Putaran pertama Sayembara sudah selesai. Saat ini ada 20 orang yang tersisa di antara 70 an pemuda yang mendaftar. Pada putaran kedua, Surya Yudha berhasil mengalahkan lawannya dalam satu kali serangan.Putaran kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ketika putaran pertama dan kedua menggugurkan peserta dengan pertarungan, maka di putaran ketiga mereka akan beradu panahan.Masing-masing peserta akan diberikan sepuluh anak panah untuk mengenai sasaran yang sudah disiapkan. Mereka hanya diberi waktu 20 hitungan untuk menggunakan semua anak panah tersebut. Sepuluh orang dengan nilai tertinggi akan mendapat kesempatan untuk melawan Ningrum. Surya Yudha tersenyum bahagia ketika mengetahui peraturan tentang putaran ketiga. Sepertinya Sayembara ini disiapkan untukku!Sebagai seorang prajurit, dia menguasai berbagai macam senjata. Panah adalah salah satu senjata yang ia kuasai hingga tahap mahir.Mengenai sasaran tak bergerak sangat mudah, bahkan dia bisa melakukannya dengan mata tertutup
Surya Yudha berjalan dengan tenang, seperti peserta lainnya, dia membawa satu keranjang rotan berisi sepuluh anak panah dan sebuah busur kayu.Surya Yudha berhenti di lingkaran kecil berwarna putih, tempat para peserta membidik sasarannya. Dengan gerakan tenang Surya Yudha mengangkat busurnya, tangan kirinya meraih sebilah anak panah dan dengan gerakan cepat, Surya Yudha memasang anak panah tersebut di tali busur.Mata elangnya mulai menajam, fokus terhadap titik merah di tengah papan. Apa yang ada dalam pandangan mata Surya Yudha kali ini hanya sebuah titik merah, tak ada yang lain baginya.Ketika anak panah dilepas, suara siulan angin terdengar, disusul keriuhan penonton ketika melihat anak panah yang dilesatkan oleh Surya Yudha tepat mengenai titik merah.Surya Yudha kembali melakukan hal yang sama, tenaga yang ia keluarkan sedikit lebih besar dari yang pertama, ketika anak panah kedua berhasil menancap di papan sasaran, mata orang-orang yang melihatnya langsung melotot, hampir t
Ningrum dan Mahesa berdiri berhadapan, jarak antara mereka berdua hanya terpisah satu tombak. Ningrum dengan gaun kuning pucatnya yang berkibar, berdiri dengan penuh percaya diri. Tatapannya tajam dan menusuk, mengintimidasi orang yang lebih lemah darinya. Namun, aura ini sama sekali tak mempengarungi Mahesa.Mahesa, pemuda ini hidul di rimba persilatan di mana yang kuat yang berkuasa. Setiap waktu yang dia lewati sebagian besar digunakan untuk berlatih dan menempa diri. Tak jarang dia juga melatih mental dengan menerima serangan aura dari beberapa orang yang lebih kuat darinya."Sayang sekali, trik nona tidak berpengaruh untuk saya," ucap Mahesa dengan senyum tipis. Walau mukanya merah merona, tetapu tatapan yang diberikan oleh Mahesa pada Ningrum tak ada kesan mesum sedikit pun.Di tempat duduknya, Tumenggung Adhyaksa tersenyum ketika melihat sikap Mahesa. Padepokan badak putih memang bukan oadepokan besar, tetapi mereka tak jarang melahirkan pendekar tangguh yang berbudi luhur.
