Home / Pendekar / Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti / Bab 003 - Mengeluarkan Jurus Andalan

Share

Bab 003 - Mengeluarkan Jurus Andalan

last update Last Updated: 2024-09-11 21:42:46

Tak ada pilihan lain, ia harus segera mengeluarkan jurus ‘Tongkat Angin Puting Beliung’ yang merupakan jurus andalannya itu sebelum Bara Jagal beserta sekutunya berhasil masuk ke padepokan, lalu merebut kitab ilmu silat yang sekarang sudah ada di tangannya.

Lihat juga bagaimana Saka Dirga tengah berjuang begitu hebat menghadang musuhnya di luar padepokan. Tak lama lagi murid-muridnya juga pasti akan mati terbunuh. Tampak tubuh mereka sudah mandi peluh, sebuah pertanda bahwa mereka betul-betul memeras tenaga dalamnya untuk bertarung.

Bahkan Saka Dirga terpaksa harus mengeluarkan dua pedang trisula yang menjadi senjata andalannya untuk memukul mundur para prajurit dari tiga aliansi perguruan yang makin beringas itu. Belum lagi Bara Jagal, Ronggowelang dan Amukraga Kencana yang sudah pasti akan segera menyerangnya habis-habisan.

“Semoga saja Arya berhasil mengamankan kitab ilmu silat itu!” gumamnya harap-harap cemas.

Maka Arya Wisesa mulai memejamkan matanya. Ia hendak memusatkan pikirannya ke satu titik untuk mengakses sebuah energi tenaga dalam yang besar. Harus benar-benar fokus. Ia mengatur keluar masuk nafasnya. Sebuah hawa murni yang disebut energi tenaga dalam itu mulai terkumpul berputar-putar di sekitar telapak tangannya. Hangat.

Lantas ia membuka mata dan menyalurkan energi tenaga dalam itu ke tongkatnya, dan mulai memutar-mutar tongkat itu searah jarum jam. Dari yang mulanya lambat, terus berputar semakin cepat, laksana baling-baling helikopter yang siap lepas landas. Menghasilkan energi angin yang begitu besar! Sehingga barang-barang dan pajangan-pajangan yang ada di sekitar ruangan itu pun langsung beterbangan. Saking cepat sekali putarannya.

“Kurang ajar! Ilmu apa yang akan dia keluarkan?” gerutu salahsatu murid Bara Jagal sedikit panik.

“Sebaiknya kita waspada!” sahut temannya. Yang satu lagi hanya mengangguk sambil memasang kuda-kuda siap siaga.

Ketika energi angin yang dihasilkan itu sudah sedemikian kuat, langsung saja Arya Wisesa mengayunkan tongkatnya ke arah tiga murid Bara Jagal tadi.

‘Wussshhhh…!’

Gelombang angin dahsyat terdengar begitu kencang.

Sontak saja ketiganya langsung terpental sejauh sepuluh tombak, hingga melewati ambang pintu. Tubuh mereka tampak begitu ringan tersapu angin. Seolah ada tangan raksasa tak kasat mata yang menampar mereka sedemikian kencang.

Mereka terguling-guling tak beraturan dan saling terpencar ke segala arah, lalu kompak memegangi bagian bawah perut mereka sambil mengerang-ngerang kesakitan.

“Uhuk… Uhukkk….”

Gumpalan darah segar keluar dari mulut mereka. Dan sekarang tubuh mereka sudah benar-benar lemas. Mustahil mereka bisa kembali menyerang Arya Wisesa. Karena jika nekat melakukannya, sudah pasti mereka akan tamat. Beruntung, itu hanya membikin mereka kritis saja dan tidak sampai nyawa ketiganya melayang.

Sekarang mereka sudah berhasil dilumpuhkan. Tak ada lagi yang menghalangi Arya Wisesa di ambang pintu. Ia pun bulat mengambil keputusan. Dengan berat hati ia tak lagi keluar padepokan untuk membantu yang lainnya bertarung. Bagaimanapun ia harus memilih, meski ada yang harus dikorbankan. Maka cepat-cepat ia berlari menuju pintu rahasia yang ada di belakang padepokan, sebagai jalan untuk melarikan diri sekaligus untuk menyelamatkan kitab ilmu silat itu.

