Mag-log in"Apa yang kalian lakukan?!"
Suara Chen Xuan menggema, keras dan penuh amarah. Matanya melotot, tubuhnya bergetar hebat. Kedua tinjunya mengepal begitu kuat hingga kuku-kukunya menembus telapak tangan. Darah menetes, tapi ia tidak peduli. "A-Adik ... aku bisa jelaskan—" Chen Xuan langsung memotong. "Jelaskan apa?!" Ia menunjuk Hua Yun dengan tangan bergetar. "Kau memalukan." Air mata menumpuk di pelupuk mata. Tapi dia sekuat tenaga menahannya agar tidak terjatuh. Luo Tian melangkah santai, senyum tipis membekukan suasana. "Junior Chen, ada yang salah?" "Dasar bajingan!" maki Chen Xuan. Tangannya berpindah menunjuk Luo Tian, suaranya gemetar karena amarah. "Aku tak mengerti maksudmu." Luo Tian menatap Chen Xuan dengan tenang penuh kesinisan. Senyum tipisnya masih menggantung. Chen Xuan terdiam. Tapi tatapannya menusuk tajam, menyimpan bara yang membakar dada. "Di hari kompetisi, kalian ... melakukan ini?" Suaranya pelan, tapi tajam. "Menjijikkan." Ia berbalik, berjalan cepat meninggalkan ruangan. Air matanya akhirnya jatuh satu-satu. Namun segera ia sapu dengan punggung tangan. "Xuan, tunggu!" teriak Hua Yun. Ia hendak menyusul, tapi tangan Luo Tian menahan. "Biarkan saja." "Tapi ... kalau dia bilang ke ayahku?" Hua Yun menatap Luo Tian dengan takut. Luo Tian berpikir sejenak. "Dia tak akan melakukannya." Hua Yun akhirnya duduk kembali, menghela napas. Wajahnya masih diliputi cemas. *** Chen Xuan berjalan menyusuri koridor. Langkahnya lamban, seperti orang tanpa jiwa. Di tikungan, ia berpapasan dengan Xiao Ling’er dari Puncak Petir. Gadis itu baru saja menyelesaikan pertarungan dan melirik saat Chen Xuan lewat. ‘Dia kenapa?’ Alisnya berkerut. Namun ia mengabaikan, sebab tak mengenal Chen Xuan secara pribadi hanya tahu namanya sebagai saingan kuat. Dari kejauhan, suara familiar memanggil. "Xuan, pertarunganmu dimulai!" Chen Xuan mengangkat kepala. Matanya kosong, tapi ia menjawab, "Baik." Ia naik ke arena. Di seberang, seorang pemuda berdiri dengan tombak panjang di tangan. Wajahnya penuh percaya diri. Dia Luo Ping, murid Puncak Api dan adik Luo Tian. "Pertarungan antara Chen Xuan dari Puncak Bambu Hitam dan Luo Ping dari Puncak Api, dimulai!" Suara Tetua Duan Mu dari udara terdengar lantang. Luo Ping melangkah ke depan. "Saudara Chen, bersiaplah!" Chen Xuan hanya berdiri diam. "Aku beri kau kesempatan menyerah," kata Luo Ping, meremehkan. Raut wajahnya tampak kesal saat diabaikan. Chen Xuan mengangkat kepala perlahan. "Terlalu banyak bicara. Fokuslah bertarung!" Mata Luo Ping melebar. Ia tertawa keras. "Menarik! Kalau begitu, jangan salahkan aku saat kau kalah!" Tapi Chen Xuan tetap diam, pandangannya kosong. Hanya dalam hatinya bersorak dengan keras. "Bunuh! Bunuh! Bocah bermarga Luo ini!" Luo Ping melesat. Tombaknya menghantam bahu kanan Chen Xuan, menembus daging hingga ke belakang. Chen Xuan tidak bereaksi. Tidak meringis. Tidak bersuara. Ia bahkan tak bergerak. Seolah rasa sakit telah mati bersamanya. "Xuan!" teriak Hua Yun dari tepi arena. Matanya membelalak saat melihat Chen Xuan berdiri kaku, tombak menancap di bahunya. "Kenapa dia tidak menghindar?" gumam Xiao Ling'er dari panggung. Tatapannya serius. "Tetua Zhu, ada yang tak beres dengan muridmu," kata Han Yue. Namun Zhu Ya hanya terdiam. Satu tangan menopang dagunya. ‘Apa yang terjadi padamu, Chen Xuan?’ batinnya. Di arena, Luo Ping mencabut tombaknya. Darah muncrat, membasahi wajahnya. Ia mundur selangkah, terdiam, bingung. "Kenapa dia tidak menangkis?" Tanpa menunggu, Luo Ping kembali mengangkat tombak. Dari pinggir arena, Hua Yun menjerit, "Xuan! Menghindar!" Chen Xuan tersentak. Ia menoleh ke arah suara. Tapi yang lebih