Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Gila / 10. Duel Dua Orang Jenderal

Share

10. Duel Dua Orang Jenderal

Penulis: DN KIYAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-15 11:08:42

Di saat pasukan Xu Jian mendaki tebing untuk menyerbu dan hanya mendapati markas kosong, dari kejauhan, api menyala dari arah lain. Itu bukan tanda kemenangan, melainkan bencana yang datang.

Markas Xu Jian sendiri kini berguncang oleh teriakan dan denting senjata yang saling beradu.

Dua puluh orang Serigala Hitam menerobos bagai badai malam. Tubuh mereka hitam pekat, gerakan mereka cepat, pedang dan tombak menebas tanpa ampun.

Di area kemah utama mereka menebar kekacauan, membakar tenda-tenda, melemparkan panah api, dan menghabisi setiap penjaga yang berlari panik.

Seratus prajurit yang menjaga markas kocar-kacir. Formasi mereka porak-poranda, sebagian mati konyol sebelum sempat menarik pedang. Teriakan campur aduk memenuhi udara, antara amarah, panik, dan putus asa.

Dalam kekacauan itu ada sepasang serigala kembar yang menerobos kerumunan pasukan Xu Jian bagai membelah lautan.

Wu Ling terus merangsek di depan menebas siapapun dengan pedang pendeknya. Adik perempuannya, Wu Lan bergerak jauh lebih lincah dan nampak lebih beringas lagi.

"Hiaaah!"

Sang Serigala Cantik itu bergerak di belakang sambil melesat zigzag ke kiri dan ke kanan. Dia membantai habis semua musuh dengan cakar bajanya yang berkilat dan kini merah basah oleh darah.

Di tengah Serigala Kembar berlari Panglima Cao Yun. Bertiga, mereka menerobos sampai tiba di kemah utama di mana Jenderal Xu Jian berada.

Xu Jian sedang berdiri tegak, menunggu dengan mata merah membara. Dia hanya mampu terdiam melihat para perwira yang bersamanya dibantai habis dalam sekejap oleh Wu bersaudara.

“Cao Yun …!” suara Xu Jian serak namun penuh racun, tangannya menghunus pedang panjang, “Jadi ini rencanamu. Membunuhku layaknya pencuri di malam hari?”

Cao Yun tersenyum tipis, sorot matanya tetap menatap bening seakan tidak terjadi apa-apa.

"Selama ini, kau ahli memburu kan, Jenderal? Bagaimana rasanya kali ini menjadi pihak yang di buru?"

Wu Ling dan Wu Lan sudah bersiap di sisi kanan-kirinya. Suasana di dalam kemah tegang, denting senjata di luar hanya jadi gema samar di dalam tenda yang mewah dan super tebal itu.

Xu Jian melangkah maju, wajahnya mengguratkan kebencian. “Bagus… kalau begitu, mari kita lihat siapa di antara kita yang pantas disebut sebagai Jenderal!”

Dua bilah pedangpun beradu, dentingannya bagai menusuk udara, menandai awal duel maut di jantung perkemahan.

Pedang panjang Xu Jian menyambar deras, bagai kilat membelah malam. Wu Ling dan Wu Lan serentak maju, namun Cao Yun mengangkat tangan menahan mereka.

“Dia milikku!”

"Hahah!" Xu Jian tertawa pendek tapi lebih terdengar sebagai bentakan.

Dirinya kalah dalam adu taktik dan strategi. Lalu kali ini Jenderal muda itu ingin menumbangkannya dalam duel.

'Sampai sejauh mana Jenderal kemarin sore ini mau mempermalukanku?', Xu Jian membatin.

Raut wajah maupun tatapan dingin Xu Jian sirna sudah. Kali ini tatapannya membara penuh emosi dan amarah.

Wu Ling dan Wu Lan mundur beberapa langkah, menjaga sisi, sementara mata mereka menonton duel antar Jenderal itu dengan sikap awas di sekelilingnya.

Tebasan pertama Xu Jian menghantam keras, membuat percikan logam beterbangan. Kekuatan lengannya seperti palu baja, setiap ayunan menumbuk dengan niat membunuh.

