Home / Pendekar / Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis / Bab 4 Latihan Jurus Iblis

Share

Bab 4 Latihan Jurus Iblis

Author: J Shara
last update Huling Na-update: 2025-01-28 08:51:40

Delapan tahun lebih telah berlalu dan kini Jing Wu sudah beranjak remaja, selama itu pula Jing Wu belajar jurus-jurus dari para iblis. Begitu pula dengan Yang Zi, ia kini menguasai level empat tapak penghancur.

Yang Zi memperlihatkan jurus tapak penghancurnya di hadapan Yang Zhao, ayahnya. Ia tampak puas dengan hasilnya begitu pun dengan ibunya, Shu Zuu.

Sementara Yang Zhao tampak kurang senang melihat perkembangan putranya yang sebenarnya tidak begitu cepat karena ini sudah delapan tahun berlalu. Bukan hanya itu, Yang Zi juga memiliki attitude yang arogan dan cepat puas dengan pencapaiannya.

Yang Zhao kembali masuk ke dalam kamar, ia merenung, memikirkan bagaimana nasib Jing Wu saat ini. Pria itu bahkan tampak kurus karena merasa bersalah tak bisa mendidik Jing Wu dengan benar sehingga anak itu melukai Yang Zi.

Shu Zuu masuk ke kamar, ia prihatin melihat kegundahan Yang Zhao. "Kau tidak perlu merasa bersalah," kata Shu Zuu berusaha menghibur Yang Zhao.

"Bagaimana aku tidak merasa bersalah sementara aku tidak tahu di mana Jing Wu sekarang," sesal Yang Zhao.

"Anak itu pergi karena keinginannya sendiri," kata Shu Zuu, "lagi pula, dia sudah mencelakai Yang Zi, anak kita."

"Kau tidak mengerti!" sergah Yang Zhao, "aku sudah berjanji pada Jing Huei untuk menjaga Jing Wu, tapi apa yang aku lakukan? Aku malah membuatnya pergi dari rumah!"

"Sayang, kamu kira aku tidak peduli dengan anak itu?" balas Shu Zuu, "Xiao Ling adalah sahabatku dan aku sangat sayang Jing Wu, tapi ... aku tidak bisa memaafkan dia yang sudah mencelakai Yang Zi."

Shu Zuu meneteskan air matanya. Yang Zhao mendadak merasa bersalah pada istrinya. "Aku hanya bisa merasakan Jing Wu pasti ketakutan saat mencelakai Yang Zi, aku yakin dia tidak mungkin berniat mencelakai anak kita."

Terdengar suara derek pintu kamar, mereka menoleh dan Yang Zi berada di ambang pintu, menatap tajam ke arah orang tuanya.

"Kenapa ayah selalu saja memikirkan Jing Wu!" sergah Yang Zi menggertak, "apa sih kelebihan anak itu?"

"Jaga mulutmu!" balas Yang Zhao, "dia itu kakakmu!"

"Kakak? Aku tidak punya kakak!" Yang Zi menekankan ucapannya, "ingat, dia sudah mencelakaiku sampai aku terluka parah!"

Yang Zhao hanya diam, sejak kejadian itu dia selalu saja beradu mulut dengan istri dan anaknya. Yang Zhao merasa tak ada yang mengerti akan dirinya yang memiliki janji pada mendiang sahabatnya.

Yang Zi lalu meninggalkan kedua orang tuanya, menuju ke kamarnya. "Jing Wu, awas kau kalau kita bertemu! Kau akan kubunuh!"

***

Sementara di lembah iblis, Jing Wu duduk bermain catur bersama Kanibal.

"Yeiy, aku menang!" Jing Wu berloncat-loncat ria karena mengalahkan Kanibal.

"Cih, kenapa bocah itu begitu cerdas?" keluh Kanibal, "aku bahkan tidak pernah menang melawannya main catur."

"Jing Wu!" panggil seseorang.

"Wah, paman Assasin memanggilku," gumam Jing Wu, "pasti ... dia mau menyiksaku lagi."

"Ayo ke sana!" Kata Kanibal sambil mendorong jauh Jing Wu.

