Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.
Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.
Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.
Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius.
Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.
Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki Parong pun akhirnya memutuskan menyetop pencarian dan meminta kedua orang kepercayaannya itu kembali ke kerajaan, lalu sang Panglima ini melaporkan hasilnya ke permaisuri.Walaupun sangat kecewa, namun permaisuri tak bisa berbuat apa-apa, apalagi dia khawatir kalau sampai yang Raja tahu soal ini, maka akan menjadi masalah besar kelak.
Permaisuri yang kini sudah mulai renta ini terus menyimpan rahasia besar ini, bahkan sampai akhirnya sang Prabu Kerta mangkat, rahasia itu tetap tak pernah bocor.
Saat melihat salah satu putera kembarnya, yakni Raja Dipa, permaisuri ini membatin pasti saudara kembar sang raja berusia sama.
“Tapi dimana anak itu sekarang…kalau dia masih hidup, paling tidak dia pasti sudah memiliki anak dan istri!” guman permaisuri kalau lagi termenung seorang diri di istananya yang merupakan hadiah dari mendiang suaminya Raja Kerta.
Semenjak sang prabu mangkat, sang permaisuri yang sudah berubah jadi ibu suri hanya berdiam diri saja di Istana nya, jarang mau terlibat lagi urusan kerajaan, kecuali anaknya yang kini sudah jadi raja memintanya.
Itupun tak mau lama-lama, begitu acara utama selesai di lanjutkan hiburan-hiburan, berupa tarian-tarian, sang Ibu Suri pun permisi dengan Raja Dipa dan beralasan sudah tua dan tak bisa lagi berlama-lama ikut acara kerajaan.
Demikian sekilas kondisi kerajaan Hulu Sungai saat ini…!
*****
Perjalanan Pendekar Pekok dan Dusman serta Nalini berjalan lancar, tak ada kendala berarti, selain cepat karena menggunakan kuda, mereka jarang beristirahat lama. Kadang kalau terang bulan, malam pun mereka tetap meneruskan perjalanan.
Setelah 10 harian, akhirnya mereka tiba di padepokan Ki Jarong yang terdapat di lereng bukit dan lumayan jauh dari perkampungan.
Terlihat puluhan murid-murid Ki Jarong sedang berlatih silat dan ada juga yang sibuk bekerja membelah kayu atau sibuk di kebun. Bahkan ada juga yang sedan bersemedhi sambil berjemur di sinar matahari, itu katanya berguna untuk melatih fisik agar semakin kuat, sekaligus menyedot hawa murni, agar tenaga dalam makin kuat.
Padepokan bertingkat dua itu lumayan luas, terutama halamannya, selain bangunan utama merangkap rumah pribadi Ki Jarong, juga terdapat beberapa bangunan dari kayu yang merupakan asrama bagi para murid-muridnya.
“Mari Bang, kita langsung saja ke ruang utama guru, beliau pasti di sana sedang bersemedhi,” kata Dusman setelah menaruh kuda dan mengikatnya di halaman dibantu 2 orang murid baru, ketiganya berjalan cepat menuju ruang utama.
Semua murid Ki Jarong mengangguk hormat saat melihat Dusman dan Nalini, karena dua murid ini termasuk murid utama dan memiliki ilmu kanuragan yang jauh di atas mereka, boleh dibilang keduanya merupakan murid senior dan paling di percaya Ki Jarong.
Mereka hanya memandang Pendekar Pekok, karena tak kenal dan segan untuk menegur, kecuali menunduk hormat. Apalagi pakaian yang Pendekar Pekok kenakan juga sangat perlente, mereka pikir sang pendekar ini pasti tamu agung mahaguru mereka dari kalangan bangsawan.
Setelah mengetuk pintu dan dibukakan seorang murid yang berjaga di ruangan itu, Dusman mempersilahkan Pendekar Pekok masuk.
“Terima kasih sudah mau datang Malaki!” Ki Jarong membuka mata sambil tersenyum dan menatap Pandekar Pekok. Pendekar Pekok memuji dalam hati kesaktian Ki Jarong, karena langsung kenal dengannya, padahal matanya tadi masih tertutup.
Pendekar Pekok menatap Ki Jarong yang bertahun-tahun tak pernah berjumpa, sepintas melihat dia sudah tahu kalau Ki Jarong keracunan, imbas dari pukulan musuhnya. Agaknya kalau tidak cepat dikeluarkan, racun itu akan merembet ke jantungnya dan tentu saja umur pendekar tua ini akan selesai.
Badan Ki Jarong terlihat kurus dan pucat, karena dia tak bisa makan secara maksimal selama beberapa bulan.
