan jurus maut untuk menandingi ilmunya itu!"
Blasss...!
Wadal segera melompat meninggalkan tempat itu dengan cepatnya. Ia ditertawakan oleh Tulang Neraka. Bahkan ia mendengar suara Tulang Neraka berseru dari tempatnya, "Ke mana pun larimu, kukejar kau sampai dapat, Tikus Busuk! Hah ha ha ha...!"
Pelarian Wadal semakin kencang dan cepat. Api saja diterabasnya selagi masih bisa dipakai untuk lewat. Ia benar-benar ketakutan sekali, ketika dilihatnya ke belakang, ternyata Tulang Neraka benar-benar mengejarnya. Kecepatan lari mereka seimbang, sehingga jarak mereka pun selalu sama. Tapi ketika Wadal tersungkur jatuh dan segera bangkit lagi, jarak mereka menjadi lebih pendek. Ini membuat Wadal makin mempercepat larinya. B
Manggut-manggutnya kian jelas lagi."Kebimbanganku semakin jelas. Tapi sulit dipercaya oleh pihak lain”“Memang. Karenanya saya sengaja tidak banyak membantah kepada Dewi Angora. Perbantahan saya tadi sempat menggunakan alasan akar keramat yang terlangkahi, saya lupa segalanya. Padahal saya tidak melangkahi akar itu,""Sebenarnya aku ingin mempercayainya, tapi sulit percaya sepenuh hati,” kata Batuk Maragam, dan iapun Batuk kembali, “Uhuk, uhuk, uhuk, uhuk...!"Hilangnya suara batuk berganti suara tangis mengisak yang terdengar. Baraka segera berpaling ke arah Dewi Angora, Batuk Maragam juga berpaling kesana, Keduanya segera dekati Dewi Angora yang menangis dalam keadaan berdiri dan tundukkan kepala, satu tangannya digunakan untuk menutup wajah, satu lagi masih bersedekap di dada.Batuk Maragam tampak sayang kepada keponakannya itu, sehingga diraihnya gadis itu ke dalam pelukannya, didekapnya erat-erat bagai dilindungi jiwa
Tentu saja Baraka terkejut dituduh membawa lari istri Adipati. Dewi Angora sendiri sampai terbelaiak dan terperangah mulutnya mendengar kata-kata Yosodigdaya. Batuk Maragam pandangi Baraka dengan dahi sedikit berkerut karena bimbang hatinya."Kau memfitnahku, Yosodigdaya!" kata Baraka Sintng dengan menahan kemarahan. "Tipu daya apa yang membuat mu harus memfitnahku begini? Aku benar-benar belum pernah bertemu denganmu, belum pernah datang ke Kadipaten, apalagi sembuhkan Gusti Permeswari, sama sekali belum pernah!""Persetan dengan pengakuanmu! Tiga bulan lamanya kami mencarimu, baru sekarang berhasil jumpa denganmu! Perintah sang Adipati adaiah membawa pulang dirimu untuk diadili dan menemukan kembali Gusti Permeswari!""Tidak bisa!" sahut Batuk Maragam, "Aku menghalangi pihakmu. Jika kau bermaksud membawa Baraka sebagai tawanan!""Apa alasanmu, Batuk Maragam/?!" sentak Yosodidaya."Baraka akan menikah dengan keponakanku Dewi Angora!" Batuk Maragam
Sebab itu Batuk Maragam berkata, "Mengapa baru sekarang aku melihat pangkatmu yang tinggi itu, Pendekar Kera Sakti?!""Ada baiknya kalau kita bicara dirumah Paman Batuk Maragam saja" kata Baraka menutupi rasa kikuknya karena melihat Dewi Angora terheran-heran.Gadis itu segera berkata, "Aku mau kerumah Paman, tapi aku tidak dijebak dan dikawinkan dengan Tuanku Nanpongoh!"Batuk Maragam berkata, "Kau punya Manggala Yudha. Kenapa takut?"Baru saja mereka mau bergegas pergi, tiba-tiba terdengar deras suara kaki kuda menuju ketempat mereka berdua. Dari atas tanggul muncul tiga penunggang kuda bersenjatakan panah. Mereka ada ditaanggul Seberang sungai. Panah mereka direntangkan dan terarah kepada Pendekar Kera Sakti.Empat orang penunggang kuda dari tanggul yang akan dilalui Baraka juga muncul secara mengejutkan dengan anak panah terarah kepada Pendekar Kera Sakti. Disebelahnya muncul pula enam orang bersenjatakan tombak yang siap melemparkan tombak itu
