Home / Fantasi / Pendekar Sabre / 3. Dua Kerajaan

Share

3. Dua Kerajaan

last update Last Updated: 2022-02-28 12:03:52

"Raja, Pangeran Lan Feiyu mengirim pesan bahwa kerajaan Api akan datang menyerang," ucap Wangga pada Angkara. 

"Sejak bertahun-tahun, Raja Ambira ingin mengakusisi tanah kekuasaan Lembah. Sekarang mereka berulah lagi," jelas Wangga lagi. 

"Siapkan pasukan!" titah Angkara. 

"Pangeran bilang besok malam Ambira akan sampai." 

Angkara menganggukkan kepalanya. Lan Feiyu selalu tahu siapa saja yang akan menyerang kerajaan mereka. Dengan ilmu yang dimilikinya membuat Lan Feiyu cukup peka bila ada serangan. Musuh pun tidak akan bertahan lama bila Lan Feiyu ikut dalam peperangan. Dulu sebelum ada Lan Feiyu, Angkara membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyatakan keberhasilannya. Namun saat Lan Feiyu tumbuh dewasa, tidak butuh waktu lama, musuh sudah berjatuhan bersimbah darah. 

"Pangeran akan datang membantu, tapi dengan syarat," ujar Wangga menundukkan kepalanya. 

"Syarat apa yang diajukan?" 

"Setelah memenangkan peperangan, Pangeran akan benar-benar pergi dari Istana. Tidak mau dinobatkan sebagai raja," jawab Wangga. 

"Kita hadapi serangan dari Kerajaan Api sendiri. Kita tidak butuh bantuan Lan Feiyu. Setelah peperangan selesai, bawa paksa Lan Feiyu untuk menghadapku," ucap Angkara. 

"Anda yakin? Selama ini kita selalu mengandalkan Pangeran," ucap Wangga. 

"Yakin," jawab Angkara dengan tegas. 

Angkara menuju ke halaman depan istana lembah untuk menyiapkan pasukan. Kabar bahwa Lan Feiyu tidak ikut serta di peperangan bagai hembusan air panas yang membuat rasa percaya diri mereka runtuh. Lan Feiyu terbiasa ikut dalam setiap peperangan hingga tidak ada yang bisa mengalahkan pasukan kuat Raja Angkara. Namun untuk pertama kalinya semuanya berbeda. 

Satu malam satu hari pasca diterimanya surat dari Lan Feiyu, pasukan Kerajaan Api datang menghadap kerajaan lembah. Raja Ambira menunggangi kuda putihnya, menjalankan memasuki gerbang megah istana lembah. Raja Angkara sudah menyambut di depan dengan pasukan yang berjejer rapi di belakangnya. Pedang berada di tangan kirinya mengisyaratkan siap berperang. 

"Selamat datang Raja Ambira," ucap Angkara dengan tatapan yang menghunus tajam. 

"Serahkan separuh tanah kekuasaan Lembah pada Api!" ucap Ambira tanpa berbasa-basi. 

"Kamu mau menjarah dengan hormat hingga ijin dahulu?" tanya Angkara.

"Serang!" teriak Ambira dengan kencang. 

Dua pasukan berbaju putih dan merah saling menyerang satu sama lain dengan senjata yang mereka bawa. Pun dengan Kedua raja yang saling berhadapan. Ambira turun dari kudanya dan mengayunkan pedagnya pada Angkara. Angkara balik menyerang Ambira. Dua raja dari kerajaan Lembah dan Api saling menyerang menumbangkan satu sama lain. 

Para prajurit beradu pedang dan kekuatan mereka. Anak-anak, para perempuan penduduk istana bersembunyi di tempat khusus. Penjarahan seperti ini bukan sekali dilakukan. Tanah kekuasaan Angkara yang luas membuat kerajaan lain ingin mengakusisinya. Belum lagi kekayaan Kerajaan Lembah juga yang paling diincar. Untuk meluaskan kekuasaannya, musuh berbondong datang untuk mencapai tujuan mereka. 

Banyak yang sudah berguguran setelah terompet tanda perang dimulai. Suara ayunan pedang, pukulan dan kekuatan sihir beradu jadi satu. Banyak prajurit yang tumbang dengan darah yang menyembur dari mana saja. 

"Akhhh!" teriak Raja Angkara saat kakinya tersabet pedang. Angkara menatap Ambira dengan tajam. 

"Satu luka dibalas dengan dua luka," ucap Angkara mendesis. Angkara masih bisa berdiri, pria itu menerjang Ambira dan menyerang Ambira dengan membabi buta. 

