"Senior Ling'er! Apakah anda mempunyai urusan denganku?" tanya Chen Xuan.
Angin berembus lebih kencang, menerbangkan rambut hitam panjang Xiao Ling'er. Matahari bersinar terik, membakar kulit siapapun yang berdiri di bawahnya.
Xiao Ling'er tersenyum tipis. "Ahh, tidak. Aku hanya sedikit kagum dengan pertarunganmu, Xuan."
Chen Xuan menunduk sopan, bibirnya melengkung ringan. "Terima kasih, Senior."
Xiao Ling'er merogoh saku jubahnya, lalu mengulurkan sesuatu. Sebuah manisan labu.
"Ambillah," katanya lembut.
Chen Xuan menatap manisan itu sejenak, lalu menerimanya dengan kedua tangan. Ia kembali tersenyum, seolah sejenak melupakan keluh-kesah yang menyesaki dadanya.
"Terima kasih, senior." Suara Chen Xuan terdengar tulus.
"Hm, bukan apa-apa. Oh ya, bisakah kamu menemaniku sebentar saja?" tanya Xiao Ling'er.
Xiao Ling'er dikenal sebagai wanita dingin tanpa ekspresi. Namun kali ini, tubuhnya condong ke depan, tangan di belakang punggung, manisan labu di genggaman. Ia menatap Chen Xuan dari bawah, wajahnya lembut dan bersinar.
"A-aku ...." Chen Xuan tampak ragu menatap Xiao Ling'er.
Namun sebelum selesai bicara, Xiao Ling'er menggenggam tangannya dan menariknya pergi. Chen Xuan yang tak siap nyaris tersandung.
"Senior Ling'er, kita mau ke mana?" tanya Chen Xuan dengan wajah memerah.
Banyak pasang mata para murid di halaman Sekte Awan Biru memperhatikan mereka. Langkah kaki mereka diikuti dengan bisikan pelan dari beberapa orang di sana.
"Apakah itu Xiao Ling'er?" tanya Bai Shan tak percaya.
"Ya, itu dia. Gadis tanpa ekspresi dari Puncak Petir!" sahut Wu Ling, tak kalah terkejut dengan Bai Shan.
Hua Yun hanya bisa menggertakkan gigi. 'Sejak kapan mereka sedekat itu?!'
Di bagian belakang Sekte, terdapat area hiburan bagi para murid. Pasar kecil yang menjual makanan, senjata, pakaian, pil, bahkan tempat pemandian dan hiburan lainnya.
Xiao Ling'er menggandeng Chen Xuan ke sana. Keduanya melangkah bersisihan dengan wajah Xiao Ling'er yang terlihat ceria. Sedangkan Chen Xuan masih terlihat bingung.
"Nah, kita sudah sampai!" serunya riang.
Keramaian menyambut mereka. Tawa, musik, dan aroma makanan memenuhi udara. Keduanya memperhatikan sekitar dengan senyum senang.
"Ayo kita ke sana!" Xiao Ling'er menarik Chen Xuan ke sebuah arena permainan panah.
Chen Xuan tak menolak. Mereka mencoba permainan memanah, dan Chen Xuan berhasil memenangkan sebuah boneka kecil berbentuk kelinci giok.
"Hore! Aku pasti menyimpannya dengan baik!" kata Xiao Ling'er, melompat kecil penuh bahagia. Dia memeluk boneka tersebut dengan erat.
"Jangan sampai rusak, ya! Boneka itu sebagai kenang-kenangan kita!" Chen Xuan menatap gadis di depannya dengan senyum menggoda.
Keduanya tertawa bersama, menikmati suasana yang terasa seperti dunia hanya milik mereka. Mereka mencicipi makanan ringan, makan malam bersama di kedai kecil, dan bahkan iseng mengikuti lomba melukis.
"Tidak, jangan mendekat!" seru Xiao Ling'er dengan wajah tegang. Saat Chen Xuan mengacungkan kuas cat padanya.
Chen Xuan tertawa puas melihat ekspresi gadis itu. "Ling'er, kalau aku pasangkan gambar kura-kura kecil pada pipimu pasti terlihat lucu!"
"Tidak mau!" jerit Xiao Ling'er, berlari menghindar. Chen Xuan mengejarnya sambil tertawa.
Hari itu terasa sempurna. Keduanya menghabiskan waktu bersama cukup lama dengan bahagia. Seolah mereka merupakan sepasang sahabat yang begitu dekat.
Matahari terbenam mulai menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat. Dari atas Puncak Awan, puncak bukit tertinggi di Gunung Nirwana. Tempat di mana Sekte Awan Biru berdiri. Laut di sebelah barat terlihat samar, hingga sinar matahari pun benar-benar menghilang. Tergantikan oleh kegelapan malam yang ditaburi oleh berbintang.
"Tidak disangka waktu berjalan begitu cepat," gumam Xiao Ling'er.
Mereka duduk di bangku taman yang dipenuhi bunga. Kepala mereka menengadah menatap bintang-bintang yang mulai bermunculan. Kelelahan menghiasi wajah keduanya.
