Share

Bab 2. Penculikan Warga Desa

Lebat dan luasnya hutan belantara sejak dari lembah di lereng Gunung Sumbing, membuat Arya masih berada di kawasan hutan belantara itu.

Saat hari mulai gelap, barulah ia tiba di ujung hutan belantara itu. Namun, sungai besar berair keruh dan deras membuat Arya terdiam. Terlebih, ia menyadari bahwa gerimis telah turun. Hujan lebat akan menyusul.

Pemuda itu juga melihat tak satu pun ada bebatuan yang dapat diloncati untuk sampai ke seberang. 

“Untuk menyeberangi sungai besar, aku membutuhkan rakit," gumam Arya.

Melihat situasi yang tak memungkinkan, pemuda itu lantas memutuskan untuk bermalam di pinggir hutan itu.

Arya kemudian memilih sebuah pohon yang paling besar dan berdaun rindang untuk tempatnya bermalam.

Sebelum hari benar-benar gelap, ia telah mengumpulkan ranting-ranting kering untuk dijadikan api unggun di bawah pohon rindang menyerupai pohon beringin itu.

“Hemmm ... di sini, aku akan aman meskipun nanti hujan lebat turun tidak akan mengenai tubuhku dan juga api unggun itu,” kembali Arya bergumam sembari arahkan pandangan ke api unggun yang telah ia nyalakan itu.

Benar saja perkiraannya. Saat hujan mulai turun semakin lama semakin lebat, tak setetespun mengenai tubuhnya begitu pula ungunan api beberapa meter di depannya itu.

Hanya sesekali saja bias embun air hujan mengarah padanya dan juga api unggun itu akibat diterpa angin yang bertiup akan tetapi tak sampai membasahinya serta memadamkan api unggun di depan Arya.

Dapat dibayangkan betapa besarnya pohon yang menyerupai pohon beringin itu, untuk menyandarkan tubuhnya saja Arya tak perlu ke batangnya melainkan salah satu akarnya saja yang menjalar ke segala arah.

Beberapa kali petir pun melegar setelah terlebih dahulu terlihat percikan kilat di langit yang kelam, Arya baru dapat memejamkan kedua matanya dengan posisi tubuhnya masih bersandar ke salah satu akar pohon itu saat malam sudah cukup larut.

*******

Tak diketahui kapan api unggun yang dibuat Arya itu padam, yang jelas, begitu diam bangun saat sang fajar mulai menyingsing unggunan api yang tadi malam menyala kini tinggal arang dan debu saja.

“Hoaaaaaam, rupanya sudah pagi. sebaiknya aku mencari pohon bambu atau apapun itu yang dapatku jadikan rakit untuk menyeberangi sungai itu.” Arya berbicara sendiri, kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke tepian sungai yang di tepi sungai itu juga rimbun berbagai jenis pepohonan.

Tak sebatang pohon bambupun yang ia jumpai di kawasan tepian sungai itu, hanya dua batang pohon pisang yang tak jelas tumbuhnya karena di tanam atau tumbuh sendiri yang pasti di sepanjang kawasan pinggiran sungai itu tak dijumpai satupun pemukiman atau dangau orang yang berladang.

Dengan dua batang pohon pisang itulah, Arya perlahan menyeberangi sungai yang besar berair keruh dan berarus deras itu.

Arya yang tak memakai pengayuh apa-apa itu cukup nampak kewalahan melawan derasnya arus.

Akan tetapi, ia berhasil juga tiba di seberang setelah Arya mengayuh rakit itu dengan kedua tangannya disertai tenaga dalam.

Di seberang sungai itu, kembali ia berhadapan dengan rimbunnya semak dan pepohonan yang tak telalu tinggi seperti pepohonan yang ia temui di hutan belantara.

Karena cukup lelah setelah melawan arus sungai dengan rakit yang hanya terbuat dari dua batang pohon pisang, Arya memutuskan untuk beristirahat sejenak sembari mengitari pandangannya ke arah kanan dan kiri serta ke depan semak dan pepohonan itu siapa tahu ada buah-buahan yang dapat ia petik untuk mengganjal perutnya yang terasa lapar.

“Tak satupun buah-buahan yang dapat aku makan untuk pengganjal perut, kalaupun di pinggiran seberang sungai ini banyak terdapat pohon pisang akan tetapi buahnya mentah semua. Sebaiknya aku lanjutkan perjalanan,” gumam Arya.

Baru beberapa langkah Arya berjalan menyibak semak di pinggiran seberang sungai itu, tiba-tiba saja ia dikejutkan akan suara yang berasal dari pinggiran hingga tengah-tengah sungai.

“Kraaaaak..! Kraaaak..! Duuuuum..! Byuuuuuuuur..!”

Suara semak dan pepohonan kecil tersibak dan patah lalu suara dentuman disertai percikan air.

Arya tentu secara reflek arahkan pandangannya ke suara aneh itu, seperti sesuatu yang bergerak dari tebing pinggiran sungai hingga berakhir dengan dentuman keras di tengah-tengah lubuk yang terdapat di sebelah kanan Arya berdiri sekitar 12 tombak jaraknya.

“Benda apa itu yang bergerak dari tebing lalu masuk ke dalam sungai?!” Arya berseru sendiri.

Saking cepatnya benda itu bergerak dan masuk ke dalam sungai tepat di tengah-tengah sebuah lubuk, Arya tak mengetahui wujudnya. Dia hanya nampak terbengong saja dengan sesekali mengaruk-garuk kepalanya mencoba menerka-nerka benda apakah itu, saat ia masih dalam rasa penasarannya menerka wujud dari benda itu tiba-tiba tak jauh di depannya terdengar suara teriakan yang seperti berasal dari segerombolan orang.

“Toloooong...! Ada penculikan...! Toloooooooong..!”

Mendengar teriakan itu, Arya kemudian hentakan kedua kaki melambung menaiki lereng tepian sungai itu.

Dalam sekejap, ia telah berada di atas tebing itu.

Tak beberapa lama tampak puluhan orang berlari sambil berteriak minta tolong dan berseru penculikan ke arah tebing di pinggiran sungai itu, Arya tentu saja menghampiri mereka.

“Apa yang terjadi kisanak, hingga kalian semua berteriak minta tolong? Siapa yang diculik?” tanya pemuda itu tenang.

“Salah seorang warga kami telah diculik dan di bawa ke dalam masuk ke dalam lubuk tengkorak itu..!” jawab salah seorang dari mereka.

“Penculikan salah seorang warga? Berarti tak jauh dari sini terdapat pemukiman desa?”

“Benar Kisanak, kami semua warga Desa Sedayu,” jelas yang lainnya panik.

Arya terdiam. Pemuda itu teringat ucapan sang guru mengenai sebuah tempat yang 'berbahaya'. “Lalu, di depan lubuk itu bernama lubuk tengkorak, bukan?”

“Betul Kisanak, lubuk terangker di kawasan sungai ini.” Kembali, salah seorang dari mereka menjawab.

Pemuda itu lantas menganggukan kepala. Pantas saja, warga di sini panik. Tempat penculikan begitu sulit digapai.

Namun, ada satu hal yang ingin dipastikan oleh Arya. “Kalau boleh tahu, kenapa penculik itu membawa salah seorang warga desa kalian ke dalam lubuk tengkorak itu?”

“Dia akan dijadikan budak oleh Ratu Siluman Buaya Putih.”

“Ratu Siluman Buaya Putih?!” Arya terkejut.

“Benar Kisanak, tetapi ...." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status