“M-menikah?” cicit Saras, melepas pelukan. Ia menatap wajah ayahnya yang terlihat begitu pucat, dan perasaan yang tidak ia pahami kembali merayap, menyesakkan dada. Kegelisahan itu bertambah saat matanya menyapu raut lelah sang ayah.
“Tapi, Ayah ... kenapa begitu mendadak?” Suaranya bergetar, mencari jawaban yang terasa semakin sulit ia pahami. “Aku ... aku belum siap, Ayah.”
Bagas hanya diam, memegang bahu Saras dengan tatapan penuh kepedihan, seolah setiap kata yang keluar adalah luka tersendiri baginya. “Ini sudah menjadi keputusan Ayah, Saras.”
Kerutan di kening Saras semakin dalam. “Aku nggak mengerti ... Kenapa harus menikah? Apa karena—?” Tanyanya, dengan kebingungan dan ketakutan yang bercampur dalam dadanya.
Bagas memegang erat tangan Saras, memotong perkataan Saras dan menuntunnya duduk di sofa. “Ayah hanya ingin memastikan kau aman. Kau harus menikah dengan pria yang bisa melindungi, yang bisa menggantikan Ayah kalau ... kalau terjadi sesuatu.”
Saras terdiam. Kata-kata ayahnya tadi menggantung, seolah mengisyaratkan sesuatu yang tak ingin ia bayangkan. “Apa yang Ayah bicarakan? Apa maksud Ayah bisa menggantikan Ayah?!” Saras jelas tidak suka Ayahnya berbicara seperti itu, karena hanya Ayahnya lah yang saat ini Saras miliki, jadi Saras tidak ingin mendengar perkataan buruk yang keluar dari bibir sang Ayah. Pandangannya kabur karena air mata yang mulai menggenang.
Di tengah kebisuan yang tiba-tiba mendera keduanya, Bagas kembali berujar, lebih lirih kali ini. “Saras, berjanjilah pada Ayah, kau akan menikah dengan pria yang bernama Liam. Malam ini juga.”
Ketika Saras mencoba memahami semuanya, hatinya berteriak, namun mulutnya hanya bisa terkatup. Kenapa semuanya terjadi secepat ini? Kenapa ia harus menikah dengan orang yang tak pernah ia kenal, apalagi ia cintai? Bahkan, dirinya sendiri tak pernah mengenal cinta. Ayahnya selama ini yang melindungi dan mengatur semua hidupnya, ia tak pernah punya kesempatan untuk melakukan segalanya sendiri, tak pernah tahu bagaimana menghadapi seseorang di luar keluarganya.
Dengan dada yang terasa semakin sesak, ia berbisik, “Baiklah, Ayah ... Aku akan melakukan apapun yang Ayah minta.”
Di kepalanya, Saras terus berpikir apa alasan sang Ayah menikahkan dirinya dengan pria yang tidak ia kenal, beberapa kali Saras memang mendengar sang Ayah berbicara dengan penasihat perusahaan keluarganya tentang apa yang terjadi kepada perusahaan sang Ayah, tetapi Saras tetap tidak memahami hal itu.
Namun saat ia hendak bertanya lebih lanjut, tubuh ayahnya mendadak tersungkur dengan darah mengalir dari hidung.
"AYAH!"
**
Saras membawa sang Ayah ke rumah sakit, di rumah sakit, Saras berjalan mondar-mandir di depan ruang IGD, tubuhnya mulai gemetar. Dadanya terasa kosong. Ia selalu punya Ayah sebagai tempat bersandar, dan kini rasa takut kehilangan pria yang selalu ada untuknya sejak kecil membuat napasnya tersengal. Sekali lagi bayangan wajah pucat ayahnya terlintas, dan tanpa bisa ia cegah, air matanya mengalir deras.
“Kenapa semua ini harus terjadi, Ayah?” isaknya, seakan berbicara dengan diri sendiri. “Kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau semuanya seburuk ini?”
Kedua lututnya terasa lemas, dan ia terduduk di lantai, tubuhnya bergetar hebat. Tangisnya pecah, mengoyak keheningan di lorong rumah sakit. Ayahnya selalu ada untuk melindunginya dari dunia luar, dan sekarang, ia merasa seperti terlempar sendirian, tak punya arah.