“Maafkan aku, Guru. Ini pilihan yang sulit. Aku berjanji akan menjaga kitab ilmu silat ini sebaik mungkin!” gumamnya dalam hati.

Bersamaan dengan itu, kekalahan di pihak Saka Dirga sudah tak dapat terelakkan lagi. Stamina dari Saka Dirga kian melemah dan ia terus mempertahankan padepokannya hanya bersama lima orang muridnya yang tersisa.

Onggokan mayat yang masih mengeluarkan darah segar tampak bergeletakan di mana-mana. Membuat pemandangan yang amat mengerikan. Dengan cepat, lembah padepokan itu menjadi kuburan masal bagi dua pihak yang terbunuh.

Sementara para prajurit dari tiga aliansi perguruan itu makin beringas seperti harimau yang kelaparan. Mereka terus menyerang dengan pedang-pedang mereka hendak merangsek masuk ke padepokan. Maka meledaklah amarah dalam diri Saka Dirga. Ia segera memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan memusatkan tenaga dalamnya untuk dialirkan ke dua pedang trisula yang ia genggam sambil mementangkan kedua kakinya lebar-lebar.

Seberkas cahaya putih menyala terang langsung membungkus kedua bilah pedangnya itu. Kedua tangan Saka Dirga bergetar hebat. Kedua pedang itu menghasilkan energi yang demikian dahsyat!

Langsung saja Saka Dirga mengayunkan kedua pedangnya itu ke arah lawan dalam jarak sepuluh tombak.

Maka hanya dalam sekali ayunan saja cahaya putih dari kedua pedangnya itu melesat cepat bergulung-gulung, membentuk gumpalan angin laksana bola raksasa yang melayang di udara. Menerjang ke arah lawan sampai mereka terpental sedemikian jauhnya.

Alhasil sebanyak dua puluh prajurit dari pihak Bara Jagal dan sekutunya pun tewas dengan seketika. Mereka semua muntah darah, mati dalam keadaan yang mengenaskan. Bahkan pohon-pohon besar yang tinggi menjulang di belakang mereka sampai rubuh ke tanah, tercerabut dari akarnya saking begitu besar energi yang dihasilkan dari kedua pedang itu.

Ronggowelang dan Amukraga Kencana langsung terkesiap ketika mendapat serangan yang begitu rupa. Namun karena mereka sudah terlatih, sebelum energi bola angin itu menerjang ke arah mereka, cepat-cepat keduanya melompat dengan ilmu meringangkan tubuh mereka ke samping, sehingga berhasil lolos dari serangan maut yang amat dahsyat itu.

Melihat keadaan itu, Bara Jagal pun langsung menggerendeng, “Hmmm, sepertinya ini waktunya aku harus segera turun tangan!”

Baru saja ia berjalan beberapa langkah hendak bergabung bersama dua sekutunya itu, tampak tiga orang muridnya lari tergopoh-gopoh menghampirinya sambil membungkuk memegangi bagian perutnya tampak kesakitan. Salahsatu dari mereka pun melapor panik, “Gu– guru, gawat, Guru!”

“Apanya yang gawat, hah?!”

“Satu murid Saka Dirga berhasil lolos dan membawa kitab ilmu silat itu.”

Mendengar hal itu, meledaklah amarah Bara Jagal.

“Bodoh! Diberi tugas begitu saja kalian tak becus!” bentaknya sangat kasar. “Arghhh…! Dasar murid-murid yang tidak berguna!”

‘Plakk…! Plakk…! Plakk…!’

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mereka masing-masing. Bara Jagal mengamuk begitu rupa. Dipanggilah sepuluh muridnya yang tersisa.

“Cepat! Kalian semua berpencar dan sisir setiap area padepokan ini sebelum murid Saka Dirga itu kabur semakin jauh!” perintahnya tegas. “Kalian baru boleh ke sini lagi, kalau cecunguk itu sudah ditemukan! Dan jangan sampai kalian kembali dengan tangan kosong!”

“Si– siap, Guru.” Salahsatu muridnya menyahut sangat gugup.