dulu tertangkap matanya adalah sosok Luo Tian berdiri di samping Hua Yun. Pria itu tersenyum, melambaikan tangan. Mengejek. "Luo Tian..." desis Chen Xuan, giginya mengatup. Pandangannya menyala penuh kebencian. "Xuan! Awas!" seru suara lain. Kali ini bukan dari Hua Yun. Chen Xuan menoleh. Xiao Ling’er berdiri, wajahnya panik. "Ling’er, kau..." kata Han Yue terkejut. Xiao Ling’er segera menunduk. Kedua tangannya dikecup di depan perut. "G-Guru ... bukan seperti yang Anda pikirkan..." Pipinya memerah. Tombak kembali meluncur. Chen Xuan menangkisnya dengan tangan kosong. Ujung tombak menancap ke telapak tangannya, tapi ia tidak bergeming. ‘Adik, bunuh dia!’ Suara Luo Tian menggema dalam kepala Luo Ping lewat telepati. ‘Hoho... jadi begitu.’ senyum sinis terbit di wajah Luo Ping. "Luo Ping, kau adik Luo Tian?" tanya Chen Xuan, masih menahan tombak yang menusuk tangannya. "Benar," jawab Luo Ping bangga. "Aku adik Kak Luo Tian!" Chen Xuan mendengus. "Bagus." Ia mencabut pedangnya. "Chen Xuan ... menyedihkan!" ejek Luo Ping sambil menyilangkan tangan. "Apa maksudmu?" Suara Chen Xuan dingin, penuh tekanan. Dia sempat terkejut mendengarnya. "Seorang sampah sepertimu berharap mendapatkan perhatian dari Kak Hua Yun? Itu mimpi di siang bolong!" Luo pin menatap puas ekspresi wajah Chen Xuan yang semakin mengeras.Wanita cantik berparas dingin menatapnya dalam diam. Tetapi dari sorot matanya memancarkan niat membunuh yang begitu besar, seolah-olah ribuan pedang telah siap untuk menyerangnya. Dalam penuh rasa kebingungan, Chen Xuan pun bangkit dari tempat duduknya yang saat itu tengah duduk di tempat tidur, tetapi pandangannya tak pernah terlepas menatap wanita di hadapannya dengan tatapan waspada. "Di mana gadis itu?" tanya Chen Xuan dengan nadanya yang dingin dan sangat waspada. Tatapannya semakin tajam, bahkan ia pun segera mengeluarkan pedangnya. Tanpa sedikitpun tanda-tanda. Sebuah angin tiba-tiba menghantam pergelangan tangan Chen Xuan, membuat pedangnya pun seketika terlepas dari tangannya dan terjatuh. Saking terkejutnya, pandangannya dengan cepat melihat pedang yang tergelatak di atas lantai keramik hitam, tetapi ia segera kembali memusatkan perhatiannya kepada wanita di depannya. Entah kapan dia bergerak. Wanita itu tiba-tiba telah berada di depan Chen Xuan, bahkan jarak antara
Saat itu, entah apa yang sebenarnya terjadi, Chen Xuan baru saja terbangun, ia pun bangkit kemudian duduk. Tetapi yang anehnya, saat itu ia berada di ruangan yang sangat begitu megah. Duduk di atas tempat tidur dengan kain keemasan, tirai merah emas terdorong ke samping kiri dan kanan, benar-benar seperti tempat tidur seorang ratu. Di dalam ruangan, semuanya tertata rapih, pernak-pernik barang-barang memenuhi setiap dinding kamar yang terbuat dari lapisan batu giok berelemen api. Di tengah ruangan, lampu kristal cukup besar, mengeluarkan cahaya yang sangat terang menerangi seisi ruangan. "Di— di mana ini?" ujar Chen Xuan, sebelah tangannya memegangi kepalanya yang terasa sakit, tetapi kedua bola matanya seketika membola bulat, sangat begitu khawatir di saat ia menyadari Xiao Ling'er yang tak ada di sisinya, "Oh, tidak! Ling'er!" kata Chen Xuan, panik. Krekk! Baru saja Chen Xuan bangkit berdiri dari tempat tidurnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan. Diiringi dengan gaun m