Cao Yun bertahan tenang, gerakan pedangnya ramping, mengalir lincah menangkis tiap serangan.

“Begitu saja kau disebut jenderal yang ditakuti?” ejek Xu Jian, suaranya menggelegar, pedangnya menebas berulang tanpa jeda.

Cao Yun tidak menjawab. Tatapannya tetap bening dan tenang, seperti elang yang menunggu mangsa kelelahan.

Hal itu membuat Xu Jian makin emosi dan beringas melancarkan serangan-serangannya.

"Haaaahh!"

Wajah Xu Jian kini basah oleh keringat. Pedangnya berayun semakin brutal, mencoba mematahkan pertahanan Cao Yun.

Namun setiap serangan justru menguras tenaganya sendiri.

Cao Yun menangkis sekali lagi, lalu berputar cepat, pedangnya meluncur rendah menebas ke arah pinggang Xu Jian. Jenderal itu mundur terburu-buru, nyaris kehilangan keseimbangan.

Xu Jian menggeram dengan dada naik turun. 'Kecepatan si cecunguk ini lebih menyebalkan dari kabar yang kudengar,' Xu Jian membatin.

Cao Yun melihat celah.

Mereka kembali beradu. Kali ini, Cao Yun maju menyerang. Tebasan pedangnya menyambar kiri-kanan, dengan tebasan-tebasan mematikan, memaksa Xu Jian mundur. Bilah logam beradu, suara dentingnya menusuk telinga.

Cao Yun menutup celah dengan langkah panjang. Dalam satu kilatan, bilah pedangnya menebas lurus, menghantam pedang Xu Jian yang sudah lambat. Suara keras memecah udara. Pedang Xu Jian terpental dari genggamannya.

Sebelum Xu Jian sempat bereaksi, ujung pedang Cao Yun sudah menempel di dada.

Wajah Xu Jian menegang, matanya membelalak. Sesaat ia ingin bicara, tapi Cao Yun tak memberinya kesempatan. Bilah pedang menembus dadanya, darah menyembur hangat.

Xu Jian terhuyung, tangannya berusaha meraih pundak Cao Yun, namun yang keluar hanya desis lirih. Tubuhnya roboh, darah mengalir membasahi tanah kemah nan mewah itu.

Cao Yun menarik pedangnya tanpa ekspresi, lalu mengibaskan darah dari bilahnya. Wu Ling dan Wu Lan hanya memberikan ekspresi datar, sama sekali tidak terkejut dengan kemenangan Sang Jenderal.

Di luar, pasukan penjaga markas yang tersisa berteriak ngeri ketika melihat Xu Jian jatuh. Semangat mereka runtuh seketika, berubah menjadi kepanikan.

“Jenderal Xu Jian telah tewas!” teriak seorang Serigala Hitam lantang, mengguncang semangat lawan.

Teriakan itu bagai petir di tengah pertempuran. Seratus penjaga markas yang tersisa kehilangan arah, sebagian melempar senjata, sebagian kabur menembus api, hanya untuk ditebas oleh Serigala Hitam yang mengintai.

Cao Yun berdiri dengan mata bening dan raut wajah datar melihat Xu Jian mendekati napas terakhirnya.

Namun, Xu Jian masih sempat menyeringai sambil mengerang "Heheh ..., kau pikir ..., kau sudah menang ..."

Itulah kata-kata terakhir Xu Jian sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

Jenderal Cao Yun sempat terdiam sesaat mendengar kalimat terakhir Jenderal musuh. Entah mengapa dia merasakan firasat buruk.

Cao Yun memandang ke sekeliling dalam tenda yang kacau balau akibat pertempuran. Pandangannya lalu menumbuk sebuah peta yang tergeletak begitu saja.

Sang Jenderal berlutut dan membukanya dan tiba-tiba, pandangan beningnya hilang berganti sorot mata melotot. Rahangnya menggembung.

Di peta itu terdapat tanda merah di bagian wilayah utara.

Cao Yun tidak menyangka kalau rencananya untuk Pangeran Shen Liang bisa terbaca oleh Xu Jian.