Sampai titik darah penghabisan, ia akan menjaga kerajaannya. Tidak akan ia beri kesempatan satu orang pun untuk mengambil alih kekuasaannya. Angkara melibaskan pedangnya tepat mengenai tangan kiri Ambira. Ambira jatuh terduduk, hal itu tidak disia-siakan oleh Angkara. Angkara mengacungkan pedangnya ke leher Ambira. 

"Menyerah saja, Ambira," ucap Angakara dengan senyum menghiasi wajahnya. 

"Sampai mati aku tidak akan menyerah," desis Ambira meraih pedangnya yang terjatuh. 

"Begitu pun dengan kamu, sampai titik darah penghabisan, aku tidak akan membiarkanmu memasuki serambi istana," jawab Angkara mengayunkan pedangnya pada kepala Ambira. 

Prang!

Bugh!

Suara dua pedang yang beradu dan tendangan terdengar sangat keras. Angkara jatuh telentang karena tendangan yang sangat kuat. Darah segar keluar dari mulutnya. 

Seorang pria berambut panjang dengan baju merah berdiri mengacungkan pedangnya pada Angkara. Pria itu yang menghadang pedang dan menendang Raja Angkara. 

"Yan Lixin," desis Angkara tatkala melihat Yan Lixin berdiri tegap di depannya. Yan Lixin menganut ilmu sihir hitam yang sangat mematikan. 

Yan Lixin hanya pantas disandingkan dengan Lan Feiyu, karena kedua pangeran itu memiliki kekuatan yang imbang. Bedanya Yan Lixin menganut ilmu hitam, sedangkan Yan Feiyu menganut ilmu putih. 

Yan Lixin membuka tangannya, asap hitam keluar dari sana. Asap hitam mengepul dan berbau anyir darah. Yan Lixin melemparnya ke udara, tidak menunggu waktu lama para prajurit tumbang dengan tubuh yang terlempar. Angkara memundurkan tubuhnya. 

"Panggil Lan Feiyu!" pinta Angkara dalam hati yang dapat ditangkap Wangga. Wangga segera mengirimkan isyaratnya pada Lan Feiyu. 

Di sisi lain, Lan Feiyu tengah berdiri di depan padepokan dengan mata yang terus menatap ke langit. Di sampingnya Sabana dan Axian berdiri sembari membawa pedangnya masing-masing. 

"Guru, Wangga memberikan isyarat kalau mereka kuwalahan," ucap Sabana. 

"Apa kita ikut ke sana?" tanya Axian. 

"Tidak perlu," jawab Lan Feiyu. 

"Tapi guru, bau anyir darahnya sampai ke sini. Pasukan Lembah sudah banyak yang tumbang," ujar Axian. 

"Tidak perlu," jawab Lan Feiyu lagi. 

Lan Feiyu masih menatap langit. Ia tidak bermaksud mengabaikan Raja Angkara. Hanya saja, terkadang untuk mencapai suatu tujuan, harus ada rasa egois meski sedikit. Lan Feiyu memejamkan matanya. Tatkala mata itu terpejam, Lan Feiyu mendengat isyarat dari ayahnya. 

"Aku akan mengambulkan permintaanmu. Aku tidak akan memaksamu menjadi raja. Datanglah, mereka sudah mulai menjarah istana dan ada perempuan juga anak kecil di sana." 

Lan Feiyu membuka matanya, pria itu melompat dan terbang bersama angin. Sabana dan Axian pun demikian, kedua pria itu segera melompat dan terbang menyusul gurunya. 

Suara pedang dan teriakan dari kedua belah prajurit masih terdengar nyaring. Begitu pun dengan Yan Lixin yang berusaha menumbangkan Angkara. Darah segar sudah membasahi Angkara, tapi Angkara tidak selemah itu. Angkara masih berusaha menyerang meski tenaganya sudah habis-habisan. 

"Datanglah ke neraka, Angkara!" teriak Lixin menyabetkan cambuk sihirnya ke Angkara. 

"Arghhh!" Angkara berteriak kencang, tubuhnya berguling hingga darah yang ada di tubunya bercampur dengan tanah. 

Lixin tersenyum penuh kemenangan. Pria itu kembali mengacungkan cambuknya. Namun terhenti saat angin berhembus dengan kencang menerbangkan pedang-pedang para prajurit yang terjatuh. Ratusan pedang itu berdiri dan menyerang pasukan Api dengan membabi buta. Yan Lixin mencoba menajamkan penglihatannya. Matanya membulat saat melihat Lan Feiyu terjun bebas dari atas hingga tepat berdiri di tanah. Lan Feiyu berdiri tegap, mengangkat pedangnya bersiap menyerang Yan Lixin. 

Melihat Feiyu yang mengeluarkan pedang, Lixin pun mengangkat tangannya, mengeluarkan ilmu sihirnya. 