Mereka pun langsung berpencar mengepung padepokan. Beberapa yang lainnya menyisir hutan. Suasananya begitu gelap. Pohon-pohon dan semak-semak yang tumbuh begitu tinggi dan rapat. Cahaya bulan yang bersinar tak mampu secara jelas menerangi keadaan sekitar dan mereka hanya mengandalkan cahaya dari obor yang mereka bawa sebagai penerangan.

Dengan begitu Arya Wisesa bisa leluasa bersembunyi tanpa khawatir ketahuan atau tertangkap oleh sepuluh murid Bara Jagal yang mencarinya itu.

Mengetahui hal itu, Saka Dirga pun langsung menyunggingkan senyum. Meski tak lama lagia ia akan segera menghadapi pertempuran terakhir yang sengit. Jiwa ksatria telah membentuknya menjadi pribadi yang berani mati demi mempertahankan kitab ilmu silat itu sesuai dengan amanat gurunya.

“Bagus Arya, kau berhasil menjalankan tugasku. Tak masalah, andaipun aku harus mati malam ini. Asalkan kitab ilmu silat itu tetap berada di tanganmu. Maka aku akan mati dengan tenang,” batin Saka Dirga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 075 - Elang Putih

    “Ya, betul. Mulai saat ini aku dan seluruh pendekar Gagak Hitam menyatakan akan selalu setia pada Saudara Arya Wisesa. Untuk itu kami mempersilahkan Saudara Arya yang memilih sendiri nama perguruan yang cocok untuk kami.” Jaya Wiguna ikut menambahkan.“Terimakasih atas penawaran dari Saudara semuanya. Untuk menjadi pemimpin, sepertinya aku masihlah belum layak. Aku sungguh sangat menghargai niat Saudara berdua yang ingin menyatukan perguruan, aku mendukung niat baik Saudara berdua. Tapi maaf aku belum bersedia untuk menerima tawaran ini.” Arya Wisesa menjawab.Namun penolakan itu sepertinya membuat Purwasena dan Jaya Wiguna makin berusaha keras membujuknya untuk bersedia menjadi pemimpin mereka dan mendirikan perguruan baru yang lebih kuat.Karena tentu harus ada pemimpin baru ketika dua perguruan ini ingin bersatu. Tak mungkin Purwasena atau Jaya Wiguna sendiri yang menjadi pemimpin dari dua perguruan ini, yang pasti akan menimbulkan banyak ketidaksetujuan. Mereka hanya ingin Arya Wis

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 074 - Ritual Berdarah

    Para pendekar itu menjadi saling pandang dan bertanya-tanya, pedang apa yang sedang dipegang oleh Arya Wisesa? Dan dari mana pula ia bisa mendapatkan pedang sebagus itu? Mereka tampak takjub dan perhatian mereka kini justru menjadi terfokus pada Arya Wisesa. Dan untuk sementara menghentikan pertarungan yang sempat berlangsung sengit.“Sekali lagi kuperingatkan! Hentikan pertarungan kalian, atau akan kubuat rata tempat ini!” ancam Arya Wisesa tak main-main sambil ia mengacungkan pedang itu ke atas langit.Sebuah sinar hijau terus memancar dan kini bumi menjadi sedikit bergoncang. Membuat mereka tak percaya dan tubuh mereka sedikit terhuyung terombang-ambing ke kanan dan ke kiri.Mereka mulai takut dan dibikin ngeri oleh Arya Wisesa. Kepanikan itu tak bisa disembunyikan dari wajah mereka. Membuat salahsatu pendekar Bangau Merah akhirnya mau menuruti perintah Arya Wisesa.“Cukup Saudara, kami mengakui kau pendekar hebat. Dan pedang yang kau punya itu sepertinya punya kekuatan yang tak ter

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 073 - Melanggar Kesepakatan