“Sarastika?”
Suaranya tiba-tiba lenyap, ia mendongakkan kepala dan melihat sosok pria tinggi yang menatapnya tajam. Walaupun wajah pria itu tampan, namun sorot matanya tajam dan penuh ketegasan yang asing bagi Saras. Tubuhnya secara refleks gemetar, dan ia segera menunduk, berharap pria itu salah orang.
Namun, pria itu mendekat, tanpa sopan menarik tangannya hingga ia berdiri. “Ayahmu, Bagas Danuarta, menginginkan pernikahan ini sebagai permintaan terakhirnya.” ujarnya tegas.
“M-maaf … sepertinya anda salah orang,” cicit Saras yang mulai memberanikan menatap pria yang ada di hadapannya.
“Liam Anjaswara. Ayahmu pasti sudah menyebutkan namaku kepadamu.” pria itu mengamati bagaimana perubahan ekspresi dari wajah wanita yang ada di hadapannya saat ini tanpa mengubah bagaimana sorot wajahnya yang dingin.
Saras jelas terkejut, ternyata secepat ini ia harus bertemu dengan pria yang Ayahnya katakan. Dengan segera, ia menghapus air mata yang di pipinya, wajahnya penuh dengan kebingungan.
“Malam ini, kau akan menjadi istriku. Dan kau tidak punya pilihan untuk menolak.”
Ricard terkejut dengan pernyataan Liam, dan ia tidak bisa duduk diam lagi. Ia berdiri dari tempat duduknya, menatap Liam dengan mata yang penuh keheranan."Liam, apa yang kamu lakukan?" tanya Ricard dengan suara yang sedikit terguncang. "Kamu tidak bisa begitu saja menyerahkan perusahaan ini kepada saya. apa kalian merencanakan sesuatu?"Liam menatap Ricard dengan mata yang tenang dan mantap. "Saya sudah memikirkannya dengan matang, Ricard. Saya percaya bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk mengelola perusahaan ini," jawab Liam dengan serius.Ricard masih tidak percaya. Ia berjalan ke arah Liam, menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. "Tapi, Liam, perusahaan ini sudah lama kau yang mengelolanya. Bagaimana kamu bisa begitu mudah menyerahkannya kepada saya dan bagaimana dengan kembaranku?" tanyanya dengan suara yang penuh keheranan.Liam tersenyum dan meletakkan tangan pada bahu Ricard. "Saya tidak menyerahkannya, Ricard. Saya hanya memberikan kesempatan kepada kamu untuk menge
Rumah Liam dan Saras terlihat ramai ketika beberapa mobil berhenti di depan rumah mereka. Ricard, Luna, Anjaswara, Rosa, Danuarta, dan Vinso keluar dari mobil dan berjalan menuju ke pintu depan rumah Liam dan Saras.Liam dan Saras menyambut mereka dengan senyum dan sambutan hangat. "Selamat datang, semuanya," kata Liam mencoba mencairkan suasana.Saras menambahkan, "Terima kasih sudah datang. Aku sangat senang kalian semua bisa hadir."Anjaswara tersenyum dan memeluk Liam. "Kami tidak bisa menolak permintaanmu, anakku. Apalagi permintaan ini datang dari Saras," walaupun terlihat sedikit kaku, tapi Anjaswara berusaha untuk memberikan respon yang baik.Rosa juga tersenyum dan memeluk Saras. "Aku senang bisa datang dan berkumpul dengan kalian semua," katanya dengan suara yang lembut.Ricard dan Luna terlihat sedikit canggung ketika mereka berdua masuk ke dalam rumah. Mereka berdua tidak terlalu dekat dengan Liam dan Saras, tetapi mereka tidak bisa menolak permintaan Anjaswara.Danuarta d
