"Senior Shu, jika anda masih ingin melanjutkan pertarungan. Maka pedangku telah siap untuk memindahkan kepalamu dari tempatnya!" gertak Chen Xuan dengan nadanya yang sangat dingin. Matanya begitu tajam menatap Shu Yan.
"A-aku ... Aku menyerah!" Shu yan memundurkan tubuhnya dengan wajah tegang penuh ketakutan.
Chen Xuan pun segera menurunkan pedangnya, dan membungkuk memberi hormat kepada Shu Yan.
"Terimakasih atas bimbingannya, Senior Shu," kata Chen Xuan, tersenyum sopan.
"Lain kali aku tidak akan kalah!" Shu Yan mendengus kesal. Dia tidak terima dikalahkan oleh Chen Xuan. Lalu ia pun pergi meninggalkan arena pertarungan.
"Pertandingan pertama dimenangkan oleh Chen Xuan dari Puncak Bambu Hitam, dan lolos ke babak selanjutnya." Tetua Duan Mu mengumumkan hasil pertandingan pertama dengan suara lantang.
Ke delapan murid Puncak Bambu Hitam pun berlari ke arah Chen Xuan. Mereka menyambut Chen Xuan yang sedang menuruni arena pertarungan dengan bangga.
"Adik, itu sangat keren!" puji Wu Ling dengan raut wajah yang begitu berseri-seri.
Plak!
Salah seorang lelaki memukul kepala Chen Xuan dengan pelan. "Sepertinya peringkat murid Puncak Bambu Hitam akan segera berubah!"
Ia tersenyum menatap wajah Chen Xuan. Laki-laki itu adalah Chu Hao— 18 tahun, seorang murid Puncak Bambu Hitam.
Bai Shan berdecih pelan. "Cih, itu sudah pasti, adik Chen jelas lebih kuat darimu!" Ia seorang pemuda berumur 18 tahun.
Plak!
Plak!
Wu Ling memukul Bai Shan dan juga Chu Hao. "Daripada kalian berbicara omong kosong! Lebih baik kalian berlatih, jangan sampai Chen Xuan melangkahi kalian!"
"Baiklah! Baiklah! Aku mengerti itu!" Chu Hao tertawa pendek sembari menggaruk-garuk kepalanya sendiri.
Pandangan Chen Xuan mengarah ke atas panggung. Segera ia pun tersenyum dan melambaikan tangannya kepada gurunya.
Di atas panggung, Zhu Ya tersenyum dengan sangat bangga, lalu ia pun berkata, "Dasar bocah tengik! Hampir saja jantungku terjatuh dari tempatnya!" gumam Zhu ya.
Tetapi, pandangan Chen Xuan segera berkeliling. Dia memperhatikan seluruh area di sekitar halaman dalam Sekte Awan Biru.
Tetapi, ia tidak melihat sosok Hua Yun. Membuat Chen Xuan merasa sangat begitu sedih disaat kemenangan pertamanya. Hua Yun tidak ada untuk sekedar memberikan ucapan selamat padanya.
"Di mana Kakak Yun'er, Senior?" tanya Chen Xuan.
Tetapi, semuanya tidak menjawab, melainkan hanya menekuk wajahnya. Membuat Chen Xuan pun menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal.
"Apa yang kalian sembunyikan dariku? Cepat, katakan!" tekan Chen Xuan menatap mereka menuntut penjelasan.
Namun para seniornya tetap diam, memilih bungkam. Beberapa saat kemudian, Chu Hao akhirnya membuka suara.
"Se-senior Yun ...."
Chu Hao menggantung ucapannya. Ia melirik Wu Ling yang mengangkat kedua bahunya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Chen Xuan menatap satu persatu Kakak seniornya yang membuang wajah ke arah lain.
Chen Xuan pun segera bergegas untuk mencari Hua Yun. Tetapi Wu Ling menghentikan langkah Chen Xuan.
"Adik, sebaiknya kamu tidak perlu mencari Senior Yun!" cegah Wu Ling dengan raut wajah yang tidak enak.
"Senior Wu, jangan hentikan aku!" Chen Xuan bergegas melanjutkan langkahnya.
Menghela nafasnya, Wu Ling pun tidak lagi dapat menahan Chen Xuan. Ia membiarkan Chen Xuan pergi.
"Di mana kamu sebenarnya, Kak Yun?"
Chen Xuan telah berkeliling ke seluruh penjuru Halaman Dalam Sekte Awan Biru. Namun, ia masih belum juga menemukan sosok Hua Yun.
