Share

4. Tarung Dua Wanita

Iblis Jelita hanya tersenyum meremehkan melihat Nyai Wetong tidak kuat menahan dua hantaman Sentilan Dewi Hitam tingkat satu.

“Sepertinya kau akan mati di tanganku, Nyai,” kata Iblis Jelita dengan senyum sinisnya.

“Lebih baik aku mati terhormat dari pada hidup tapi kalah oleh wanita rendah sepertimu!” teriak Nyai Wetong, lalu dia menghentakkan tangan kanannya ke arah langit dengan jari-jari tegang mencengkeram. Sementara tangan kirinya memegang pedang yang belum dia cabut.

“Hihihi! Ya sudah, matilah!” tawa Iblis Jelita.

Sesss!

Tiba-tiba terdengar suara desisan energi yang mengalir dari angkasa masuk ke tangan kanan Nyai Wetong. Di tangan kanan muncul gumpalan energi sinar merah. Debu-debu di sekitar Nyai Wetong beterbangan karena muncul angin kencang dari pergerakan energi tersebut.

Melihat itu, Iblis Jelita tidak mau tinggal menunggu diserang. Dia berinisiatif cepat berlari maju kepada Nyai Wetong.

Melihat Iblis Jelita mulai banyak bergerak, para penonton yang hampir semua kaum pisangan itu kian sumringah dan antusias. Namun, kesaktian yang sedang dikeluarkan oleh Nyai Wetong membuat debu-debu beterbangan dengan liar, membuat para penonton sulit melotot. Padahal angin itu membuat rok Iblis Jelita jadi berkibar-kibar, tapi tidak seekstrem rok Marylin Monroe.

Kali ini Iblis Jelita serius dengan serangan kedua tangannya yang bercakar tanpa takut adanya sinar merah yang bercokol di tangan kanan lawannya.

Nyai Wetong tidak diam saja. Sebelum energi yang dikumpulkannya sempurna, dia lebih dulu menghadapi agresi berbahaya lawannya dengan pertarungan tangan kiri yang masih memegang pedang bersarung.

Crak crak bret!

“Ak!” pekik tertahan Nyai Wetong.

Beberapa serangan cakaran Iblis Jelita ditangkis oleh sarung pedang. Namun, gerak serang Iblis Jelita terlalu cepat dan gesit. Dalam waktu singkat ada cakaran kuku ungu yang mengancam punggung Nyai Wetong.

Iritnya gerakan Nyai Wetong karena dalam kondisi menyerap energi, membuatnya terancam lebih dulu. Gerak hindar yang dilakukan tubuhnya menjadi terbatas, sehingga kuku tangan kiri Iblis Jelita berhasil merobek punggung baju dan kulit Nyai Wetong. Luka itu membuat Nyai Wetong menjerit tertahan.

Suass! Bluar!

Reaksi dari luka yang didapatnya, Nyai Wetong langsung menghantamkan sinar merah di tangan kanannya kepada Iblis Jelita yang sangat dekat dengannya.

Tahu-tahu ledakan hebat terjadi yang menghancurkan tanah yang mereka pijak. Tanah keras di sekitar mereka terbongkar dan mengudara cukup tinggi, membuat visual pertarungan jadi terhalang bagi para penonton.

“Wuaaah!” teriak para penonton karena begitu hebatnya ledakan yang terjadi, sampai-sampai mereka harus mundur dari posisi tontonnya karena ada hujan tanah dan debu tebal.

Di dalam pekatnya kabut tanah dan debu, Nyai Wetong terkejut karena ternyata targetnya menghilang dan berhasil menghindar.

Para penonton bisa melihat Iblis Jelita tahu-tahu muncul tidak jauh di depan para penonton sisi selatan. Para penonton itu terbeliak melihat sosok aduhai Iblis Jelita yang hanya ada satu jangkauan di depan mereka, bahkan mereka bisa mencium semerbak wangi tubuh wanita cantik itu. Namun, siapa yang berani mengulurkan tangan untuk menepak bokong indah itu.

Namun, tidak sampai sepenarikan napas atau sepenarikan tali celana, Iblis Jelita sudah melesat secepat kilat dengan bagian belakang roknya berkibar di belakang.

Dalam kondisi udara yang belum jernih, Nyai Wetong harus terkejut ketika dia melihat bayangan biru terang datang kepadanya seperti lesatan anak panah.

Sriiing! Crak!

Bluasss!

“Hukh!” keluh Iblis Jelita.

Tidak terlihat jelasnya kondisi musuh, mencabut pedang pusakanya adalah cara terbaik saat itu bagi Nyai Wetong.

Ketika pedang dicabut dari sarungnya, cahaya putih menyilaukan langsung menyeruak. Seiring itu, kuku-kuku hitam Iblis Jelita telah sampai dan tertangkis oleh bilah pedang. Dan kejap berikutnya, ledakan sinar putih terjadi, mementalkan tubuh Iblis Jelita yang juga membuatnya mengeluh.