Jing Wu kini berada di depan pondok milik Assasin. Di sana, Assasin berdiri bersandar di samping pintu sambil memegang pisau.

"Paman, hari ini kita latihan ya?" tanya Jing Wu polos.

"Um ... tidak juga sih."

"Terus?"

"Bagaimana kalau kita melakukan permainan?"

Mata Jing Wu berkilau, permainan? Jarang sekali Assasin mengajaknya bermain. Tapi, apa pun itu Jing Wu sangat suka permainan apalagi beradu otak. Kanibal bahkan tak pernah menang bermain catur melawannya.

"Oke, Paman, bagaimana peraturannya?"

Assasin melempar pisau itu dan dengan sigap ditangkap oleh Jing Wu. "Kau hanya memerlukan pisau itu dan masuk ke dalam pondok ini, kalau kau bisa keluar kau akan diberi ayam bakar untuk makan malam nanti."

"Ayam bakar? Asyik!"

Jing Wu tampak sangat bersemangat. Sambil mengayung-ngayungkan pisau, ia pun masuk ke pondok itu dan tiba-tiba pondok itu terkunci.

"Eh, terkunci, oh iya ... aku cuma harus keluar dari sini kemudian aku dapat ayam bakar."

Tiba-tiba Jing Wu merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangnya dan saat Jing Wu menoleh, sosok harimau kelaparan sedang berdiri dan siap menerkamnya."

Jing Wu tiba-tiba panik dan memukul-mukul pintu. "Paman Assasin, buka pintu! Ada harimau!"

"Kalau aku membuka pintu kau tidak dapat makan malam nanti!" ujar Assasin dengan santainya.

"Paman buka pintunya!"

Tiba-tiba harimau itu menerkam Jing Wu tapi dengan gesit Jing Wu menghindarinya tapi pisau dari genggamannya terlempar jauh darinya.

"Sial, aku harus membunuh harimau itu kalau ingin selamat," batin Jing Wu. Ia melirik pisau itu, "aku harus mengambil pisau itu dulu."

Lagi-lagi harimau buas itu mencoba menerkamnya. "Sial!" umpatnya, "ia lalu berlari ke arah dinding dan dengan menggunakan jurus gerakan angin ia mampu bergerak menuju ke arah pisau itu dan meraihnya.

"Bagus, jurus paman Assasin sangat ampuh di saat seperti ini," ucapnya.

Sore telah tiba dan tidak ada suara pertempuran di dalam pondok lagi. Sayangnya, pintu tak jua terbuka.

"Huh, sayang sekali ...," kata Assasin. Ia hendak melangkah pergi dari sana tapi tiba-tiba pintu pondok itu terlempar dan Assasin menoleh ke belakang.

Tampak Jing Wu berlumuran darah sambil memegang pisau. "Malam ini aku dapat ayam bakar, kan?"

"Huh, dasar Bocah!"

Setelah makan malam, Tangan Beracun mengajak Jing Wu ke halaman pondok iblis. Ia mencoba mengajari Jing Wu sesuatu mengenai racun.

"Jing Wu, Paman sudah mengajarimu berbagai jenis racun dan bagaimana cara menanganinya dengan herbal dan tenaga dalam."

"Ya, Paman."

"Hanya saja, ada satu racun yang sangat sulit dinetralisir dengan herbal yang mudah kau dapatkan dan juga dengan menyalurkan tenaga dalam sekalipun."

Jing Wu berusaha menyimak apa yang Tangan Beracun ucapkan.

"Jika kau berhadapan dengan Racun Gaib, berhati-hatilah jika terkena racunnya."

"Lalu, kalau aku terkena racunnya, apa yang harus kulakukan?" tanya Jing Wu.

"Untuk sementara kau harus menggunakan tenaga dalammu agar racun tidak cepat menyebar tapi ini sementara saja, setelah itu kau harus mencari bunga penjaga jiwa yang berada di telaga suci."

"Telaga suci? Di mana itu?"

"Itu ada di kuil utara dan satu-satunya yang bisa meramu bunga penjaga jiwa menjadi penawar racun gaib, adalah biksu bernama Tangan Baja."

"Tangan Baja?"

