LOGIN"Kenapa selama ini kau tak mencoba menyembuhkan penyakit ibuku? Bukankah sewaktu di gubuk itu kau sudah tahu ibuku membutuhkan pengobatan?"
Ki Kusumo terdiam sebentar. Sulit untuk mengutarakan alasan sebenarnya. Jika diungkap, tentu akan membuat hati gadis tanggung itu akan terluka. Bagaimana menjelaskan pada seseorang kalau ibu tercintanya tak mungkin disembuhkan? Bahwa Ibu tercintanya itu akan segera menemui ajal dalam beberapa waktu Lagi?
"Karena kau atau ibumu tak meminta," Jawab Ki Kusumo, menyembunyikan alasan sesungguhnya.
"Kalau begitu, sekarang aku memintamu dengan amat sangat. Tolonglah kau sembuhkan ibuku...," Pinta Tresnasari memelas.
Ki Kusumo iba. Trenyuh juga jiwa tuanya. Tidak sepantasnya dia membiarkan seorang gadis ranum yang baru mekar menjadi sedih. Harus ada yang menghiburnya, pikir orang tua ahli obat-obatan dan pengobatan itu.
"Baiklah," Putus Ki Kusumo. "Tapi...."
Dipenggalnya kalimat lanjutan. Diliriknya Angon Luwak.
Angon Luwak hari itu sedang berjalan di sekitar hutan perbatasan Pandan Kutowinangun. Gurunya, Dedengkot Sinting menyuruhnya untuk berburu rusa. Dia hendak makan enak, makan besar, begitu kata Dongdongka. Tak mau makan daging kelinci atau ayam hutan yang lebih mudah didapatkan. Dia cuma mau makan daging rusa panggang!Kakek tua itu seperti perempuan sedang ngidam saja! Ada seekor rusa gemuk sedang asyik makan semak. Angon Luwak tersenyum. Buruannya menanti. Dipersiapkannya anak panah. Cukup hanya dengan sekali bidik, akan didapatkannya rusa jantan gemuk itu. Akan dibawanya pulang ke gubuk, biar gurunya merasa senang, pikirnya.Agar tak meleset, Angon Luwak mengendap-endap lebih dekat. Sialnya, dia menginjak ranting kering.Krak! Rusa itu pun lari."Brengsek!" Rutuk Angon Luwak.Sekarang, dia harus mencari lagi buruan yang lain. Tak putus semangat, pemuda tanggung itu meneruskan perburuan. Rejeki memang tak kemana-mana kalau berjodoh. Rusa yang sebe
Orang tua aneh itu sedang duduk mencekung sendiri menghadap laut. Hampir setiap malam dia melakukan itu. Mungkin sedang merenungi perjalanan hidup yang telah demikian lelah.Angon Luwak menghampiri. Sebelum sampai, Dedengkot Sinting memperlihatkan sesuatu di tangannya. Tanpa berbalik, membiarkan punggung bungkuknya menghadap Angon Luwak."Kau dapat dari mana benda ini?" Tanyanya.Malam gelap. Cahaya bulan sabit samar-samar. Angon Luwak memperjelas pandangan. Sesuatu di tangan gurunya adalah benda yang pernah ditemukannya tanpa sengaja di Pulau Hantu. Benda berbentuk cemeti bertali keemasan. Gagangnya terdapat hiasan kepala naga berwarna emas."O, itu,..," Desah Angon Luwak sambil menguap lebar-lebar."Cepat jawab!""Aku menemukannya di Pulau Hantu!""Sudah kuduga....""Sudah itu saja, Kek? Aku masih ngantuk....""Belum! Duduk kau!"Dalam hati Angon Luwak mengeluh. Bidadari dalam mimpinya pasti sudah pergi jauh ent
"Aku tidak menyuruhmu memanjat seperti kunyuk kurang makan, Cah sinting!!" Teriak Dongdongka sengit."Tapi tadi Kakek menyuruhku memetik kelapa, bukan?""Iya, tapi tidak dengan cara seperti itu!"Angon Luwak menggaruk-garuk kepala.Bingung juga dia. Disuruh memetik buah kelapa, tapi dilarang memanjat. Jadi harus bagaimana. Memelototinya sampai buah kelapa berjatuhan sendiri? Ah, itu sih bukan 'sinting' pura-pura lagi. itu sinting benaran!"Jangan cuma garuk-garuk kepala seperti itu! Bangun!" Hardik Dongdongka.Angon Luwak bangkit. Tangannya menguruturut pantat yang masih terasa pegal berdenyut."Jadi caranya bagaimana, Kek?" Tanya Angon Luwak terdengar memelas. Dia meringis-ringis. Bukan karena pegal di sekitar pantatnya. Melainkan karena tak tahu cara yang dimaui gurunya."Pikirkan sendiri! Pokoknya, sore nanti aku harus sudah meminum air kelapa muda! Awas, kalau ketahuan kau masih berusaha memanjat!" Ancam si tua bangka.