Hingga ia tiba di depan ruangan luas yang sunyi. Pintu tertutup namun tidak rapat. Di dalam, lantainya terbuat dari kayu cokelat mengilap, dengan tirai-tirai yang menutupi beberapa bagian ruangan lain.
"Hm, sepertinya di tempat ini juga tidak ada." ucap Chen Xuan sembari menghela nafasnya. Dia sudah benar-benar merasa bingung harus mencari Hua Yun kemana lagi.
"Shh, pelan-pelan, kak."
Dari dalam ruangan terdengar suara lembut penuh tawa dan cinta.
Chen Xuan yang hendak pergi pun seketika menghentikan langkah kakinya. Ia segera menoleh pada ruangan tersebut.
'Apa aku tidak salah dengar!' Chen Xuan terdiam sesaat, satu tangan memegangi dagunya sendiri. Pandangannya penuh tanda tanya, melihat ke dalam ruangan dari celah pintu yang tidak tertutup rapat.
"Bagaimana jika ada yang tahu, kak!"
Suara lembut seorang wanita yang tampak akrab di telinganya. Membuat jantung Chen Xuan berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ia memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam. Ia membuka pintu dengan pelan, ruangan itu kosong hanya ada tirai merah yang bergerak pelan.
'Aku nggak mungkin salah dengar!'
Chen Xuan semakin melangkah mendekati tirai merah tersebut.
Duk!
Suara benda terjatuh mengejutkan Chen Xuan. Ia yakin bahwa ada seseorang di balik tirai merah. Langkahnya semakin dekat, tangannya terulur membuka tirai tersebut dengan gerakan pelan.
"Luo Tian!"
Chen Xuan berteriak dengan keras. Kedua matanya membola terkejut. Saat melihat pria itu tengah bercumbu mesra dengan Hua Yun di balik tirai.
Chen Xuan dapat menangkap wajah panik Hua Yun yang langsung menutupi bagian dadanya, yang saat itu dalam keadaan tanpa sehelai pun kain yang menutupinya.
Raungan! Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di sebuah hutan yang gelap, di dalam gunung hitam yang kelabu. Namun, mereka harus segera turun dari ketinggian, di saat suara raungan yang menggetarkan hutan terdengar. "Tempat ini tidak sederhana!" kata Chen Xuan, "Berhati-hatilah, Ling'er! Jangan jauh-jauh dariku!" sambung Chen Xuan, ia pun segera menarik tangan Xiao Ling'er. Xiao Ling'er tak berkata sepatah katapun, ia hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Tidak ada kata lain yang dapat menjelaskan Xiao Ling'er saat itu, dalam hatinya, ia hanya merasa bahagia. Tidak perduli suasana apapun yang tengah terjadi, selama ia bersama dengan Chen Xuan, hanya kebahagiaan dan rasa senang yang dapat menggambarkan perasaannya. Seolah-olah, rasa takut, cemas, itu telah lama mati. Chen Xuan pun berjalan memegang tangan Xiao Ling'er yang berjalan di belakangnya. Mereka pun menyusuri hutan, langkah mereka sangat begitu berhati-hati, pandangan Chen Xuan dan juga Xiao Ling'er tidak
Sangkar bunga kristal perlahan memudar. Terlihat Xiao Ling'er yang masih tertidur di atas tubuh Chen Xuan, tetapi pakaiannya masih berantakan. Setelah satu malam mereka melakukan itu, akhirnya pagi hari pun tiba. Chen Xuan nampak tengah mengelus-elus halus rambut hitam Xiao Ling'er yang lurus. "Dasar gadis bodoh!" kata Chen Xuan, tetapi ekspresi wajahnya terlihat bahagia. Ternyata, Xiao Ling'er juga telah bangun. Tetapi ia tidak ingin melepaskan dekapannya terhadap Chen Xuan, bahkan sedikitpun tidak ingin. Ia terus memejamkan matanya, kedua tangannya melilit tubuh Chen Xuan seperti ular. Tapi yang lebih menggodanya, kedua belahan puncak kembarnya yang tertekan di antara dada Chen Xuan. itu benar-benar sempurna. "Ling'er! Bangunlah! Kita harus melanjutkan perjalanan! ucap Chen Xuan, berbisik di telinganya. Akhirnya Xiao Ling'er pun terbangun. Ia pun tersenyum ketika kedua matanya perlahan terbuka, ia menyaksikan Chen Xuan yang nampak sangat senang saat itu. Saat itu, di pagi