Raungan! Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di sebuah hutan yang gelap, di dalam gunung hitam yang kelabu. Namun, mereka harus segera turun dari ketinggian, di saat suara raungan yang menggetarkan hutan terdengar. "Tempat ini tidak sederhana!" kata Chen Xuan, "Berhati-hatilah, Ling'er! Jangan jauh-jauh dariku!" sambung Chen Xuan, ia pun segera menarik tangan Xiao Ling'er. Xiao Ling'er tak berkata sepatah katapun, ia hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Tidak ada kata lain yang dapat menjelaskan Xiao Ling'er saat itu, dalam hatinya, ia hanya merasa bahagia. Tidak perduli suasana apapun yang tengah terjadi, selama ia bersama dengan Chen Xuan, hanya kebahagiaan dan rasa senang yang dapat menggambarkan perasaannya. Seolah-olah, rasa takut, cemas, itu telah lama mati. Chen Xuan pun berjalan memegang tangan Xiao Ling'er yang berjalan di belakangnya. Mereka pun menyusuri hutan, langkah mereka sangat begitu berhati-hati, pandangan Chen Xuan dan juga Xiao Ling'er tidak
Sangkar bunga kristal perlahan memudar. Terlihat Xiao Ling'er yang masih tertidur di atas tubuh Chen Xuan, tetapi pakaiannya masih berantakan. Setelah satu malam mereka melakukan itu, akhirnya pagi hari pun tiba. Chen Xuan nampak tengah mengelus-elus halus rambut hitam Xiao Ling'er yang lurus. "Dasar gadis bodoh!" kata Chen Xuan, tetapi ekspresi wajahnya terlihat bahagia. Ternyata, Xiao Ling'er juga telah bangun. Tetapi ia tidak ingin melepaskan dekapannya terhadap Chen Xuan, bahkan sedikitpun tidak ingin. Ia terus memejamkan matanya, kedua tangannya melilit tubuh Chen Xuan seperti ular. Tapi yang lebih menggodanya, kedua belahan puncak kembarnya yang tertekan di antara dada Chen Xuan. itu benar-benar sempurna. "Ling'er! Bangunlah! Kita harus melanjutkan perjalanan! ucap Chen Xuan, berbisik di telinganya. Akhirnya Xiao Ling'er pun terbangun. Ia pun tersenyum ketika kedua matanya perlahan terbuka, ia menyaksikan Chen Xuan yang nampak sangat senang saat itu. Saat itu, di pagi
Saat itu, Chen Xuan bersama Xiao Ling'er pun tiba di tepi sungai. Tetapi seluruh air di sungai sangat begitu aneh, di mana air itu berwarna merah seperti darah. Beberapa kali Xiao Ling'er memastikannya, tetapi di saat ia mencelupkan sebelah tangannya ke dalam air, itu benar-benar darah, bahkan bau amis darah segar masih begitu pekat. "Ini benar-benar darah!" kata Xiao Ling'er, rendah. "Berhati-hatilah, kita harus selalu waspada, Ling'er. Biar bagaimanapun, tempat ini adalah Medan Perang Kuno!" ujar Chen Xuan. Di saat ia berbicara, ia berjalan ke depan, melihat sebuah bukit kelabu di kejauhan. "Ling'er! Bagaimana kondisimu?" Chen Xuan bertanya, tetapi ia tak berani menatap Xiao Ling'er, melainkan berdiri di depannya dengan tubuh yang membelakangi Xiao Ling'er. Xiao Ling'er pun berjalan anggun, hingga ia pun berdiri bersisian di samping Chen Xuan. Dengan cepat Xiao Ling'er pun menggandeng tangan Chen Xuan. Dan ia pun berbicara. "Lumayan, hanya perlu sedikit waktu lagi untuk mem
"Ternyata wanita itu seorang praktisi Raja Tempur bintang 5," Ucap Lan Huo, terkejut. Kedua matanya terbelalak menatap Xiao Ling'er yang tengah berjalan ke depan dengan perlahan. "Li— Ling'er!" panggil Chen Xuan. Sebelah tangannya terangkat, tak ingin Xiao Ling'er mengambil langkah itu. Namun Xiao Ling'er sedikit memalingkan wajah, menoleh ke arah Chen Xuan, ia pun tersenyum tipis lalu berkata, "Tenang saja! Kekasihmu ini bukanlah wanita yang lemah!" ucap Xiao Ling'er, segaris senyuman masih menggantung. Tanpa sadar, Chen Xuan melupakan bara dendam yang membakar dada. Dia menghela nafas panjang, kemudian berbicara, "Selesaikan dengan cepat, Ling'er!" Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Chen Xuan, seolah-olah semangat api pertempuran tiba-tiba berkobar begitu hebat. Xiao Ling'er yang diliputi oleh semangat pertarungan, ia pun segera mengibaskan pedangnya. Dari kibasan pedang itu, membuat duri, duri, kristal es bermunculan, mengeluarkan suara, "Krak! Krak! Krak!" Segera Xiao Li