Setelah Mahesa dibawa turun oleh beberapa orang dari padepokan badak putih, Ningrum kembali berjalan ke tengah arena. Pemuda berikutnya yang akan bertarung dengannya adalah Wiguna, anak dari Tuan Kota batu hitam yang terkenal suka main perempuan. Wiguna, pemuda bertubuh tinggi, termasuk tampan jika dibandingkan dengan pemuda lain di sayembara ini. Bahkan, Surya Yudha setingkat di bawahnya jika membahas tentang ketampanan. Pemuda itu tersenyum manis sambil memandang wajah Ningrum yang terlihat jijik dengan Wiguna. "Nona, jika anda bersedia menjadi istriku, maka aku berjanji akan menjadikanmu istri satu-satunya."Ningrum mendengus kesal. Pemuda yang banyak bicara sepertinya harus diberi paham."Kau bisa mengatakannya setelah mengalahkan aku di sini."Wiguna mengangguk pelan, "tentu saja."Ningrum tersenyum mengejek saat mendengar jawaban Wiguna. Mahesa merupakan salah satu pemuda yang memiliki kemampuan terbaik di sekitar ini, bisa dikalahkan oleh Ningrum, apalagi Wiguna, seorang p
Setelah mengalahkan Mahesa dan Wiguna dengan mudah, dia juga bisa mengalahkan yang lainnya dengan mudah. Pancalawya juga menjadi salah satu korban keganasan Ningrum. Setelah berusaha sekuat tenaga, pemuda itu malah berakhir terluka parah karena Ningrum melawannya sekuat tenaga.Saat ini Surya Yudha berjalan dengan santai menuju tengah arena sebelum berhenti di tengah-tengah membuat dirinya bertatap muka dengan Ningrum.Surya Yudha tersenyum hangat, matanya yang tajam, kini menatap Ningrum dengan tatapan lain, sebuah tatapan meneduhkan, tatapan yang sangat jarang dilakukan oleh Surya Yudha.Di sisi lain, Ningrum tergetar hatinya setelah melihat tatapan Surya Yudha. Mata gadis tersebut berkaca-kaca setelah melihat tatapan hangat yang tak pernah ia rasakan kecuali dari Ramanya.Surya Yudha mengehela napas pelan sebelum berkata dengan lembut pada Ningrum. "Nona, yang terjadi biarlah terjadi. Aku ingin kita bersama.""Mari kita selesaikan ini dengan pertarungan," jawab Ningrum dengan air ma
Ki Arya Saloka menjelaskan pada Ningrum jika saat ini Surya Yudha masih istirahat. Cukup banyak darah yang keluar dari lukanya dan itu membuat Surya Yudha lebih lemah."Kalau begitu saya ingin menemuinya."Ki Arya Saloka membiarkan Ningrum menemui cucunya. Di pondok tamu, Surya Yudha berbaring di atas ranjang. Tubuh bagian atasnya dibebat dengan kain putih. Saat mendengar langkah tergesa mendekati ruangannya, Surya Yudha berusaha untuk bangun. Ketika pintu digeser, tampak seorang gadis dengan ekspresi wajah yang menunjukkan jika dia sedang marah dari balik pintu. "Apa yang kau lakukan?" Ningrum berjalan dengan langkah cepat dan memaksa Surya Yudha untuk kembali berbaring."Arh ... apa yang kau lakukan?" ucap Surya Yudha dengan kening berkerut. Tangannya mengelus dadanya yang terasa perih.Ningrum yang melihat Surya Yudha kesakitan kembali merasa bersalah. "Apa aku menyakitimu?""Hm ... sedikit," Ningrum memonyongkan bibirnya, "bohong! Kau pasti kesakitan!" "Apa kau pikir dirimu m
Setelah beberapa hari berlalu, Surya Yudha sudah bisa keluar dari Pondok Tamu. Wajahnya yang beberapa hari lalu tampak pucat, kini jauh lebih segar. Ningrum menyambutnya di taman yang memisahkan antara pondok tamu dan pondok utama.Senyum gadis itu begitu hangat, membuat Surya Yudha secara tak sadar berjalan ke depan gadis tersebut dan meraih dagunya.Wajah Ningrum memerah, dia meraih tangan kekar Surya Yudha dan menariknya. "Rama ingin kau menemuinya."Surya Yudha tersadar, pemuda itu tersenyum tipis dan mengangguk. Ningrum berjalan menuju ruangan Tumenggung Adhyaksa, di belakangnya ada Surya Yudha yang terus mengekorinya hingga sampai di ruangan tersebut.Ketika masuk, Surya Yudha cukup terkejut karena ada Ki Antasena dan juga Ki Arya Saloka di ruangan tersebut yang sedang berbicara dengan Tumenggung Adhyaksa. Menyadari kehadiran putri dan calon menantunya, Tumenggung Adhyaksa meminta mereka untuk bergabung dalam pembicaraan.Surya Yudha duduk di samping Ki Arya Saloka sedangk
Di halaman belakang pondok utama, terdapat pondok kecil yang menghadap kolam ikan. Di dalam pondok tersebut, terdapat beberapa kursi dan dan sebuah meja yang kayu dengan ukiran kepala harimau.Ningrum mempersilakan Surya Yudha duduk di kursi yang paling dekat dengan jendela, sementara dirinya menempati kursi yang terletak tepat di samping kursi Surya Yudha. Surya Yudha memperhatikan riak-riak kecik yang timbul akibat gerakan-gerakan ikan yang berenang di dalamnya. Senyum pemuda itu kembali terulas, menyebabkan wajah Ningrum merah merona. Gadis itu menutupi wajahnya dengan kipas yang ia selipkan di pinggang. "Apa ada yang salah?" tanya Surya Yudha saat melihat Ningrum menutupi wajah dengan kipas.Ningrum tak menjawab, hanya menggeleng ringam."Ningrum, aku adalah seorang prajurit, kehidupanku akan dihabiskan untuk mengabdi pada kerajaan. Apa kau masih mau menerimaku?" tanya Surya Yudha tiba-tiba.Ningrum berkerut kening, "bukankah kau sudah dicopot? Bagaimana kau bisa kembali menja