Asoka dibawa ke istana lewat pintu khusus yang hanya bisa diakses keluarga Raja Syailendra.
Beberapa pengawal yang terdiri dari barisan pendekar kahyangan dan pendekar langit, tidak ada yang bertanya siapa gerangan lelaki di punggung belakang kuda poni putih milik pangeran karena peraturan di sini sangatlah ketat. Mereka harus menundukkan kepala kala keluarga istana masuk melalui pintu khusus.
Perawatan pertama diberikan, seluruh tubuh Asoka dilumuri tumbukan minyak bunga Arsit yang dibubuhi Bubuk Pemulih Energi.
Tabib istana hanya bisa menggeleng, luka tubuh Asoka terlampau parah. Kira-kira butuh waktu tiga hari masa penetralan, empat hari masa pemulihan, dan satu minggu untuk melatih urat nadi serta kaki tangan Asoka.
Efek samping racun yang terpancar dari mustika kera merah bisa melumpuhkan korbannya dalam hitungan menit. Menurut penuturan sang tabib, beberapa korban bahkan lumpuh permanen karena racunnya sudah bercampur darah yang mengalir menuju otak
"Dia adalah tamu kehormatan istana, jangan sekali-kali kalian coba mengganggunya! Jika kalian tetap bersikukuh, maka akulah lawan kalian!"Lelaki paruh baya menggunakan pakaian kebesaran istana berdiri di ujung ruangan sembari mengelus-elus jenggotnya yang mulai memerah. Hanya dengan memandangnya saja, tiga pengawal itu bergetar ketakutan, bahkan salah satunya sampai kencing di celana."Tuan Ma-mahapatih...""Bagaimana Tuan bisa tahu kehadiran kami di sini?""Tolong ampuni kami, Tuan!" salah satu pengawal langsung berlutut. "Kedatangan kami di sini hanya ingin memastikan kalau kamar Ananda Asoka baik-baik saja tanpa penyusup. Kami mendapat tugas khusus dari Pangeran Kundalini."Mahapatih Abimanyu mengernyitkan dahi karena tahu pengawal tersebut coba membohonginya. "Jangan berbohong dengan mengatasnamakan Pangeran Kundalini!"Asoka yang tidak mengetahui situasi sebenarnya, memilih diam sembari membersihkan debu-debu halus yang menempel di baj
Kerajaan Segoro Kidul merupakan salah satu kerajaan besar yang letaknya ada di kaki Gunung Welirang, bersebelahan dengan padepokan pendekar medis yang didirikan langsung oleh Empu Ganda Wirakerti sebelum dia mewarisi mustika putih dari kakeknya.Padepokan Ajisaka perlahan dikenal di khalayak umum karena berhasil melahirkan kader-kader pendekar medis hebat, salah satu contohnya adalah Eyang Reksadanu yang sekarang mengabdi di istana Segoro Kidul.Wilayah Segoro Kidul membentang dari daratan besar bernama Mojo hingga sebuah kota besar bernama Pring Dalu; kota bebas hukum yang tidak pernah dikuasai kerajaan manapun di tanah Jawa.Karena besarnya kekuasaan Segoro Kidul, sang raja terpaksa membagi semuanya menjadi tiga wilayah besar yang dipimpin tiga senopati terpilih. Ide tersebut didapat dari mimpi masa kecilnya yang ternyata benar-benar terjadi empat puluh tahun kemudian.Nama besar Pangeran Kundalini tak lepas dari didikan ketat Raja Syailendra.Se
Dari kejauhan Asoka melihat pemuda-pemuda seuisanya membentuk formasi dengan satu tangan ditekuk bagai kobra mengincar mangsa. Kaki-kaki mereka bergerak gesit, nyaris tidak terdengar derapnya di telinga Asoka walau pemuda itu berdiri tidak begitu jauh dari mereka. Tadinya Eyang Reksadanu menyuruh Asoka menemui seorang guru spiritual sekaligus guru kanuragan pendekar didikan istana, tapi tiba-tiba tabib sepuh itu menyuruh Asoka menekan energinya seperti biasa. Berjalan menyusuri lorong kecil di ujung ruang latihan, Asoka semakin peka dengan suara dentingan antara dua tombak yang saling beradu. Pemuda itu sepertinya tidak tertarik melihat lelaki seusianya saling bertarung. 'Ini bukan tempat latihan yang aku ingin lihat. Mereka hanya berlatih kuda-kuda dasar. Aku ingin melihat yang lebih dari itu.' Pintu jati setinggi tiga meter terpampang di ujung lorong. Di tengahnya terdapat ukiran melati putih yang membuat Asoka kembali terhenyak, lantas berpikir, ke
