"Kesempatan." gumam Chen Xuan sambil menaiki arena. "Aku akan tunjukkan bahwa aku bukan hanya nama di daftar sepuluh besar."
Chen Xuan pun berjalan menaiki arena pertarungan. Di dalam arena, seorang pria tengah berdiri memegang pedangnya.
"Hm, ternyata ini ... seorang murid baru yang dijuluki sebagai Jenius muda Sekte Awan biru, menarik!" cetus orang itu dengan nadanya yang sangat sinis.
Dia adalah Shu Yan— 19 tahun, seorang murid Puncak Api yang sangat sombong.
"Chen Xuan, mohon bimbingan Senior!" ujar Chen Xuan sembari membungkuk memberi hormat.
Di langit, Tetua Duan Mu melayang di udara. Lalu ia pun berbicara, "Pertarungan di mulai!"
Segera setelah Tetua Duan Mu berkata seperti itu, Chen Xuan tanpa ragu mencabut pedangnya. Dia pun bergerak secepat kilat, cahaya biru berkelebat dari pergerakan Chen Xuan yang sangat cepat.
Bahkan semua orang pun sangat begitu terkejut akan kecepatan yang di miliki Chen Xuan.
"Langah petir!" gumam Pemimpin Sekte Awan Biru, Hua Jin. "Tidak aku sangka Zhu Ya mewariskan keterampilan langkah petirnya kepada bocah ini, menarik." ujar Hua Jin dengan membentuk segaris senyuman di bibirnya.
Di atas panggung, Zhu Ya berdiri dengan kedua tangan yang menyilang di dadanya. Dia terdiam, tetapi pandangannya menyaksikan pertarungan Chen Xuan dengan sangat seksama.
"Ternyata Tetua Zhu memiliki murid yang sangat berbakat." seru seorang wanita yang tengah duduk di kursi para Tetua.
Dia adalah Tetua Han Yue— 40 tahun, seorang Tetua Sekte Awan Biru yang memimpin Puncak Petir.
Segera Zhu Ya memalingkan pandangannya, mengarah kepada Tetua Han Yue. Zhu ya tertawa singkat.
"Terimakasih atas sanjungan Tetua Han. Tetapi, murid anda tak kalah hebatnya, bahkan dapat menempati peringkat dua dalam sepuluh murid terbaik Sekte Awan Biru," jawab Zhu Ya dengan raut wajah yang menunjukan rasa bangganya.
"Ah iya, Ling'er telah menjadi muridku sejak dia berusia delapan tahun, pemahamannya dalam seni bela diri cukup bagus, tetapi ada bagusnya juga, masa depan Sekte Awan Biru sepertinya akan sangat cerah." ucap Tetua Han Yue.
Di dalam arena pertarungan, Chen Xuan sangat mendominasi jalannya pertarungan. Menggunakan langkah petirnya, membuat Shu Yan sangat begitu kerepotan untuk mengatasi kecepatan Chen Xuan.
"Dasar bocah tengik, kau terlalu meremehkan aku!" Shu Yan berbicara dengan sangat kesal.
Lalu, Shu Yan pun naik ke langit, ia melayang di udara. Di depannya, pedangnya berputar seperti jarum jam, makin cepat dan semakin cepat berputar.
"Pedang Pemakan Api!" teriak Shu Yan meneriakkan nama jurusnya.
Di langit, satu pedang berubah menjadi sepuluh. Masing-masing pedang diselimuti kobaran api.
Di bawah, Chen Xuan tersenyum penuh semangat, lalu ia pun berkata. "Kemarilah, aku tidak takut!"
Sepuluh pedang melayang di langit. Shu Yan kemudian melesatkan serangannya. "Dasar tidak tahu diri, karna kau yang memaksa, maka matilah!" teriak Shu Yan dengan suara lantang.
Kedua mata Shu Yan terbuka lebar. Dia melotot menatap Chen Xuan dengan niat membunuh yang sangat kuat.
Arena pertarungan berguncang. Teknik Pedang Pemakan Api itu sangat kuat. Membuat permukaan lantai arena pertarungan pun berantakan. Lantai tembok naik ke langit, tetapi sepuluh pedang api turun dari atas menghujani Chen Xuan.
Duar! Duar! Duar!
Ledakan terjadi di arena pertarungan. Membuat arena pertarungan di penuhi asap yang membutakan semua pandangan. Asap itu membumbung tinggi ke langit. Tidak ada yang yakin apakah anak itu masih hidup. Bahkan sang Tetua pun menahan napas.