“Ki Jarong, kamu buka baju dan berbaliklah, aku akan mengeluarkan racun yang ada dalam tubuhmu, kita tidak bisa menunggu lama-lama, karena pengaruh racun itu sudah menyebar ke dada Ki Jarong!” Pendekar Pekok kemudian menunggu Ki Jarong melepas baju luarnya dan lapisan dalamnya, kini dia hanya mengenakan celana selutut.
“Saat tenaga dalamku masuk, jangan melawan…rasakan saja dan kalau ingin muntah, langsung muntahkan, jangan di tahan-tahan!” perintah Pendekar Pekok yang kini sudah duduk dibelakang Ki Jarong lalu menempelkan tangan kirinya di punggung Ki Jarong.
Pertama-tama Ki Jarong merasakan hawa hangat, lama-lama berubah panas dan terus panas sampai badan Ki Jarong mengeluarkan keringat dan ada asap berwarna abu-abu keluar dari ubun-ubunnya.
Sesuai perintah Pendekar Pekok, Ki Jarong mematikan indera kekuatannya dan dia pasrah saja, tak lama kemudian panas makin tak tertahankan dia rasakan. Tak lama kemudian dari perutnya mulai terasa bergejolak dan terasa ingin muntah.
“Huekkk…huekkk…huekkkkkk…!” tiga kali Ki Jarong muntahkan darah berwarna kehitaman dan anehnya tubuhnya yang tadi panas sekali, kini berubah jadi enak setelah ia muntahkan darah yang bercampur racun.
Tiba-tiba Pendekar Pekok merubah tenaganya, yang asalnya panas berubah jadi dingin, lama-lama tubuh Ki Jarong kembali menggigil. Sama seperti tadi, Pendekar Pekok minta agar Ki Jarong jangan melawan tenaga dingin yang masuk ini.
Lama-lama tubuh Ki Jarong kini tidak lagi dingin, malah berubah jadi sejuk, dadanya makin plong, bahkan tanpa bisa di tahan, Ki Jarong sampai sendawa yang sangat nyaring. Terlihat Pendekar Pekok menarik nafas lega dan menghentikan pengobatan.
Setelah itu Pendekar Pekok meminta Nalini agar mengambilkan air putih.
“Yang agak hangat, jangan dingin biar badan Ki Jarong kembali normal!” Nalini langsung mengangguk dan bergegas ke luar ruangan menuju dapur.
Dusman yang melihat gurunya mulai pulih, makin kagum pada kehebatan Pendekar Pekok ini, tanpa bertanya sudah tahu penyakit gurunya dan langsung mengobatinya. Yang hebatnya, begitu di obati Pendekar Pekok, kini kondisi Ki Jarong sudah lebih baik.
Setelah minum air putih hangat, wajah Ki Jarong yang tadi pucat pelan tapi pasti kembali normal. Wajah Ki Jarong pun kini bisa tersenyum lega, tidak seperti sebelumnya, setiap kali ingin bicara, ia merasakan dadanya sangat sesak, bak di tindih benda berat ber ton-ton.
Ki Jarong kemudian memerintahkan Nalini membuat kopi panas dengan gula aren, minuman yang sangat dia sukai dan dia juga tahu Pendekar Pekok sangat suka ngopi.
Semenjak ia sakit, terpaksa puasa minuman kesukaannya ini, kini dia sudah yakin kalau semua racun sudah bisa di keluarkan Pendekar Pekok melalui demonstarsi tenaga dalam tingkat tinggi yang hanya pendekar temannya ini miliki.
Muntahan Ki Jarong sudah dibersihkan Dusman bersama penjaga pintu yang juga murid Ki Jarong, sehingga ruangan ini kembali bersih. Dusman juga permisi ingin beristirahat ke belakang, karena baru datang menempuh perjalanan yang sangat jauh hingga bermingu-minggu.
Kini Ki Jarong dan Pendekar Pekok menikmati kopi panas yang di buat Nalini, Ki Jarong juga tanpa takut kini enak-enakan menikmati rokok tembakau dari cangklongnya.
Sementara Pendekar Pekok dari dulu memang tak suka merokok ia hanya melihat kelakuan Ki Jarong sambil tersenyum dan bilang kini tubuhnya sudah bebas dari racun, hanya saja tenaganya belum pulih 100%, perlu semedhi serta makan agar pulih lagi.
“Berbulan-bulan aku puasa rokok tembakau, gara-gara pukulan beracun itu, yang membuat aku harus menahan sakit setiap kali menarik nafas!” ungkap Ki Jarong, sambil menghembuskan asap tembakaunya ke udara, rasanya benar-benar lega bukan main.