Tak percuma Dongdongka mengangkatnya menjadi murid. Tak salah pula lelaki tua bertabiat sinting itu memilihnya. Bukan cuma punya bakat. Dia pun memiliki kecerdasan dalam menangkap seluruh pelajaran. Namun kunci utamanya adalah kekuatan hatinya. Dia tak pantang putus asa. Tak pernah berdamai dengan kata menyerah. Semangatnya adalah api yang tak padam meski disiram guyuran hujan. Kemauannya adalah lahar yang terus menggelegak. Dalam dirinya tertanam nilai-nilai luhur. Budi pekerti yang mengakar, kehalusan perasaan yang menghujam, kearifan yang dalam, keperkasaan yang menjulang.Angon Luwak memang calon seorang Pendekar sejati! Hari ini, dia diperintah untuk memperagakan seluruh jurus yang telah didapat. Dia bergerak cepat dan teratur. Terkadang melambat seperti jompo. Terkadang gemulai seperti penari. Di lain saat, jurus-jurusnya berubah menggebu. Pukulannya menderu. Tendangannya membabi buta, beruntun laksana gempuran petir.Setiap kali dia bergerak, terdengar suara cuk
"Krrokkh!!""Ya, anggaplah kau mengerti. Meski sebenarnya, aku sendiri tak mengerti.... Jadi, peraturan pertama itu harus kau laksanakan selama menjadi muridku! Belajarlah menjadi orang 'sinting'!"Pelajaran pertama selesai untuk hari itu. Dongdongka pergi begitu saja meninggalkan Angon Luwak. Muridnya sendiri jatuh telentang kecapaian di atas pasir. Mulutnya terengah-engah. Karena keseringan menyuarakan suara kodok, dengusan napasnya pun tanpa sadar memperdengarkan suara kodok."Krrooohhhhh! Hoshoshos!"Kalau hari ini Angon Luwak menjadi 'kodok bunting', jangan-jangan besok disuruh menjadi kerbau bunting?! Mana tahan!-o0o-MAYANGSERUNI sedang duduk menikmati senja menua di atas sebuah bukit ketika di bawah sana datang segerombolan penunggang kuda dari arah barat. Debu mengepul dilatar belakangi pemandangan matahari merah jingga yang setengah menyembul di pelipis bumi.Penunggang kuda paling depan, membawa panji merah bergambar tengk
"Katakan padaku di mana kau sembunyikan Cemeti Laut Selatan, Kusumo!" Tekan Ki Ageng Sulut"Aku tahu pada akhirnya kau akan menuntut benda itu!""Jangan banyak cincong! Katakan saja di mana benda itu!""Kau memang bodoh, Ki Ageng Sulut! Kenapa kau pikir aku akan memberikan Cemeti Laut Selatan padamu?!""Bedebah keparat!""Dan kebodohanmu itu pun telah menyebabkan kau membuang tenaga sia-sia bertarung denganku. Kau tahu bukan, aku tetap tak akan memberikan Cemeti Laut Selatan padamu!""Semestinya kau memang kubunuh, Kusumo!""Di situlah kebodohanmu yang lain. Kau sebenarnya pun tahu, kalau kau membunuhku kau tak akan mendapatkan Cemeti Laut Selatan selamanya! Dan membusuklah tubuhmu perlahan-lahan sampai ajal menjelang..."Ki Ageng Sulut mendengus-dengus. Tanpa diduga oleh Ki Kusumo, manusia sesat keji itu berkata. "Kau salah menduga tentang diriku, Kusumo. Kalau kenyataannya kau tak akan memberikan Cemeti Laut Selatan padaku, m