"Kenapa kamu tiba-tiba mengajaku untuk bersenang-senang, Senior Ling'er?" tanya Chen Xuan, menatap langit.
Xiao Ling'er memalingkan pandangan ke arah Chen Xuan. "A-aku juga tidak tahu."
Chen Xuan tertawa kecil. "Padahal kita tak saling kenal sebelumnya. Siang tadi pertama kalinya kita berinteraksi!"
"Tapi terima kasih. Aku benar-benar menikmati hari ini," lanjutnya dengan perasaan senang.
Xiao Ling'er berhasil membuat dirinya melupakan kejadian siang tadi. Di mana dirinya melihat Hua Yun dengan bercumbu mesra bersama Luo Tian.
Xiao Ling'er kembali bersandar, matanya menerawang langit malam. "Oh ya, Xuan. Besok aku adalah lawanmu di kompetisi Puncak Gunung."
Chen Xuan terkejut, wajahnya kaku seketika. Dia menoleh pada gadis di sampingnya. "Sepertinya aku akan tersingkir cepat dari kompetisi."
"Bagaimana kalau kita makan malam bersama dulu malam ini?" tawar Xiao Ling'er, dia mengabaikan ucapan Chen Xuan.
"Itu ide yang bagus," sahut Chen Xuan, dengan antusias.
Xiao Ling'er berdiri, menarik tangannya. "Ayo! Aku tahu tempat makan yang enak."
Mereka sampai di restoran megah, ramai di lantai pertama. Xiao Ling'er memesan ruang khusus di lantai lima, tempat eksklusif untuk murid-murid elite.
Suasana di lantai lima sangat tenang. Mereka memasuki ruangan yang hangat dan tertutup tirai bambu. Beberapa murid tampak makan dalam diam.
"Wah, dari sini kita bisa melihat halaman Sekte ketika malam hari," ujar Chen Xuan, dengan takjub.
Namun sebelum Xiao Ling'er sempat menanggapi, ekspresinya berubah kaku. Ia merasakan aura menakutkan dari ruangan sebelah.
"Chen Xuan, apa kau merasakan hal aneh?"
Chen Xuan terdiam seolah-olah ia tidak mendengar ucapan gadis di depannya.
"Tetua Zhu, kenapa kau menyembunyikannya dariku!" ucap Hua Jin dengan sangat marah."Ranah ekstrim? Mohon maaf Ketua, aku juga tidak tahu sama sekali!" jawab Zhu Ya.Ledakan!Petir menyambar dengan sangat dahsyat, menghujani lapangan Halaman Dalam dengan guntur. Awan menjadi begitu gelap, membawakan suasana yang begitu mencekik.Awan kelabu membuat pusaran di langit. Pusaran besar, semakin kecil dan semakin kecil lagi. Gemuruh guntur menyayat hati, cahaya kilat menyala-nyala di balik awan kelabu."Ada apa ini?" ujar Luo Tian. Pandangannya terangkat tinggi menatap langit, kedua matanya terbuka lebar, perasaannya di penuhi rasa cemas.Tetua Puncak Teratai, Hao Xiong maju selangkah ke depan. "Petir ini ... ini seperti petaka guntur surgawi!" kata Tetua Hao Xiong dengan sangat serius. Kedua matanya menatap gemuruh guntur yang cahayanya menyala-nyala di balik awan kelabu."Petaka guntur surgawi! Ba— bagaimana mungkin!" ucap Tetua Han Yue dengan sangat begitu terkejut.Bahkan setelah petir
'Pergilah, beri pelajaran bocah tak tahu diri itu!' kata Duan Mu kepada Luo Tian menggunakan teknik telepatinya.Luo Tian tersenyum, 'Baik Guru!' jawab Luo Tian. Kedua matanya menatap Chen Xuan dengan tajam.Namun, cahaya biru berkelebat di langit. Chen Xuan melesat menggunakan langkah kilatnya, ia pun seketika telah berada tepat di samping Luo Tian. Tetapi, di saat ia menghunuskan pedangnya kepada Luo Tian. Pergerakannya disadari oleh tetua Duan Mu.Dengan cepat Tetua Duan Mu pun menghentikan aksi Chen Xuan.Tring!Benturan dua bilah pedang yang begitu nyaring. Membuat semua orang begitu terkejut atas serangan tiba-tiba yang di lancarkan oleh Chen Xuan."Xuan, apa yang kau lakukan!" teriak Zhu Ya dari atas panggung. Sangat begitu kaget.Wajah Hua Yun seolah-olah terbangun, kedua matanya terbuka lebar, sangat terkejut. "Ada apa dengan Chen Xuan ... apakah dia ....!"Saat itu, Hua Yun telah menyadari perasaan Chen Xuan terhadapnya. Di mulai dari perubahan sikap Chen Xuan terhadap Hua Y