Saat itu, Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di tepi sungai. Tetapi seluruh air di sungai sangat begitu aneh, di mana air itu berwarna merah seperti darah. Beberapa kali Xiao Ling'er memastikannya, tetapi di saat ia mencelupkan sebelah tangannya ke dalam air, itu benar-benar darah, bahkan bau amis darah segar masih begitu pekat. "Ini benar-benar darah!" kata Xiao Ling'er, rendah. "Berhati-hatilah, kita harus selalu waspada, Ling'er. Biar bagaimanapun, tempat ini adalah Medan Perang Kuno!" ujar Chen Xuan. Di saat ia berbicara, ia berjalan ke depan, melihat sebuah bukit kelabu di kejauhan. "Ling'er! Bagaimana kondisimu?" Chen Xuan bertanya, tetapi ia tak berani menatap Xiao Ling'er, melainkan berdiri di depannya dengan tubuh yang membelakangi Xiao Ling'er. Xiao Ling'er pun berjalan anggun, hingga ia pun berdiri bersisian di samping Chen Xuan. Dengan cepat Xiao Ling'er pun menggandeng tangan Chen Xuan. Dan ia pun berbicara. "Lumayan, hanya perlu sedikit waktu lagi untuk mem
"Ternyata wanita itu seorang praktisi Raja Tempur bintang 5," Ucap Lan Huo, terkejut. Kedua matanya terbelalak menatap Xiao Ling'er yang tengah berjalan ke depan dengan perlahan. "Li— Ling'er!" panggil Chen Xuan. Sebelah tangannya terangkat, tak ingin Xiao Ling'er mengambil langkah itu. Namun Xiao Ling'er sedikit memalingkan wajah, menoleh ke arah Chen Xuan, ia pun tersenyum tipis lalu berkata, "Tenang saja! Kekasihmu ini bukanlah wanita yang lemah!" ucap Xiao Ling'er, segaris senyuman masih menggantung. Tanpa sadar, Chen Xuan melupakan bara dendam yang membakar dada. Dia menghela nafas panjang, kemudian berbicara, "Selesaikan dengan cepat, Ling'er!" Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Chen Xuan, seolah-olah semangat api pertempuran tiba-tiba berkobar begitu hebat. Xiao Ling'er yang diliputi oleh semangat pertarungan, ia pun segera mengibaskan pedangnya. Dari kibasan pedang itu, membuat duri, duri, kristal es bermunculan, mengeluarkan suara, "Krak! Krak! Krak!" Segera Xiao Li
"Apa maksudnya ini, Xuan?" tanya Bai Shan, sangat begitu kaget. Kedua matanya terbuka lebar-lebar, menatap Chen Xuan dengan penuh rasa bingung. Hua Yun berjalan pelan, setiap langkahnya ragu, satu tangannya terangkat seolah-olah ingin menggapai sesuatu. Dengan raut wajah yang bersedih, Hua Yun pun berbicara, "A— adik! Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi sebenarnya, kenapa kamu berubah seperti ini?" tanya Hua Yun, air matanya menumpuk di pelupuk matanya. "Kau ... jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu lagi!" sahut Chen Xuan dengan nadanya yang sangat dingin. Bahkan ia menunjuk Hua Yun menggunakan pedangnya tanpa ragu. Sikap Chen Xuan membuat Hua Yun sangat begitu bersedih. Bayang-bayang masa lalu kembali terlintas di pikirannya, di mana saat itu Chen Xuan sangat begitu dekat dengan Hua Yun, bahkan seperti seekor anak ayam yang tak ingin lepas dari induknya. Namun, kedekatan itu tidak disadari oleh Hua Yun, bahwa perasaan Chen Xuan terhadapnya berbeda dengan perasaannya terh
"Adik, akhirnya aku menemukanmu!" Hua Yun berbicara sembari menggambar ekspresi wajah bahagia, tetapi ia juga bersedih. Kedua tangannya di kecup di depan perut, kedua matanya sembab, air matanya menumpuk di pelupuk matanya. Namun, Chen Xuan tetap terdiam tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya untuk menjawab Hua Yun. "Adik junior! Syukurlah kau selamat dari kejadian saat itu!" ujar Chu Hao. Satu tangannya terangkat menengah, ia ingin sekali merangkul adik seperguruannya, tetapi dalam hati ia merasa canggung. Chu Hao menyadari bahwa sikap adik seperguruannya tidak sama seperti yang sebelumnya. Tudung jubah hitam bergerak. Di dalam tudung, Chen Xuan menoleh, tetapi tidak terlihat oleh siapapun. Sembari mengibaskan jubah hitamnya, Chen Xuan berjalan, tetapi mulutnya berbicara, "Aku tidak mengenal kalian!" katanya dengan nada yang sangat dingin. Hua Yun, Chu Hao, Bai Shan, dan sisa-sisa murid sekte Awan Biru yang tersisa tak lebih dari tiga puluh orang. Mereka semua ter