Di atas panggung, Zhu Ya yang tengah duduk pun sontak berdiri sangat terkejut.
Di tepi arena, semua murid Puncak Bambu Hitam berteriak meneriakkan kata, "Adik!" mereka sangat terkejut dengan ledakan dari serangan Shu Yan yang sangat kuat.
"Xuan ....," kata Zhu Ya dengan begitu khawatir.
Kedua matanya terbelalak menyapu asap tebal yang menyelimuti arena pertarungan. Dia hendak bergerak untuk menyelamatkan muridnya, tetapi Pemimpin Sekte menahannya.
Pandangan Pemimpin Sekte mengarah kepada Zhu Ya, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Hanya menggelengkan kepalanya dan segera memejamkan matanya. Seolah-olah Hua Jin mengetahui akan keadaan Chen Xuan.
Tiba-tiba, dari balik asap tebal itu Chen Xuan melompat tinggi ke langit dengan sekelebat cahaya biru yang sangat cepat.
"Senior Shu! Kau kalah!" Secepat kilat Chen Xuan telah berada tepat di depan Shu Yan. Iya tersenyum dingin menatap sang lawan.
Ujung pedang milik Chen Xuan telah berada tepat di bawah dagu. Bahkan ujung pedang yang tajam itu menempel pada leher Shu Yan.
Membuat tubuh Shu Yan bergetar, matanya melotot melihat pada pedang yang siap untuk mengoyak lehernya.
Semua penonton bersorak akan pertarungan yang sangat begitu mendebarkan. Di atas panggung, Zhu Ya menjatuhkan tubuhnya dan kembali duduk di kursinya. Namun, jelas tergambar raut wajahnya yang sangat senang dengan segaris senyuman di bibirnya.
Raungan! Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di sebuah hutan yang gelap, di dalam gunung hitam yang kelabu. Namun, mereka harus segera turun dari ketinggian, di saat suara raungan yang menggetarkan hutan terdengar. "Tempat ini tidak sederhana!" kata Chen Xuan, "Berhati-hatilah, Ling'er! Jangan jauh-jauh dariku!" sambung Chen Xuan, ia pun segera menarik tangan Xiao Ling'er. Xiao Ling'er tak berkata sepatah katapun, ia hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Tidak ada kata lain yang dapat menjelaskan Xiao Ling'er saat itu, dalam hatinya, ia hanya merasa bahagia. Tidak perduli suasana apapun yang tengah terjadi, selama ia bersama dengan Chen Xuan, hanya kebahagiaan dan rasa senang yang dapat menggambarkan perasaannya. Seolah-olah, rasa takut, cemas, itu telah lama mati. Chen Xuan pun berjalan memegang tangan Xiao Ling'er yang berjalan di belakangnya. Mereka pun menyusuri hutan, langkah mereka sangat begitu berhati-hati, pandangan Chen Xuan dan juga Xiao Ling'er tidak
Sangkar bunga kristal perlahan memudar. Terlihat Xiao Ling'er yang masih tertidur di atas tubuh Chen Xuan, tetapi pakaiannya masih berantakan. Setelah satu malam mereka melakukan itu, akhirnya pagi hari pun tiba. Chen Xuan nampak tengah mengelus-elus halus rambut hitam Xiao Ling'er yang lurus. "Dasar gadis bodoh!" kata Chen Xuan, tetapi ekspresi wajahnya terlihat bahagia. Ternyata, Xiao Ling'er juga telah bangun. Tetapi ia tidak ingin melepaskan dekapannya terhadap Chen Xuan, bahkan sedikitpun tidak ingin. Ia terus memejamkan matanya, kedua tangannya melilit tubuh Chen Xuan seperti ular. Tapi yang lebih menggodanya, kedua belahan puncak kembarnya yang tertekan di antara dada Chen Xuan. itu benar-benar sempurna. "Ling'er! Bangunlah! Kita harus melanjutkan perjalanan! ucap Chen Xuan, berbisik di telinganya. Akhirnya Xiao Ling'er pun terbangun. Ia pun tersenyum ketika kedua matanya perlahan terbuka, ia menyaksikan Chen Xuan yang nampak sangat senang saat itu. Saat itu, di pagi