*****
BERSAMBUNG
“Terima kasih Malaki, andai kamu terlambat datang, mungkin umurku tak lebih dari 2 minggu lagi!” Ki Jarong menatap wajah Pendekar Pekok sambil menghirup kopi panas, yang juga otomatis menggugah selera makannya yang selama 2 bulanan terganggu.“Ki Jarong siapa musuh kamu itu?” tanya Pendekar Pekok, sambil memakan ubi yang di rebus dan baru saja di hidangkan Nalini, baunya tak kalah harumnya dari kopi tadi.“Namanya Ki Samut, dia merupakan musuh sejak kami sama-sama muda, dia marah karena dulu kalah bersaing denganku merebut seorang hati seorang wanita!” Ki Jarong menghela nafas.Ki Jarong menambahkan, kemarahan Samut saat muda karena dulu kalah di ajang perlombaan jodoh di sebuah kampung.“Saat itu kepala kampung yang sangat terkenal mengadakan lomba mencari jodoh bagi putrinya, aku yang masih muda tentu saja tertarik. Setelah melalui berbagai pertarungan yang semuanya ku menangkan, sampailah aku di pertandingan pu
Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yan
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal
Sejak saat itu, Malaki benar-benar bak budak di sarang para perampok ini, dia disuruh memasak, mencuci dan juga merawat kuda-kuda di persembunyian para perampok tersebut. Kalau dia salah bekerja, tendangan dan pukulan akan ia terima dari anak buah Jambrong.Akibatnya Malaki makin dendam dengan para perampok ini, tapi dia tak berdaya, sedangkan 5 wanita malang dari desa yang sama mereka dijadikan budak nafsu oleh para perampok.Selain 5 orang wanita itu, terdapat juga 10 wanita lainnya, yang sebelumnya juga dijadikan hal yang sama, tapi lama-lama mereka malah di paksa jadi istri-istri oleh para perampok sadis tersebut, bahkan ada yang telah memiliki anak.Tak ada yang berani kabur, sebab tempat itu berada di sisi jurang dan di sekelilingnya hutan lebat penuh dengan binatang buas atau ular-ular beracun, juga terdapat lembah berlumpur, yang bila masuk ke dalamnya, lumpur itu akan menyedot apapun yang jatuh dan tak bisa keluar lagi.Jambrong sendiri memiliki
Sonto langsung menerjang Malaki, dia melancarkan pukulan lurus ke tubuh Malaki. Malaki dengan mudah menghindar, latihan diam-diam yang dia lakukan kini menemui ujian dari Sonto.Sonto kaget Malaki mampu menghindar dengan mudah, bocah cilik ini langsung emosi dan dia kembali melancarkan serangan-serangan, tapi lagi-lagi semuanya gagal.Sonto makin emosi, terlebih Rani malah bertepuk tangan melihat Malaki mampu menghindari semua serangan Sonto dengan mudah. Rani juga tanpa sungkan memberi semangat pada Malaki, akibanya Sonto makin emosi.Tiba-tiba Sontoh berhasil memeluk tubuh Malaki, keduanya lalu bergumul hingga berguling-guling di tanah. Malaki kali ini tak mau mengalah, dia langsung memukul wajah Sonto, akibatnya bibir Sonto langsung berdarah dan dia menangis kesakitan.Malaki pun berdiri dan menjauh dari tubuh Sonto, Rani tertawa mengolok-olok saudaranya yang suka pongah dan sombong ini, Sonto bangun dan berlari.“Awasss kamu yaa, ku lapor
Pendekar Jubah Tengkorak ini melompat-lompat jauh bahkan jarak lompatannya sampai 10 tombak, setelah hampir dua jam lebih berlari tanpa henti, Ki Sunu berhenti dan menurunkan dua calon muridnya ini.“Hmmm…mulai sekarang kalian murid-muridku, ayoo kalian berlari menuju arah matahari terbenam, mulai sekarang kalian harus berlatih ilmu gingkangku!” Ki Sunu lalu mengibaskan tangannya dan kedua anak kecil ini terdorong ke depan.Rani yang paham karena dia lama berlatih dengan ayahnya, langsung berlari, Malaki tak mau kalah, dia malah lebih gembira kini seakan telah bebas dari cengkraman Jambrong, setelah 1 tahun lebih jadi budak perampok itu, Malaki mengerahkan tenaganya, akibatnya Rani malah tertinggal kini.Rani kaget, tak menyangka tenaga Malaki malah mampu mengalahkan dia, gadis cilik ini tak mau kalah, dia mengerahkan kekuatannya, kini dia bisa sejajar dengan Malaki.Rani terkenal sebagai gadis cilik yang berhati keras, kalau sudah ada