Surya Yudha menarik Pangeran Abimanyu keluar dari tenda. Begitu tirai tenda dibuka, dua buah golok besar membabat kearahnya. Surya Yudha mendorong Pangeran Abimanyu ke belakangnya agar lebih mudah melindunginya. Dengan cepat, Surya Yudha menarik pedangnya dan menangkis dua golok yang membabat ke arahnya. Surya Yudha melompat dan menendang dada dua orang yang menyerangnya secara bergantian.Begitu lawan roboh, Surya Yudha menarik tangan Pangeran Abimanyu dan mengajaknya segera pergi ke tempat kuda mereka berada."Syukurlah, mereka tak mencelakai kuda-kuda ini," ucap Surya Yudha.Surya Yudha berlari menuju kudanya diikuti oleh Pangeran Abimanyu yang mengekor di belakangnya."Awas!"Jleb!Bruk!Surya Yudha menoleh berbalik dan melihat seorang prajuritnya roboh di belakang Pangeran Abimanyu. Sebuah pisau menancap di punggungnya, tetapi prajurit tersebut terlihat berusaha bangkit.Dengan mulut yang meneteskan darah, Prajurit tersebut berkata pada Surya Yudha. "Jendral, aku akan menahan m
Surya Yudha melihat sebuah bayangan hitam melesat di belakang Pangeran Abimanyu dan berniat mencelakainya. Surya Yudha mengerahkan tenaga dalamnya ke kaki dan menjejak bumi, membuat tubuhnya meluncur deras bagai anak panah meninggalkan busur.Kini Surya Yudha tiba di hadapan Pangeran Abimanyu dan meraih bahu sang Pangeran sebelum menghempaskan tubuh Pangeran Abimanyu ke belakangnya. Pangeran Abimanyu tak bisa melawan ketika Surya Yudha memperlakukannya dengan kasar. Bukannya dia tidak bisa, tapi dia tidak mau melakukannya. Sebuah golok besar menebas di depan wajah Surya Yudha. Surya Yudha melipat pinggangnya ke belakang, golok yang seharusnya membelah wajahnya, hanya melintas begitu saja membawa angin tajam yang menyapu rambut Surya Yudha. Pangeran Abimanyu menggigil seketika saat melihat tempat golok tersebut menebas adalah tempat kepalanya berada beberapa saat lalu. Jika Surya Yudha tak menarik dan menghempaskannya, bisa saja kepalanya sudah menggelinding ke tanah.Surya Yudha mena
Seorang pria berpakaian hitam dengan ikat kepala berwarna hitam maju selangkah, mengambil jarak dari kawan-kawannya. Di pipi pria tersebut, terdapat bekas luka yang melintang melewati hidungnya. Jambang dan kumisnya begitu tebal, membuat Surya Yudha tak dapat melihat rupa wajah pria tersebut dengan jelas.Terlihat pria tersebut begitu marah ketika melihat bandit-bandit yang tewas mengenaskan. Aura pembunuh yang cukup pekat mulai mengalir deras dari tubuh sang bandit."Aku, Singo Edan, tak akan membiarkan pembunuh kawan-kawanku lolos begitu saja!"Singo Edan, pemimpin Bandit Pejagalan mengangkat goloknya dan berlari menyerang Surya Yudha dengan ganas. Seperti namanya, gerakan Singo Edan gesit seperti singa dan tak beraturan seperti hilang akal. Surya Yudha melihat serangan tersebut kemudian menghindar ke samping, tetapi rahang pemuda tersebut mengeras ketika melihat Singo Edan tak mengejarnya melainkan menyasar ke Pangeran Abimanyu.Surya Yudha hanya bisa mengumpat keras ketika melih
Darah mengalir deras dari punggung Surya Yudha karena dia lupa tak menyalurkan tenaga dalam untuk menghentikan pendarahan. Lukanya yang begitu dalam semakin parah ketika Surya Yudha melakukan bentrok tenaga dalam dengan Singo Edan.Namun, untuk kali ini Surya Yusha sama sekali tak memikirkan dirinya. Melihat Pangeran Abimanyu dalam posisi terkepung, Surya Yudha mengalirkan tenaga dalamnya dan melompat ke arah para bandit tersebut.Bukan sekedar lompatan biasa, Surya Yudha menendang dua orang bandit yang berdiri di hadapan Pangeran Abimanyu hingga terpental beberapa tombak jauhnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat dari dua bandit tersebut, menandakan jika mereka tewas karena tendangan Surya Yudha. "Keparat!" umpat seorang bandit ketika melihat kedatangan Surya Yudha yang langsung menumbangkan dua kawannya. Surya Yudha mundur satu langkah dan melemparkan pandangannya kepada Pangeran Abimanyu. Pangeran Abimanyu perlahan bangkit dan meyakinkan Surya Yudha jika dirinya bai