Saat itu, Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di tepi sungai. Tetapi seluruh air di sungai sangat begitu aneh, di mana air itu berwarna merah seperti darah. Beberapa kali Xiao Ling'er memastikannya, tetapi di saat ia mencelupkan sebelah tangannya ke dalam air, itu benar-benar darah, bahkan bau amis darah segar masih begitu pekat. "Ini benar-benar darah!" kata Xiao Ling'er, rendah. "Berhati-hatilah, kita harus selalu waspada, Ling'er. Biar bagaimanapun, tempat ini adalah Medan Perang Kuno!" ujar Chen Xuan. Di saat ia berbicara, ia berjalan ke depan, melihat sebuah bukit kelabu di kejauhan. "Ling'er! Bagaimana kondisimu?" Chen Xuan bertanya, tetapi ia tak berani menatap Xiao Ling'er, melainkan berdiri di depannya dengan tubuh yang membelakangi Xiao Ling'er. Xiao Ling'er pun berjalan anggun, hingga ia pun berdiri bersisian di samping Chen Xuan. Dengan cepat Xiao Ling'er pun menggandeng tangan Chen Xuan. Dan ia pun berbicara. "Lumayan, hanya perlu sedikit waktu lagi untuk mem
"Ternyata wanita itu seorang praktisi Raja Tempur bintang 5," Ucap Lan Huo, terkejut. Kedua matanya terbelalak menatap Xiao Ling'er yang tengah berjalan ke depan dengan perlahan. "Li— Ling'er!" panggil Chen Xuan. Sebelah tangannya terangkat, tak ingin Xiao Ling'er mengambil langkah itu. Namun Xiao Ling'er sedikit memalingkan wajah, menoleh ke arah Chen Xuan, ia pun tersenyum tipis lalu berkata, "Tenang saja! Kekasihmu ini bukanlah wanita yang lemah!" ucap Xiao Ling'er, segaris senyuman masih menggantung. Tanpa sadar, Chen Xuan melupakan bara dendam yang membakar dada. Dia menghela nafas panjang, kemudian berbicara, "Selesaikan dengan cepat, Ling'er!" Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Chen Xuan, seolah-olah semangat api pertempuran tiba-tiba berkobar begitu hebat. Xiao Ling'er yang diliputi oleh semangat pertarungan, ia pun segera mengibaskan pedangnya. Dari kibasan pedang itu, membuat duri, duri, kristal es bermunculan, mengeluarkan suara, "Krak! Krak! Krak!" Segera Xiao Li
"Apa maksudnya ini, Xuan?" tanya Bai Shan, sangat begitu kaget. Kedua matanya terbuka lebar-lebar, menatap Chen Xuan dengan penuh rasa bingung. Hua Yun berjalan pelan, setiap langkahnya ragu, satu tangannya terangkat seolah-olah ingin menggapai sesuatu. Dengan raut wajah yang bersedih, Hua Yun pun berbicara, "A— adik! Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi sebenarnya, kenapa kamu berubah seperti ini?" tanya Hua Yun, air matanya menumpuk di pelupuk matanya. "Kau ... jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu lagi!" sahut Chen Xuan dengan nadanya yang sangat dingin. Bahkan ia menunjuk Hua Yun menggunakan pedangnya tanpa ragu. Sikap Chen Xuan membuat Hua Yun sangat begitu bersedih. Bayang-bayang masa lalu kembali terlintas di pikirannya, di mana saat itu Chen Xuan sangat begitu dekat dengan Hua Yun, bahkan seperti seekor anak ayam yang tak ingin lepas dari induknya. Namun, kedekatan itu tidak disadari oleh Hua Yun, bahwa perasaan Chen Xuan terhadapnya berbeda dengan perasaannya terh
"Adik, akhirnya aku menemukanmu!" Hua Yun berbicara sembari menggambar ekspresi wajah bahagia, tetapi ia juga bersedih. Kedua tangannya di kecup di depan perut, kedua matanya sembab, air matanya menumpuk di pelupuk matanya. Namun, Chen Xuan tetap terdiam tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya untuk menjawab Hua Yun. "Adik junior! Syukurlah kau selamat dari kejadian saat itu!" ujar Chu Hao. Satu tangannya terangkat menengah, ia ingin sekali merangkul adik seperguruannya, tetapi dalam hati ia merasa canggung. Chu Hao menyadari bahwa sikap adik seperguruannya tidak sama seperti yang sebelumnya. Tudung jubah hitam bergerak. Di dalam tudung, Chen Xuan menoleh, tetapi tidak terlihat oleh siapapun. Sembari mengibaskan jubah hitamnya, Chen Xuan berjalan, tetapi mulutnya berbicara, "Aku tidak mengenal kalian!" katanya dengan nada yang sangat dingin. Hua Yun, Chu Hao, Bai Shan, dan sisa-sisa murid sekte Awan Biru yang tersisa tak lebih dari tiga puluh orang. Mereka semua ter