"Yan Lixin, ternyata kamu hanya seorang pengecut," ucap Lan Feifei. 

"Bedebah, kau," jawab Lixin. 

"Aku menggunakan pedang, dan kamu menggunakan ilmu sihir?" tanya Feiyu. 

Lixin menurunkan tangannya. Pria itu menarik pedangnya yang ada di tubuh belakangnya. Lixin maju menyerang Lan Feiyu. Dengan cekatan Lan Feiyu menghadang pedang Lixin, pria itu balas menyerang Yan Lixin. Melihat banyaknya prajurit yang mati dan bercucuran darah, Lan Feiyu tampak beringas menyerang Yan Lixin. Semua pedang yang sudah diberi ilmu sihir Lan Feiyu menyerang habis prajurit dari kerajaan Api. Tidak butuh waktu lama, tidak ada satu pun prajurit yang tersisa. 

Pertumpahan darah kali ini terasa lebih menghancurkan daripada peperangan yang lalu-lalu. Lixin mencoba membalas serangan Lan Feiyu. Diam-diam pria itu menggunakan ilmu sihirnya di pedang juga. Namun, semua terpatahkan dengan kekuatan Lan Feiyu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Sabre    92. Ending

    "Hahaha ... rasain," pekik Zizi mendorong tubuh Ji Lian ke sungai di bawah air terjun. Zizi sudah sembuh sejak kemarin, gadis itu senang saat ia bangun ia mendapati teman-temannya yang datang. Dan saat ini teman-temannya malah tidak mau kembali ke Mata Air. Kata teman-temannya lebih enak di Lianhua dari pada Mata Air. "Zizi, kamu nakal sekali. rasain ini!" pekik Ji Lian menarik tangan Zizi hingga Zizi ikut jatuh ke sungai. Kedua orang itu tertawa dengan nyaring. Wei Yizi dan Xuan Yi demikian. Kedua orang itu sedang saling dorong untuk menjatuhkan lawannya agar jatuh ke air. "Rasain ini, rasain," pekik Wei Yizi mendorong Xuan Yi agar jatuh, tetapi dirinya sendiri lah yang terjatuh ke air. Xuan Yi tertawa dengan kencang, menertawakan Wei Yizi yang jatuh sendiri. Keempat orang itu saling melempar tawa. Zizi memainkan air untuk mengguyurnya ke Wei Yizi. Terlihat jelas di raut wajah mereka kalau mereka sedang bahagia. Kini segala permasalahan yang terjadi sudah teratasi. Lempeng Vi, dan

  • Pendekar Sabre    91. Tersegelnya Lempeng Vi

    Setelah tiga hari, Lan Feiyu sudah sehat seperti sedia kala. Saat ini Lan Feiyu tengah menatap pemandangan yang indah di hadapannya. Pria itu berada di depan tangga yang penuh pohon kertas di kanan dan kirinya. "Lan Feiyu, kita harus mengambil lempeng Vi secepatnya," ucap Li Haoxi pada Lan Feiyu. Lan Feiyu menganggukkan kepalanya. Yan Liqin datang bersama Zizi menghampiri mereka. Yan Liqin menarik bajunya hingga memperlihatkan tubuh atasnya. Cahaya emas keluar dari tubuh Yan Liqin yang menyilaukan. "Aku sudah siap, ambil secepatnya," ucap Yan Liqin. "Kakak," panggil Zizi memegang tangan kakaknya. "Kakak tidak akan kenapa-napa," ucap Yan Liqin meyakinkan adiknya. "Kakak harus janji padaku kalau kakak akan baik-baik saja!" pinta Zizi. "Zizi, kultivasi di diri kakak tidak rendah, hanya mengeluarkan lempeng Vi tidak akan sulit buat kakak." "Apa nanti kekuatan kakak akan hilang?" "Tidak," jawab Yan Liqin. Yan Liqin mengajak Lan Feiyu, Li Haoxi dan Li Ren menuju ruang pengobatan.