Mobil yang dikendarai oleh Liam membelah kota dengan kecepatan yang stabil. Liam sedang berpikir keras tentang permintaan ayahnya, Anjaswara. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Danuarta, Ricard, dan Luna bisa hadir di acara yang sama. Mereka semua memiliki hubungan yang rumit, dan membuat mereka berada di ruangan yang sama sepertinya mustahil.Saras menatap Liam dengan mata yang penuh penasaran. "Liam, apa yang terjadi? Kamu diam saja sejak kita meninggalkan rumah Ayah," tanyanya dengan suara yang lembut.Liam menatap Saras dengan mata yang kosong, seolah-olah masih memikirkan permintaan ayahnya. "Ayah meminta aku untuk mengundang Ayahmu, Ricard, dan Luna ke acara nanti," jawabnya dengan suara yang lembut.Saras terkejut dengan permintaan itu. "Apa? Mengapa Ayah meminta hal itu?" tanyanya dengan suara yang penasaran.Liam menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak tahu, tapi Ayah sangat serius tentang hal itu. Aku harus membuat mereka semua hadir di acara nanti," katanya dengan suara yan
Rosa menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan percakapan. "Liam, Saras, aku ingin memberitahu kalian sesuatu yang mungkin akan membuat kalian terkejut," katanya dengan suara yang lembut.Liam dan Saras menatap Rosa dengan mata yang penuh perhatian, menunggu apa yang akan dikatakan oleh Rosa selanjutnya.Rosa melanjutkan, "Aku baru saja mengetahui bahwa Ricard dan Luna memiliki hubungan spesial. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi aku yakin bahwa mereka memiliki perasaan yang kuat satu sama lain."Saras terkejut dengan pengakuan Rosa. Ia tidak menyangka bahwa Ricard dan Luna memiliki hubungan yang begitu dekat. Ya, walaupun hatinya sedikit menolak isi kepalanya, karena ia pernah melihat kejadian tempo hari di parkiran Rumah Sakit.Liam bertanya, "Apa yang membuat Ibu yakin bahwa mereka memiliki hubungan spesial?"Rosa menjawab, "Aku melihat mereka berdua bersama beberapa kali, dan aku bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda di antara mereka.”Saras menamba
Liam dan Saras masih berdiri di ruang tamu yang hening, menikmati kehangatan dan keakraban antara mereka. Tiba-tiba, ponsel Liam berdering, memecahkan keheningan antara mereka.Liam menarik napas dalam-dalam dan menjawab panggilan itu. "Halo?"Suara Rosa terdengar di seberang telepon, sedikit lembut dan santai. "Liam, aku butuh kamu dan Saras datang ke rumah hari ini."Liam terkejut dengan permintaan Rosa, karena Rosa saat ini sedang fokus pada kesehatannya dan jarang meminta bantuan. "Ada apa, Ibu?semua baik-baik saja?"Rosa terdengar sedikit lelah, tapi tetap bersemangat. "Aku baik-baik saja, Liam. Aku hanya butuh kamu dan Saras datang ke rumahku. Aku tidak bisa menjelaskan lebih lanjut melalui telepon. Tolong, Liam."Liam menatap Saras, yang masih berada di pelukannya. "Baiklah,ibu. Kami akan datang.”Rosa tersenyum. "Baiklah, aku tunggu kedatangan kalian.”Liam mengangguk, meskipun Rosa tidak bisa melihatnya. "Baiklah, ibu.”Liam menutup telepon dan menatap Saras. “Ibu meminta ki
Danuarta dan Saras kembali ke ruang tamu, di mana Liam dan Vinso sedang menunggu mereka berdua. Liam berdiri dari sofa dan menatap Saras dengan mata yang penuh perhatian, sementara Vinso hanya duduk diam dengan ekspresi yang tidak terbaca."Saras, kamu baik-baik saja?" Liam bertanya dengan suara yang lembut.Saras mengangguk, masih terlihat sedikit sedih. "Ya, aku baik-baik saja."Danuarta melangkah maju dan menatap Liam dengan mata yang tajam. "Liam, aku ingin tahu bagaimana kondisi rumah tangga kamu dan Saras. Pernikahan kalian terbilang kontrak dan tidak terikat dengan janji suci pernikahan, jadi aku ingin tahu bagaimana kalian berdua menjalani kehidupan bersama, terutama dengan kondisi Saras yang sekarang."Liam menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Kami berdua menjalani kehidupan bersama dengan baik, Danuarta. Saras tinggal di rumahku dan kami memiliki kehidupan yang cukup nyaman. Dan tentang kondisi Saras... aku akan menjaga dia dan anak kami dengan baik."Danuarta menata