Ruang latihan istana begitu luas, bahkan jauh lebih luas dari Tanah Kanuragan tempat pendekar lencana perak biasa berlatih. Dua minggu berada di istana Segoro Kidul, agaknya Asoka rindu suasana riuh bersama teman-temannya di asrama api merah.Terkadang dia menyendiri di kamar mewahnya, atau tiba-tiba mencari kayu bakar yang tergeletak di sekitar kamar Eyang Reksadanu demi bisa melihat api berkobar.Jika sudah puas mengobati rindu terhadap perguruannya sendiri, pemuda itu menawari Gatra apakah si gagak mau memakannya atau tidak. Gatra menggeleng, pertanda nafsu makannya sedang turun drastis. Asoka pun memadamkan api itu, berjaga agar penjaga istana tidak curiga dengan asap yang membumbung tinggi."Guru yakin tidak mau memakan api ini? Aku susah payah meminimalisir kadar asapnya, tapi Guru malah menolaknya mentah-mentah." Asoka menekuk bibirnya, memasang ekspresi sedih.Gatra tidak bisa berbuat banyak. "Api ini terlalu berbahaya jika masuk ke tubuhku yang m
Tujuh pasang pendekar berbaris rapi, total empat belas orang berhadap-hadapan satu sama lain. Mereka adalah pendekar langit akhir yang dididik khusus untuk mewarisi Formasi Tujuh Teratai Putih milik Ki Sadikin.Raja Syailendra terus memantau perkembangan formasi itu, namun hari ini paduka raja harus absen karena diundang menghadiri perayaan penting di alun-alun kota. Terpaksa raja menyuruh anak bungsunya -adik kandung Pangeran Kundalini -menjadi pengawas latihan para pendekar khusus.Kehadiran si bungsu tidak bisa diketahui Asoka karena hampir semua orang di sana menggunakan pakaian sama, baik laki maupun perempuan. Asoka juga tidak tahu jenis kelamin anak bungsu Raja Syailendra.Mengikuti gerakan empat belas orang yang sedang berlatih tanding, seorang pertapa tua menghampirinya dengan mata memicing."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pertapa itu.Hanya dengan melihat matanya saja, Asoka bisa merasakan aura membunuh yang sangat kuat, tapi tidak
Asoka menatap tajam beberapa pasang mata yang sedang memandanginya. Dia tidak peduli meskipun harus dihukum lima pukulan dari lima pendekar terkuat di perguruan istana. Usai bersiap dengan kuda-kuda bertahan, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah. "Lima pukulan agaknya terlalu berat untukku," kata pemuda itu. "Akibatnya sangat fatal apabila tubuhku tidak kuat menahannya. Yang lebih buruknya lagi, beberapa organ dalamku bisa rusak karena mereka terlampau kuat, apalagi pertahananku hanya setingkat pendekar bumi awal." Tujuh pasang pendekar yang berlatih di tengah arena, segera menoleh ke arah Asoka, menghentikan sesi latihan formasinya sore ini. Salah satu di antaranya berjalan mendekat seraya membusungkan dada, menampakkan otot-ototnya yang bergelombang. Memang badannya kekar tegap berisi, namun Asoka tidak sedikitpun takut memandangnya. Dia adalah Tomina Jaya, pemimpin regu utama pendekar inti istana sekaligus yang dipasrahi untuk memimpin latihan Formasi Tujuh
Raya Syailendra memiliki tiga orang anak dari dua istri berbeda; Nyai Janara dan Putri Tumasari yang berasal dari keluarga bangsawan di daerah itu.Dari tiga anak itu, hanya Pangeran Kundalini yang lahir dari istri pertama sekaligus mewarisi semua pembawaan Nyai Janara, mulai dari wibawa hingga kebijaksanaannya.Sayangnya, istri pertama sang raja memilih gantung diri karena tidak kuat menahan kecemburuan serta provokasi yang terus dilakukan oleh petinggi-petinggi kerajaan lain. Raja Syailendra sempat menyembunyikan kabar tersebut, tapi ada seorang penasehat yang membocorkannya pada salah satu pemimpin pleton.Pangeran Kundalini tumbuh di bawah asuhan Mahapatih Abimanyu yang mendidiknya jadi pendekar sejati yang tak kenal lelah dan menanamkan pemikiran bahwa menolong orang tidak boleh mengharap imbalan.Abdi sang pangeran mulai sadar kalau Pangeran Kundalini mewarisi sifat-sifat agung Nyai Janara, mereka sempat menghasut penasehat agar segera menjadikan sa
"Hormat kami, Pangeran Aksara dan Putri Ratih Kumala!"Kesemua pendekar bersimpuh di hadapan dua anak raja seolah mereka adalah Dewa yang harus disembah sampai harus bersujud.Asoka berdecih kesal melihat semua kelakuan pendekar di sana.Ki Sadikin menekan tubuh Asoka menggunakan aura kematian miliknya, tapi seakan tekanan energinya tidak dirasakan Asoka yang masih berdiri menatap mata Pangeran Aksara.Tahu jika tekanan energinya tidak berhasil, Ki Sadikin mengangkat mukanya dari tanah. “Bodoh! Cepat menunduk di hadapan Gusti Pangeran Aksara dan Kanjeng Putri Ratih Kumala!”“Apa? Kau menyuruhku sujud pada dua orang ini? Cih … sampai matipun aku tidak sudi bersimpuh pada siapapun kecuali pada guru dan orang tuaku!” Asoka melingkarkan tangannya di dada serta memandang Ki Sadikin dengan tatapan remeh.“Sudah, sudah…” Pangeran Aksara menenangkan suasana. Dia sebenarnya tidak peduli mau pemuda itu b