"Omong kosong!" teriak Duan Mu dengan suaranya yang lantang, "Atas dasar apa dia menerima Pedang Dewa Petir, jika kau tidak menginginkan pedang itu, berikan saja kepada muridku, Luo Tian!" kata Duan Mu sangat kesal.Tetua Han Yue pun berbicara, "Ling'er, apakah kamu yakin?" tanya Tetua Han Yue. Ketika ia berbicara, ia sedikit memiringkan kepalanya, nampak bertanya dengan sangat serius.Suasana di tempat itu seketika menjadi kacau. Semua orang saling berbicara satu sama lain, merasa Xiao Ling'er terlalu melebih-lebihkan."Dia kalah dari senior Ling'er, bagaimana mungkin bocah itu memenuhi syarat untuk mendapatkan Pedang Dewa." kata seorang murid Sekte Awan Biru."Ya, kamu benar, bocah itu terlalu lemah untuk mendapatkan pedang dewa!"Namun, Xiao Ling'er kembali berkata, "Aku benar-benar telah membulatkan keinginanku, di dalam hidup ini aku hanya akan satu kali memilih seorang laki-laki, dan Chen Xuan adalah pilihanku." tegas Xiao Ling'er sembari mengibaskan gaun putihnya."Se— senior L
"Yun'er, Xuan, ayo kita berangkat!" ajak Zhu Ya.Dua hari telah berlalu, dan hari ini adalah hari di mana penyerahan hadiah juara kompetisi Puncak Gunung, dan gelar sepuluh murid terbaik Sekte Awan Biru akan di laksanakan.Zhu Ya, sebagai tetua dari salah satu puncak Gunung tentu harus menghadiri upacara penyerahan hadiah dan gelar tersebut. Tetapi ia tidak berangkat sendirian, ia di temani oleh Chen Xuan dan juga Hua Yun. Zhu Ya pun membawa Chen Xuan dan juga Hua Yun terbang di udara.Halaman depan Sekte Awan Biru yang berada di Puncak Awan penuh sesak. Semua orang telah berkumpul di halaman. Di atas panggung, sembilan murid terbaik telah berkumpul, dan yang terakhir adalah Hua Yun, yang berhasil menjadi peringkat delapan murid terbaik tahun ini."Lihat, Senior Hua Yun sudah datang!" ucap salah satu murid Sekte Awan Biru. Menunjuk Hua Yun yang baru saja tiba dan mendarat di halaman depan Sekte Awan Biru, dengan penuh kharisma dan kecantikannya.Suasana yang sangat meriah, semua orang
"Kau sudah bangun, Xuan!" kata Zhu Ya. Baru saja datang ke kamar tempat Chen Xuan berada.Kedatangannya membuat Chen Xuan, Chen Ling, dan juga Fan Hao mengangkat kepalanya. Kemudian mereka menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Zhu Ya."Guru!" kata Chen Xuan."Hm, baguslah kamu sudah bangun, tapi ...." kata Zhu Ya menggantung ucapannya. Ia segera memalingkan pandangannya kepada Fan Hao dan Juga Chen Ling."Apakah benar yang di katakan dua saudara kecil ini tentang Tetua Duan Mu?" tanya Zhu Ya sangat serius.Fan Hao dan juga Chen Ling pun kembali membungkuk, kemudian Fan Hao berkata, "Benar Tetua Zhu, aku memergoki tetua Duan Mu tengah berbicara dengan sosok misterius. Tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka bicarakan, aku hanya mendengar samar tentang pembantaian Desa Embun Pagi." kata Fan Hao menjelaskan.'Hm, pada saat pertemuan semua tetua Puncak Gunung, Tetua Duan Mu memang tidak ikut dalam pertemuan tersebut, apakah dia benar-benar bersangkutan dengan tragedi Desa E
"Hua Yun!" ucap Chen Xuan. Ia begitu terkejut, tetapi nada bicaranya masih rendah dan lemah.Hua Yun menangis tersedu-sedu sembari memeluk Chen Xuan, "Syukurlah kamu telah sadarkan diri, adik." kata Hua Yun.Namun, Chen Xuan hanya bungkam dalam diam, bahkan membuang wajah ke samping. Di dalam hatinya, ia sangat merasa senang atas kehadiran Hua Yun, merasa senang karna Hua Yun masih memperdulikannya, perasaan itu masih melekat di dalam hatinya.Namun, ketika ia melihat Hua Yun, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi, disaat ia mengingat ketika Hua Yun mengatakan bahwa Luo Tian adalah kekasihnya.Hua Yun melepaskan pelukannya, "Adik, kamu ... sejak kapan kamu berani memanggil aku seperti itu?!" tanya Hua Yun dengan kesal. Tatapannya tajam, kedua tangan menyilang di bawah dua puncak kembarnya yang menjulang tinggi."Ahh, tidak ... Aku ...." Chen Xuan menggantung ucapannya.Hua Yun segera memotong perkataan Chen Xuan, "Sepertinya ada yang salah denganmu, adik!" kata Hua Yun. Ia memegang kepa