"Ya. Intinya kau harus berhati-hati saat bertemu Racun Gaib, dia juga menggunakan tangan kirinya sebagai senjata racunnya."

"Baik, Paman," ucap Jing Wu, "aku akan selalu mengingat pelajaran ini."

Setelah meninggalkan Tangan Beracun, Jing Wu masuk ke kamarnya namun di sana ada Kanibal.

"Paman Kan, tumben Paman ke kamarku," kata Jing Wu, "kangen ya?"

"Jing Wu, mungkin inilah saatnya." Kanibal tampak begitu serius.

"Saatnya apa, Paman?"

"Saatnya untuk keluar dari lembah Sepuluh Iblis ini dan melihat dunia luar."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 51 Perpisahan di Senja

    Langit mulai berubah warna, semburat jingga membalut awan tipis yang perlahan ditelan bayang-bayang malam. Udara di sekitar hutan itu semakin dingin, seolah ikut merasakan getir yang menggantung di antara para sahabat yang berdiri di sana.Tanpa aba-aba, kedua orang misterius yang sejak tadi memburu mereka tiba-tiba menghilang. Seakan angin senja menelan kehadiran mereka tanpa suara. Jing Wu yang sedari tadi waspada, langsung berlari ke arah Li Shuwang yang terkapar dengan darah mengalir dari luka di dadanya.“Shuwang!!” seru Jing Wu, lututnya menghantam tanah berdebu saat ia berlutut di samping tubuh temannya itu.Bao Yu sudah di sana lebih dulu, tubuh mungilnya gemetar hebat, dan air matanya membasahi pipi. Ia meremas lengan baju Li Shuwang yang mulai kehilangan warna. Di sisi lain, Ming Yue berdiri terpaku. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar, tapi tak sepatah kata pun bisa ia keluarkan.“Li Shuwang… jangan tinggalkan kami,” isak Bao Yu.Jing Wu meletakkan dua jari di pergelang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 50 - Dimensi Terlarang

    Angin malam berhembus kencang di lembah pertempuran itu. Cahaya rembulan tersembunyi di balik kabut pekat. Hanya suara desir dedaunan dan gelegar petir di kejauhan yang menjadi saksi pertarungan maut para pendekar malam ini. Pria berwajah pucat itu terpental jauh ke belakang, menghantam bebatuan keras setelah terkena jurus Tangan Iblis milik Jing Wu. Debu berhamburan. Jing Wu berdiri tegak dengan kedua tangan mengepal, napasnya memburu. Di balik sorot matanya yang tajam, menyala amarah. Li Shuwang yang sedang bertarung di sisi lain menoleh cepat dan terbelalak. “Tangan besar yang mengerikan... itu jurus apa?” batin Li Shuwang tak percaya. Di atas batu tinggi, seorang pria berjubah hitam dengan tubuh kekar menyilangkan tangan di dada, memperhatikan pertarungan itu dengan senyum tipis di wajahnya. “Huh... sepertinya anak Jing Huei itu lumayan juga,” gumamnya pelan, suaranya berat. “Tapi sayang... lawannya juga tangguh.” Li Shuwang menyipitkan mata, tak suka dengan nada itu. “Kau b

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 49 Hadangan di Jalan Menuju Utara

    Kereta kuda kecil itu melaju perlahan di jalan berbatu, diapit pepohonan tinggi yang merunduk ke arah jalan, seakan menyembunyikan rahasia gelap di antara daun-daunnya. Jing Wu duduk bersandar di pojok, matanya menatap kosong ke luar jendela, sementara Ming Yue duduk di sampingnya, sesekali mencuri pandang ke arah wajah pemuda itu. Bao Yu duduk di seberang mereka, pelipisnya berkeringat meskipun udara cukup dingin.Li Shuwang yang duduk di depan, menggenggam gagang pedang panjang di pinggangnya, seakan merasakan sesuatu. Dan tiba-tiba…“Li Shuwang,” suara berat Jing Wu memecah keheningan. “Sepertinya kau tahu banyak tentang dunia persilatan.”Li Shuwang menoleh pelan. “Mengapa kau bertanya begitu?”Jing Wu menarik napas panjang. “Beberapa waktu lalu, aku mengikuti turnamen yang diadakan oleh Perguruan Teratai Putih… entah apa yang terjadi, tapi aku merasa ada sesuatu yang janggal. Aku bertemu dengan orang-orang yang menyebut dirinya… dari Dongfang.”Begitu nama itu disebut, Li Shuwang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 48 - Pertemuan di Desa Qi Yi