    Mereka berlari ke arah gerobak yang ditarik oleh kuda itu. Dan ketika kain hitam itu tersingkap, barulah ketahuan bahwa yang mereka bawa digerobak itu ternyata adalah senjata! Bukan perbekalan atau pun logistik seperti yang dikatakan oleh Jaya Wiguna.Apakah Gagak Hitam sengaja melakukan itu? Kalau itu sengaja dan sudah direncanakan, maka jelas Jaya Wiguna telah berdusta dan melanggar kesepakatan. Ia telah berkhianat dan ia bukan saja telah menyakiti hati para pendekar Bangau Merah, tapi juga sudah memicu api dendam dalam diri mereka.Kini bukan saja jumlah mereka yang jauh lebih unggul, tapi mereka juga menggunakan senjata untuk bertarung. Situasi seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi Bangau Merah. Sehingga itu membuat Purwasena makin naik darah.“Jahanam, kau Jaya Wiguna! Rupanya kau telah berdusta dan melanggar kesepakatan di antara kita. Kau memang bedebah dan licik!” gerutu Purwasena, wajahnya makin membesi dibalut amarah.“Hua-ha-ha, ini konsekuensi yang pantas diterim

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 072 - Menolak Berdamai

    “Saudara Jaya Wiguna seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Saudara seharusnya bisa mencegah hal itu tidak terjadi. Saudara tidak bisa lepas tangan begitu saja!” kata Purwasena mulai menekan.“Saudara tidak perlu menasehatiku terlalu jauh! Muridku juga tidak akan bertindak sejauh itu, kalau Saudara bisa mendidik murid Saudara sendiri dengan benar! Dan tidak menjadi pendekar yang gemar mengeroyok pendekar perguruan lain sampai meninggal!” Jaya Wiguna tak mau kalah dan malah balik menekan.“Aku tidak bermaksud menasehati, Saudara. Tapi aku sangat menyayangkan tindakan dari pendekar Gagak Hitam yang merespon kejadian itu terlalu berlebihan dan sangat tidak manusiawi! Itu sangat biadab, Saudara!” Purwasena tidak berhenti dan terus menekan.“Huh! Lalu apakah tindakan pengeroyokan sampai menghilangkan nyawa itu adalah tindakan yang tidak biadab? Saudara harusnya berkaca dulu sebelum berbicara!” timpal Jaya Wiguna tak kalah keras.Kedua pemimpin Perguruan

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 071 - Pertemuan di Perbatasan

    “Baik, kami akan menyampaikan ini pada Perguruan Bangau Merah. Semoga pada waktunya kita bisa bertemu kembali dan menyepakati apa yang telah kita bicarakan.” Wisangpati menyahut.“Oh ya, sebelumnya aku meminta izin untuk memperkenalkan diri. Aku Jaya Wiguna, ketua Perguruan Gagak Hitam.” Akhirnya orang itu memberi tahu namanya.“Sebuah kehormatan bagiku bisa bertemu dengan saudara Jaya Wiguna,” sahut Wisangpati.“Baiklah saudara Wisangpati, kami perkenankan kalian berdua untuk kembali ke Perguruan Bangau Merah dan menyampaikan apa yang menjadi keinginan kami,” kata Jaya Wiguna.Wisangpati dan Arya Wisesa kompak menjura dan mereka pun segera bergegas kembali ke Perguruan Bangau Merah.Dengan menunggangi kuda perjalanan mereka menjadi lebih cepat. Terlihat para pendekar Bangau Merah sudah menunggu kepulangan mereka sore itu. Mereka penasaran apa hasil yang didapat oleh Wisangpati dan Arya Wisesa yang mereka utus melaksanakan misi diplomasi mewakili perguruan mereka.Namun karena hari ma

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 070 - Misi Diplomasi

    Mereka segera berangkat ke Perguruan Gagak Hitam yang ada di desa sebelah utara. Memang batas desa ini hanya dipisah oleh sebuah sungai lebar yang membentang dari timur ke barat.Untuk masuk ke desa itu harus melalui sebuah jembatan yang lebarnya hanya bisa dimasuki dua kuda. Itu sudah cukup bagi mereka. Dan Perguruan Bangau Merah tak keberatan untuk meminjamkan kuda sebagai tumpangan mereka.Cukup dalam setengah hari dengan menunggangi kuda waktu yang mereka tempuh untuk sampai di Padepokan Perguruan Gagak Hitam. Saat mereka tiba di sana, situasi tak kalah ramai dan nampaknya orang-orang di perguruan itu juga sedang mengadakan rapat darurat. Rapat itu lebih sunyi dan rahasia, karena mereka terlihat hanya berbisik satu sama lain.Namun mereka terlihat panik tatkala melihat kedatangan dua orang asing yang menunggangi kuda menuju padepokan mereka. Beberapa orang langsung cabut senjata dari balik pinggang mereka, hanya pemimpinnya saja yang terlihat tenang sambil memperhatikan waspada.D