Rupanya julukan Xu Jian sebagai Jenderal Pemburu bukan pepesan kosong.

"Ada apa, Jenderal?" tanya Wu Ling karena penasaran setelah membaca raut muka atasannya.

"Wu Ling! Wu Lan! Kita harus menyusul Pangeran sekarang juga! Pangeran dalam bahaya ...!"

*****

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Gila   24. Sosok Qi Liar

    “Mei Lan! Seranganmu terlalu dangkal!” teriak Cao Yun sambil menahan gempuran pedang naga Shen Liang yang hampir merobek pundaknya. Suara benturan logam menggema keras, percikan cahaya Qi liar beterbangan ke udara. Formasi Bintang bukan hanya soal posisi. Itu tarian maut, di mana tiap langkah dan tiap tebasan harus seirama, setara, tanpa keraguan sedikit pun. Satu orang goyah, seluruh formasi bisa runtuh. Mei Lan menggertakkan giginya. Dadanya naik-turun, keringat bercampur darah menetes dari pelipis. Dirinya sadar jenderal Cao Yun benar. Belatinya terlalu ringan, terlalu hati-hati. Ada keraguan di tangannya setiap kali bilahnya hampir menusuk tubuh Shen Liang. “Maaf, Jenderal…” suaranya nyaris tak terdengar, tapi sorot matanya mulai mengeras. Cao Yun menekan pedangnya, lalu berteriak lantang: “Serigala! Serang!” Wu Ling dan Wu Lan langsung melesat bagai bayangan hitam. Wu Ling menusuk dengan pedang pendeknya beruntun, kilatan baja berdesir seperti hujan rintik. Wu Lan

  • Pendekar Pedang Gila   23. Ritual Penyegelan

    Mo Tian menatap tajam pedang pusaka berkepala naga itu. Jemarinya yang kurus tapi bertenaga menyentuh permukaan bilahnya, seakan mencoba membaca jejak waktu dari dingin logam tersebut.“Sejak kapan Pangeran memegang pedang ini?" “Murid tidak tahu pasti, Guru. Hamba hanya melihat pedang itu selalu ada di sisinya.”Mei Lan ikut menyambung, “Seingatku… sejak hari aku pertama kali menemuinya.""Saat itu istana sudah dilalap api kudeta. Pangeran Shen Liang lolos dengan luka-luka parah, tapi pedang ini tergenggam erat di tangannya. Sejak hari itu, pedang ini tak pernah lepas darinya.”Mo Tian mengangguk tipis, seolah-olah jawaban itu meneguhkan kecurigaannya. Matanya memicing menatap Shen Liang yang terbaring, lalu kembali pada bilah pusaka yang memantulkan cahaya temaram gua.“Qi Liar ini memang telah berakar dalam tubuhnya,” gumamnya pelan, “namun terasa baru". "Biasanya Qi yang berakar sudah bersemayam puluhan bahkan ratusan tahun dalam garis darah pemiliknya. Tapi kasus Pangeran ini b

  • Pendekar Pedang Gila   22. Qi Liar

    Wu Ling hanya terdiam, keringat dingin merembes di pelipisnya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya: apakah sosok di depan mereka punya lebih dari satu wujud? Atau suara di luar tadi hanyalah dari kekuatan anehnya?Kalau ternyata itu memang kekuatannya, orang tua di hadapan mereka ini, tentu tak terukur kesaktiannya.Sosok tua berjubah putih itu membuka matanya perlahan. Sepasang mata yang jernih, setenang dan sedalam danau gunung, menatap mereka semua. Dalam tatapan itu, Wu bersaudara dan Mei Lan merasa seperti seluruh tubuh mereka bisa dibaca hingga ke tulang.Hening menekan. Hanya suara gemericik air terjun kecil yang mengisi udara.Cao Yun melangkah maju, lalu berlutut kembali dengan kedua tangan merapat di depan dada. Suaranya dalam, seperti penuh penyesalan.“Guru, murid menghaturkan beribu maaf karena telah berani melanggar perintahmu. Guru sudah melarangku menginjakkan kaki di gunung ini lagi … tapi keadaan memaksa. Murid merasa tak punya pilihan lain.”Orang tua berjubah putih i