    Udara pagi di kediaman Li Shuwang terasa sejuk. Burung-burung kecil berkicau di antara pepohonan rindang, dan aroma teh hangat menguar dari ruang tengah. Jing Wu duduk bersila di serambi, menatap ke arah pegunungan jauh di utara yang samar terlihat. Ming Yue sibuk merapikan rambutnya, sementara Li Shuwang menuangkan teh ke dalam cawan tanah liat. Li Shuwang akhirnya memecah keheningan. “Sebenarnya… kalian mau ke mana?” tanyanya, sembari menyeruput teh perlahan. Ming Yue langsung mengangkat wajahnya, matanya berbinar. “Aku mau ke utara, ke Istana Peri Utara,” katanya dengan nada penuh semangat. “Aku ingin bertemu dengan nenek dan kerabatku yang lain di sana. Sudah lama sekali aku tak melihat mereka.” Li Shuwang mengangguk pelan. “Begitu ya… Istana Peri Utara. Tempat itu terkenal misterius. Tak semua orang bisa keluar masuk sesukanya.” “Aku tahu,” balas Ming Yue, tersenyum tipis. “Tapi aku punya hak sebagai keturunan di sana.” Li Shuwang kemudian menoleh ke arah Jing Wu. “Lalu,

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 47 Bara di Tengah Hutan

    Cahaya matahari sore menembus celah-celah dedaunan lebat, menciptakan pola-pola keemasan di tanah hutan yang lembap. Di sebuah gubuk kayu sederhana yang nyaris tertutup rimbunan semak, asap tipis mengepul dari tungku tanah liat. Jing Wu sedang berjongkok di depan bara api, membalik seekor ikan sungai besar yang mulai menghitam di beberapa bagian. Aromanya menggoda, meski udara sekitar masih basah oleh embun. Di sisi lain, Ming Yue duduk menyandar pada dinding kayu, memeluk kedua betisnya. Wajahnya serius, pandangannya menerawang. “Jing Wu…” “Ya?” sahut Jing Wu tanpa menoleh, matanya tetap fokus pada ikan yang hampir matang. “Sebenarnya… siapa kedua orang kemarin yang menyerang kita, ya?” Jing Wu menghela napas, lalu mengibas-ngibaskan daun lebar ke atas bara, menimbulkan semburat asap dan percikan kecil. “Entahlah,” katanya pelan. “Tapi kurasa mereka mengincarku. Dan semuanya… mungkin ada hubungannya dengan orang tuaku.” Ming Yue menoleh cepat. “Orang tuamu?” “Ya. Kata

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 46 Misteri Jasad Jing Huei

    Keluar kalian! Kedua orang berjubah hitam muncul di depan Jing Wu dan Ming Yue. Ming Yue terkejut karena ia tak pernah melihat kedua pendekar itu sebelumnya. Salah satunya memiliki kulit pucat dan tampak tak bersemangat, sementara yang satunya lagi memegang kipas kertas di tangannya. Jing Wu tampak serius, terutama karena Ming Yue berada di sampingnya dan harus ia lindungi. "Siapa kalian?" tanya Jing Wu lantang. Pria yang memegang kipas itu terkekeh. "Julukanku adalah Kipas Kematian, dan temanku ini disebut Si Mayat Hidup." Jing Wu mengernyit. Jubah yang mereka kenakan tampak familiar. Sama dengan yang dikenakan oleh Zhang Zui dan Bataar saat pertama kali ia bertemu mereka. Apakah mereka berasal dari organisasi yang sama? Tiba-tiba, Kipas Kematian mengayunkan kipasnya ke arah Jing Wu, dan seketika hembusan angin yang sangat kuat menyerang Jing Wu dan Ming Yue. Beruntung, Jing Wu gesit. Ia segera melindungi Ming Yue dan menciptakan perisai angin yang lebih kuat. "Huh, ternya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status