  • Pendekar Sabre    90. Damai

    Lianhua yang berarti teratai, seperti namanya, tempat ini dipenuhi dengan bunga teratai yang sangat indah. Lan Feiyu, Zizi, Aixing, Li Ren, Li Haoxi, Xiaowen, Yan Liqin, dan Wei Yizi memijakkan kakinya di gerbang utama Lianhua yang sangat megah. Zizi menatap takjup ke arah air terjun di samping istana yang penuh dengan bunga kertas. Di samping kanan ada lapangan yang sepertinya digunakan oleh Yan Liqin untuk berlatih, sedangkan di sampingnya ada danau dengan banyak bunga teratai. Di sisi kiri, ada istana megah dengan banyak bunga kertas di sana. Zizi tidak bisa menghentikan kekagumannya menatap ke sana. Lan Feiyu yang masih setengah sadar ikut takjup melihat tempat yang ditinggali Yan Liqin. Yan Liqin menolehkan kepalanya, pria itu melihat Lan Feiyu yang lemas dibantu Xiaowen. Yan Liqin menghampiri Xiaowen, pria itu menarik tangan Lan Feiyu dan mengalungkan ke lehernya. Yan Liqin menggendong tubuh Lan Feiyu. "Aku masih bisa jalan sendiri," ucap Lan Feiyu. "Xiowen, panggilkan tabib

  • Pendekar Sabre    89. Kemenangan

    "Li Zimai, ini sangat tidak masuk akal. Kamu sudah lama berlatih di Mata Air, kamu juga menguasai ilmu sabre yang baik. Aku pernah melawanmu, dan aku tahu betul bagaimana kemampuanmu. Tetapi hanya karena alasan sepele, kamu membelot mengikuti kultivasi hitam. Sangat konyol," ujar Zizi menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang konyol bagiku. Ini bukan salahku, tetapi salah kalian. Siapa kamu Zizi, kamu adalah gadis yang tidak tahu diri. Karena kamu, aku tidak lagi punya tempat di Mata Air." "Kalau sejak awal kamu menginginkan tempat di Mata Air, kamu bisa mengatakannya padaku. Dengan senang hati aku akan keluar. Tetapi yang saat ini kamu lakukan, kamu sudah menghianati kepercayaan Klanmu sendiri. Kamu dibesarkan oleh Guru Li, tetapi saat besar kamu menjadi musuh dalam selimut. Kamu menikam kami semua dengan menghadang perjalanan kami saat mencari lempeng Vi. Yang lebih tidak tahu malu itu kamu!" tunjuk Zizi dengan marah. "Guru Li, Lan Feiyu dan Aixing bekerja keras untuk mendapatkan

  • Pendekar Sabre    88. Di Balik Gadis Bertopeng

    Suasana semakin ricuh saat mereka terus beradu kekuatan. Zizi tidak tinggal diam, perempuan itu ikut menyerang menggunakan pedangnya. Tidak sengaja Zizi menebas tangan Yu Yulong saat pria itu akan pergi. Yu Yulong mati di tempat karena Zizi. Ji Nian, Wei Mingho yang menjadi provokasi dalam pengepungan itu pun kini kuwalahan dengan keberaniannya sendiri. Kini pertarungan menjadi dua kubu, kubu yang dipimpin Wei Minghao dan kubu yang dipimpin oleh Yan Liqin. Kekuatan Yan Liqin saat ini menjadi kekuatan paling kuat, penguasa gunung setan sudah ia taklukkan. menaklukkan barisan orang serakah yang saat ini ada di depannya tidak membuat Yan Liqin gentar. Aixing mengeluarkan busurnya, pria itu melesakkan tujuh anak panah yang mengeluarkan api. Seketika bisa membunuh orang-orang yang akan menyerangnya. Selalu ada yang dikorbankan untuk sesuatu yang lebih besar. Bukan Lan Feiyu ingin membuat keributan hingga banyak nyawa yang tumbang, tetapi demi perdamaian di kemudian hari. Orang-orang yang

  • Pendekar Sabre    87. Pengepungan

    "Aku akan membawa Zizi," ucap Lan Feiyu. Namun, Yan Liqin segera membopong tubuh Zizi, pria itu membawa Zizi dalam gendongannya. "Aku bilang aku yang bawa Zizi," ucap Lan Feiyu menghadang Yan Liqin yang akan berjalan. "Aku kakakknya, aku yang berhak membawanya," jawab Yan Liqin. "Aku kekasihnya," kata Lan Feiyu. "Lan Feiyu, kita bahas di luar. Di gua ini menyerap energi," ucap Li Haoxi menarik tangan Lan Feiyu agar menyingkir dari Yan Liqin. Yan Liqin meninggalkan Lan Feiyu, pria itu berjalan keluar dari gua. Lan Feiyu, Li Haoxi, dan Aixing mengikuti Yan Liqin. Saat mereka sampai di luar, langit yang tadi saat mereka datang berwarna gelap, kini menjadi cerah seketika. Gunung setan itu kini tidak lagi tandus dan kering, hewan-hewan yang tadi ada di sana juga hilang seketika. "Eh, keadaan tanah sudah tidak tandus lagi," ucap Aixing menatap tanah yang sudah terlihat subur. "Anyao sudah mati, sihir jahat yang dia kelola ikut musnah," kata Yan Liqin. "Kamu mau membawa Zizi kemana?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status