  • Pendekar Pedang Gila   21. Roh Gunung Penyesalan

    "Justru karena di sini berbahaya, maka tempat ini paling aman untuk bersembunyi," jawab Cao Yun pada Wu Lan dengan pandangan berbinar."Lagipula, kaliankan Pasukan Serigala yang bergerak bagaikan kilat. Membunuh dengan cepat. Hantu mana yang berani menggangu kalian?""Tch," Wu Lan hanya mendengus singkat mendengar jawaban Jenderal Cao Yun.Tentu saja Wu Lan tak takut dengan manusia. Entah berapa liter darah yang pernah mampir di senjata cakar besinyaTapi kalau lawannya makhluk antah berantah, hantu, dedemit atau semacamnya, bahkan dirinya si ratu Serigala paling buas, tidak yakin kalau cakarnya bisa banyak berguna.Wu Ling dan Mei Lan hanya menahan tawa melihat kontradiksi seorang Perwira Pasukan Serigala Hitam bernama Wu Lan. Kejam, beringas, berdarah dingin tapi takut hantu.Pendakian panjang akhirnya membawa mereka tiba di puncak. Kabut yang tebal perlahan tersibak, menyingkap sebuah dataran luas.Di tengah puncak itu terbentang lapangan alami yang dikelilingi ngarai-ngarai raksas

  • Pendekar Pedang Gila   20. Berbelok ke Barat

    Seminggu kemudian. Kabut pagi masih menggantung di sekitar desa kecil itu. Embun terasa segar membasahi halaman bambu di belakang rumah Guo Shan. Wu Lan bergerak cepat, cakarnya berkelebat, menyambar ke arah Mei Lan. Tapi Serigala Kecil itu memiringkan tubuhnya lincah, kaki kirinya menjejak tanah dan tubuhnya berputar, menangkis serangan dengan kedua belatinya. Trang! Bunyi senjata beradu nyaring. Mei Lan terdorong dua langkah ke belakang, bahunya naik-turun menahan nafas, wajahnya pucat namun matanya bersinar penuh semangat. “Heheh …, belum pulih sepenuhnya, tapi gerakanmu lumayan cepat,” ujar Wu Lan, sudut bibirnya terangkat. Mei Lan mengusap keringat di pelipisnya dan menyeringai tipis. “Aku tidak bisa berlama-lama lemah. Kita masih dalam pengejaran.” Jenderal Cao Yun dan Wu Ling berkelebat muncul dari arah hutan Wu Lan dan Mei Lan serempak langsung menunduk hormat. “Jenderal!” Cao Yun berjalan mendekat, tatapannya menyapu singkat lalu berhenti pada wajah Mei Lan.

  • Pendekar Pedang Gila   19. Tanpa Rencana

    Shen… Liang…” suara Mei Lan yang lemah menembus kabut darah dan kegilaan. “Shen Liang…” Mei Lan melangkah terseok-seok dan perlahan, menembus lingkaran para pasukan Serigala Hitam menuju ke arah Shen Liang. Wu Lan tiba-tiba datang menghadang, di depan “Oi, Mei Lan! Kau mau bunuh diri, ya?!” Tapi Mei Lan nampak tidak peduli. Dia terus saja berjalan menuju ke arah Shen Liang. Wu Lan berniat memukul tengkuk Mei Lan untuk membuatnya pingsan. Tapi Jenderal Cao Yun tiba-tiba bersuara. "Biarkan dia!" Tanpa mereka sadari Sang Jenderal juga sudah muncul di arena pertarungan. Pandangan matanya berbinar dengan sorot mata yang bening saat melihat Mei Lan yang semakin mendekat ke arah Shen Liang. Jenderal Cao Yun seakan-akan menikmati sebuah pertunjukan. Wu bersaudara saling menatap. Para pasukan Serigala Hitam siaga penuh. Karena bila Si Pangeran Gila kembali mengamuk, mereka sudah siap menyerang dengan Formasi Bintang Sembilan. Juga, sebisa mungkin mereka harus berusaha menyelamatka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status