Empat orang pria berseragam prajurit itu hanya mengangguk pelan dan berdiri sebelum memberikan salam perpisahan pada Surya Yudha. Gelapnya malam membuat mereka tak dapat melihat wajah Surya Yudha yang mulai pucat dengan bibir yang membiru. Hanya saja, mereka sedikit curiga ketika mendengar Surya Yudha menjawab dengan suara bergetar."Jendral Muda, apa anda baik-baik saja?" Seorang prajurit mendekati Surya Yudha dengan khawatir.Surya Yudha mengangguk pelan, "Aku baik-baik saja, aku hanya sedik-"Surya Yudha tak dapat melanjutkan kata-katanya, dari mulutnya menggelegak busa berwarna putih yang bercampur darah. Prajurit yang berdiri di di hadapan Surya Yudha langsung menopang tubuh Surya Yudha yang hampir ambruk."Jendral muda!" teriak Prajurit tersebut dengan panik. Tiga prajurit yang sempat terpaku karena hal tersebut ikut mendekati Surya Yudha dan memeriksa kondisinya. "Anda terluka?" Seorang prajurit menarik tangan Surya Yudha dari tempayan dan memeriksanya. Begitu melihat dua
Akhirnya Surya Yudha hanya bisa pasrah ketika Gendon memaksanya ikut ke barak prajurit puting beliung. Surya Yudha menunggang kuda bersama seorang prajurit yang menjaganya karena Gendon meminta dia tidak banyak bergerak. Setelah beberapa waktu berkuda, akhirnya enam orang itu sampai di barak prajurit Puting beliung. Gerbang utama dibuka, seorang prajurit bertanya. "Siapa mereka berdua?""Putra Panglima Besar Indra Yudha, Tuan Muda Surya Yudha. Kami bertemu di jalan dan Tuan Muda tidak memiliki tempat untuk beristirahat."Prajurit yang sedang berjaga mengangguk paham. Dia hanya pernah melihat Surya Yudha sekali, itu pun dari jarak yang terlalu jauh sehingga dia tidak dapat melihat wajah Surya Yudna dengan jelas.Akhirnya prajurit tersebut mempersilakan mereka berenam masuk.Satu dari enam orang tersebut melapor pada pimpinan mereka, Jendral muda Rangga Malela sementara lima lainnya menunggu di dekat lapangan latihan.Surya Yudha merasa tubuhnya sudah tak maruan dan ingin segera me
Surya Yudha telah selesai diobati. Rangga Malela ingin bertanya lebih jauh pada Gendon tapi pemuda tersebut menolak dengan alasan sudah terlalu lelah.Rangga Malela memaklumi kondisi Gendon dan meminta pemuda tersebut segera beristirahat karena dia sudah menyiapkan dipan tambahan di ruangan yang sama dengan Surya Yudha. Gendon segera menyetujuinya karena tubuhnya sudah kelelahan. Rangga Malela yang ruangannya dipakai oleh Surya Yudha dan Gendon memilih untuk tetap terjaga karena hari sebentar lagi terang.Dia kembali mengingat bagaimana Gendon yang dimatanya terlihat seperti pemuda bodoh tak berguna begitu terampil ketika mengobati Surya Yudha. Bahkan, ketika Ki Sentot mengganggunya dengan beberapa pertanyaan, Gendon dengan sabar menjawabnya satu persatu.Rangga Malela dan Surya Yudha memang bukanlah kawan akrab. Tetapi mereka sama-sama pemuda yang cemerlang di dunia militer sehingga menyandang gelar jendral muda di usia yang terbilang muda.Jendral muda merupakan sebuah gelar, bukan
Surya Yudha duduk saling berhadapan dengan Rangga Malela. Di tepi lapangan latihan, mereka berdua memperhatikan setiap prajurit yang sedang berlatih."Jadi sesulit itu menjadi pengawal Putra Mahkota?" tanya Rangga Malela. "Hm?" Surya Yudha menaikan alisnya karena tidak mengira Rangga Malela akan bertanya seperti itu."Aku tahu bagaimana sikap calon raja kita. Dia memang loyal tetapi seringkali mengambil keputusan ceroboh.""Rangga, apa dirimu tidak khawatir ada yang mengadu? Kepalamu bisa saja menggelinding jika Baginda tahu ucapanmu barusan."Rangga Malela tersenyum tipis. "Itu semua memang fakta. Jika ada yang melaporkan hal ini dan aku dihukum mati, maka aku menerimanya asalkan tidak dipecat sebagai prajurit.""Rupanya kau lebih takut kehilangan jabatan daripada nyawa. Baru kali ini aku bertemu dengan orang sepertimu."Surya Yudha dan Rangga Malela tertawa karena merasa ucapan Surya Yudha cukup menggelitik hati. "Lebih tepatnya kebanggaan, bukan jabatan."Surya Yudha mengangguk b