Dewi Angora berada dibelakang Baraka, seakan berlindung di sana. Matanya masih menegang kala ia pandangi wajah pamannya. Sorot mata tokoh tua itu penuh getaran yang menyentuh hati dan jiwa bagi orang yang tak berilmu tinggi. Kalem, berkesan ramah tapi karismanya tinggi.“Mereka sudah kusuruh Pulang, walau harus membuat si Mulut Petir luka di bagian dadanya," kata tokoh yang dikenal dengan nama Batuk Maragam."Lalu untuk apa Paman menyusulku kemari?" kata Dewi Angora dengan cemberut manja yang membuat sang Paman tersenyum lebar."Dekatlah sini padaku, Dewi" ia melambaikan tangannya penuh keramahan. Tapi Dewi Angora semakin menjauhkan diri ke belakang Baraka."Tidak! Aku tidak mau. Paman pasti akan membawaku pulang!""He, he, he...!" tokoh tua itu terkekeh, akhirnya batuk lagi, uhuk, uhuk, uhuk, uhuuwuuk...!Baraka merasa iba melihat begitu tuanya tubuh itu, sehingga batuk pun sampai terbungkuk-bungkuk. Napasnya terengah-engah ketika tub
"Wah, kacau kalau begini!" gerutu Baraka dengan hati memendam kesal. Hati itu masih membatin, "Mimpi apa aku semalam sampai menemui masalah seperti ini. Tahu-tahu ada gadis mengaku kekasihku, mengaku hamil denganku dan menuntut kawin lari. Amit-amit jabang bayi... makanan apa yang sudah kutelan sejak kemarin sampai aku dianggap telah berbuat tak senonoh dengannya. Wah, kalau calon istriku; Hyun Jelita mendengar berita ini, bisa mengamuk habis-habisan padaku!"Dengan sabar dan hati-hati, akhirnya Baraka berhasil membujuk tangis itu hingga menjadi diam. Itupun dilakukan Baraka dengan cara memeluk Dewi Angora dan mengusap-usap kepalanya. Kepala itu bagaikan makin dibenamkan di dada Baraka. Sang gadis rasakan begitu damai hatinya, sehingga tangis pun bisa dihentikan."Apakah kau sudah bosan padaku, Baraka?"Baraka diam saja. Bosan dan tidak, belum pernah dirasakan olehnya, jadi dia bingung menjawabnya. Tetapi untuk mengalihkan percakapan yang akan mendesaknya lagi,
Baraka tersenyum, Hatinya berkata, “Benar dugaanku. Dia pasti tidak percaya dan akan ngotot. Agaknya selama aku berlatih ilmu "Kelana Indra" telah terjadi aesuatu yang aneh di tanah ini."Gadis berbibir ranum itu bangkit dan dekati Baraka dengan pandangannya yang lembut dan bening. Mata Pendekar Kera Sakti sempat menatapnya pula, hatinya berdesir dipandangi oleh gadis secantik Dewi Angora. Desiran hati akan berubah menjadi debar-debar yang menggelisahkan jika Baraka tidak segera buang pandangan ke arah bebatuan ditengah sungai itu."Apa yang terjadi pada dirimu sehingga kau lupa segalanya?"Sulit menjelaskannya bagi Baraka, akhirnya ia hanya berkata, "Aku melangkahi akar keramat, dan aku jadi lupa segalanya!"Dewi Angora manggut-manggut, agaknya ia mau mempercayai kata-kata itu dengan sangat terpaksa, lalu, Dewi Angora berkata, "Suara batuk itu adalah suara batuknya pamanku! Dia orang berilmu tinggi. Dia kakak sulung ayahku, dia sangat saya