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 069 - Konflik Dua Perguruan

    “Mereka semua sangat biadab! Kenapa harus menyerang warga desa yang tidak bersalah? Mereka telah melanggar sumpah mereka sendiri sebagai seorang pendekar!” Arya Wisesa ikut marah ketika mendengar penjelasan dari nenek tua itu. Ia tampak terkejut dan tidak percaya dengan kebiadaban yang telah dilakukan oleh Perguruan Gagak Hitam.“Aku pun tak tahu, Den. Sepertinya tidak lama lagi akan terjadi peperangan besar antara dua perguruan ini. Aku hanya bisa berharap pertolongan Dewa segera datang. Dan ada orang yang bisa menengahi konflik ini, agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan,“ sahut si nenek terlihat lemas dan pasrah terhadap keadaan.“Kalau kami boleh tahu, di mana letak Perguruan Bangau Merah itu, Nek?” tanya Wisangpati.“Kisanak berdua terus saja menyusuri jalan desa ini. Setelah melewati rumah terakhir, Kisanak berdua belok saja ke kanan, ada jalan yang agak menanjak menuju sebuah bukit. Nah, dari kejauhan pasti terlihat ada bangunan padepokan di bukit itu,” jawab si nenek.Mere

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 068 - Kejadian Mengerikan

    “Idemu tidak terlalu buruk,” kata Garang Bonggol.“Tapi sedari awal aku ingin pemuda itu yang berhasil kautangkap, sehingga aku bisa langsung membawa pemuda itu ke hadapan Tuan Bara Jagal. Dengan begitu, dia akan memberiku imbalan besar dan kenaikan pangkat. Sayangnya kau tak bisa memenuhi keinginanku, jadi aku terpaksa tak akan memberimu imbalan tambahan,” lanjutnya.“Sekarang, begini saja Tuan, cepat atau lambat pemuda itu pasti akan datang ke Padepokan Perguruan Naga Api. Kita sebar seluruh pasukan kita untuk berpatroli di setiap sudut sebelum masuk ke area padepokan. Saat dia datang dan sebelum benar-benar sampai di padepokan, kita akan sergap dan lumpuhkan dia bersama-sama!” Kebo Ijo memberi ide lagi.Garang Bonggol tampak berpikir dan tak langsung setuju dengan ide Kebo Ijo. Setelah berpikir sejenak ia pun menyahut, “Hmmm, aku kurang setuju dengan idemu. Karena tentu kita perlu mengerahkan pasukan yang lumayan banyak, sedangkan kita tidak tahu pemuda itu akan masuk ke padepokan

  • Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti   Bab 067 - Ramuan Herbal dan Siasat Licik

    “Kalian semua mundur! Dan kembalilah ke kuda kalian masing-masing!” seru Kebo Ijo kepada sepuluh orang prajurit itu.Mereka senang bukan kepalang, karena beberapa orang di antaranya terlihat sudah mulai kehabisan tenaga. Ada yang terpincang-pincang, ada yang lebam-lebam di bagian wajah, ada yang memegangi perutnya, dan ada yang terluka di bagian bibirnya akibat bertarung dengan Wisangpati.“Dengar, orangtua payah dan pemuda bodoh! Jika kalian ingin gadis ini selamat, temui aku di Padepokan Perguruan Naga Api!” kata Kebo Ijo memberi pesan ancaman kepada Arya Wisesa dan Wisangpati.“Keparat kau, manusia hina! Aku akan menghajar dan memenggal kepalamu sekarang juga!” bentak Arya Wisesa seraya berdiri dan satu tangannya sudah mulai memegang hulu pedang yang tergantung di punggungnya.Ia sadar kekuatan fisiknya mulai melemah akibat racun yang terus masuk menjalari seluruh tubuhnya itu.“Terus saja kau mengoceh sesukamu! Dan serang aku jika tenagamu masih cukup. Ketahuilah, kalau kau tak pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status