Melihat tubuh indah Iblis Jelita terlempar, semakin teganglah para penonton. Entah bagian tubuh mana yang tegang?

Jleg!

Iblis Jelita tidak mendarat dengan dua kaki dari lemparan keras itu, tetapi mendarat dengan tiga kaki. Dua kaki sungguhan dan satu tangan kanan. Pendaratan dengan posisi push-up itu membuat paha wanita cantik itu terbuka keliling dunia, membuat penonton kian antusias. Namun, mereka harus kecewa karena ternyata Iblis Jelita mengenakan celana pendek, yang di zaman masa depan disebut jenis biker short.

Iblis Jelita segera bangkit. Dia tidak peduli dengan kaum pisangan yang mata bakul.

“Cuih!”

Iblis Jelita meludah darah ke kiri.

“Ayo, Nyai! Hajal telus! Nyai halus menang!” teriak satu anak lelaki tiba-tiba dari tengah-tengah penonton.

“Hahaha...!” tawa semua penonton mendengar teriakan cadel itu.

Iblis Jelita yang marah melirik ke sumber teriakan. Ternyata itu Ardo Kenconowoto yang berada di depan para penonton orang dewasa.

Iblis Jelita jadi tersenyum melihat Ardo yang begitu semangat mendukungnya. Meski sang pendekar tersenyum kepada Ardo, tetapi yang bahagia adalah kaum bapak-bapak di belakangnya. Mereka jadi heboh sendiri, seolah-olah mereka dipilih menjadi target cinta Iblis Jelita.

Drap drap drap...!

Brak brak brak...!

Tiba-tiba terdengar suara lari puluhan kaki manusia dan suara berisik barang dipukul ramai-ramai dan serentak.

Suara ramai itu bersumber dari kedatangan puluhan prajurit berseragam hijau-hijau, yang berlari dalam barisan sambil memukuli tameng kayu tebal mereka dengan batang tombak masing-masing.

“Minggir! Minggir! Minggir!” teriak keras seorang perwira prajurit kepada warga dan pendekar yang berkumpul menonton.

Seiring pasukan prajurit itu bergerak mengepung area Tugu Setia, yang juga mengepung Iblis Jelita dan Nyai Wetong, para penonton buru-buru minggir dan mundur lebih melebar, sehingga posisi mereka ada di belakang Pasukan Kadipaten Dadariwak.

Kedatangan Pasukan Kadipaten itu dipimpin oleh seorang kepala pasukan, yaitu Komandan Cecak Godok. Dia tidak berkuda, sama sebagai pejalan kaki seperti pasukannya, tapi senjatanya sebuah pedang.

Para prajurit yang sudah mengepung, menghadap ke dalam lingkaran memasang kuda-kuda dengan tamengnya yang seperti pantat penggorengan, sementara mata tombak menghadap ke depan. Kepungan itu terbentuk rapat. Sementara Komandan Cecak Godok berposisi di dalam kepungan.

Kemunculan Pasukan Kadipaten itu jelas membuat pertarungan kedua wanita sakti tersebut terjeda, meski tidak ada sponsor iklan.

Sementara itu, Nyai Wetong berdiri dengan tangan kanan telah memegang pedang yang menyala putih seperti lampu.

“Iblis Jelita! Nyai Wetong! Kalian merusak lingkungan Tugu Setia!” bentak Komandan Cecak Godok tanpa gentar terhadap kedua pendekar berbahaya itu.

Tess! Tass!

“Aakk!” jerit Komandan Cecak Godok saat tiba-tiba sebutir sinar hitam kecil menghantam dadanya tanpa sanggup dia elaki atau tangkis.

Brak!

Tubuh sang komandan yang terlempar menabrak beberapa prajuritnya. Untung, tubuhnya tidak tertusuk tombak yang lancip. Para prajurit itu hanya bisa terkejut melihat komandan mereka kejang-kejang seperti ayam yang sedang sakratul maut. Tidak ada yang berani menyerang Iblis Jelita yang melepaskan ilmu Sentilan Dewi Hitam tingkat satu.

Drap drap drap...!

Dari kejauhan terdengar suara lari beberapa ekor kuda. Perhatian semuanya pun teralih kepada tiga ekor kuda yang datang.

Penunggang kuda terdepan adalah seorang lelaki separuh baya yang berkumis tipis dan berjenggot lebat. Lelaki berbaju sutera warna merah itu mengenakan blangkon berwarna kombinasi merah gelap dan hitam.

“Gusti Adipati datang!” kata satu orang penonton lebih dulu. (RH)

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rajes Salam Lubis
mantap abiiez
goodnovel comment avatar
Rosdiana Galaxy
mantap bener mantap
goodnovel comment avatar
🅰️nny Maheswari
yang datang bukan adipati bawel semara kan om?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status