Mobil Bram berhenti di suatu tempat yang membuat Ivy tercengang, Bram berkunjung ke panti asuhan dimana dia menjadi donatur tetap disana. dan kali ini Abraham mengajak Ivy, karena sebelumnya, beberapa minggu yang lalu Abraham sudah berjanji pada ibu pengurus panti, dan juga anak-anak akan memperkenalkan Ivy pada mereka.
"Ini kan panti asuhan?" tanya Ivy heran karena Bram membawanya kesini.Bram hanya mengangguk menjawab pertanyaan Ivy, jujur dia sangat senang bisa membawa gadisnya kemari."Tapi kenapa om membawa ku kemari?" lagi Ivy bertanya."Ayo masuk!" Abraham tersenyum dan mengajak Ivy masuk, tanpa perlu repot-repot menjawab pertanyaan gadis itu.Abraham menggenggam erat tangan Ivy, hingga mereka masuk ke dalam panti asuhan yang di sambut hangat, dan gembira oleh anak-anak dan para ibu pengurus panti.Semuanya sangat ramah pada Ivy, begitu pun Ivy yang sangat senang datang ke panti."Syukurlah dia senang, aku pikir dia bosan jika aku ajak kemari." batin Abraham.Abraham asyik melihat Ivy yang sedang bermain bersama anak-anak panti, senyum terukir di wajah tampannya saat melihat gadis pujaannya tersenyum ceria, dan sesekali berteriak girang di selingi canda dan tawa."Bram." panggil ibu panti bernama Melisa."Iya bunda?" jawab Abraham yang memang sudah terbiasa memanggil Melisa dengan sebutan bunda."Jadi dia yang bernama Ivy?" Abraham tersenyum."Cantik, bahkan sangat cantik." puji Melisa."Dia sangat baik, ceria dan sikapnya manis sekali. pantas saja kau sangat tergila-gila padanya Bram." Abraham senang mendengar pendapat Melisa mengenai Ivy."Ya, aku sangat mencintainya dari dia kecil. bahkan aku sangat ingin sekali segera memilikinya, aku ingin menikahinya bunda tapi...." Abraham menggantungkan kalimatnya."Tapi kenapa Bram?" tanya Melisa penasaran."Perbedaan umur kami berdua bunda, sangat berbeda jauh! 11 tahun jarak umur di antara kami, aku malah lebih pantas menjadi kakak ataupun om-nya." jawab Abraham tersenyum kecut."Kenapa kau menjadi pesimis begitu Bram? apakah kau sudah pernah mengungkapkan perasaan mu pada gadis itu?" tanya Melisa sambil matanya sesekali memperhatikan Ivy."Bram bahkan sama sekali tidak mampu mengatakannya bunda, rasa takut di tolak itu lebih besar. dan ya, aku takut jika Ivy menikah denganku Ivy malah jadi tidak bisa bahagia karena memiliki suami lebih tua darinya." ucap Bram lirih namun masih bisa di dengar Melisa.Melisa menggenggam lembut tangan kekar Abraham. "kau jangan langsung memutuskan pikiran seperti itu begitu saja, kenapa bisa Ivy tidak bahagia jika menikah dengan mu?" Ucap Melisa pura-pura galak.Abraham hanya terdiam dengan pikirannya, jika di dekat Ivy dia seperti seseorang yang sangat gatal dan suka menggoda gadisnya.Abraham menatap Ivy, yang tidak sengaja secara bersamaan Ivy juga melihat ke arahnya. Ivy tersenyum bahagia sekali, Abraham pun membalas senyumannya.Hal itu tertangkap di kedua mata Melisa. "saranku... kalau kau benar-benar mencintainya, maka segeralah menikah dengannya sebelum orang lain merebutnya lebih dulu. lupakan gengsi mu mengenai jarak umur kalian." kata Melisa dan pergi meninggalkan Abraham dengan segala pikirannya.Apa yang di katakan Melisa ada benarnya juga, dia harus secepatnya memiliki Ivy sebelum orang lain lebih dulu.Ia bangkit dan bergabung bermain bersama Ivy dan anak-anak panti, mereka semua tanpa bahagianya sekali.*********Tak terasa hari sudah semakin sore, Abraham dan Ivy pamit pulang pada semuanya.Sebelum itu, semua anak-anak berlarian memeluk tubuh Ivy dengan sayang."Kakak janji ya, jika nanti kapan-kapan datang lagi kemari, dan kita bisa bermain lagi mengalahkan papa Bram." Ucap Rio bocah laki-laki di panti."Siaaapppp." Ucap Ivy sambil tangannya membentuk tanda hormat."Kami pulang bunda," Bram pamit pada Melisa dan ibu panti lainnya.Begitu pun Ivy yang juga ikutan pamit dan memeluk para ibu panti, meskipun baru bertemu tapi Ivy adalah gadis yang menyenangkan, hingga mudah baginya untuk saling mengenal."Bagaimana?" tanya Bram.Saat ini mereka sudah di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumah, senyum yang tak pernah luntur di wajah Ivy, menandakan bahwa ia sangat senang sekali."Menyenangkan," jawabnya dengan ceria."Om takut kalau kamu bosan tadinya." Ivy menggeleng."Bagaimana mungkin aku bosan om, mereka sangat lucu dan manis sekali dan ibu panti juga sangat baik dan ramah." Ucapnya memuji."Oh ya, mengapa mereka memanggil mu dengan sebutan papa om?" tanya Ivy, yang teringat ketika Rio menyebutkan nama Abraham dengan embel-embel papa."Ya, mereka semua memang memanggil ku papa." jelas Abraham menolehkan wajahnya melihat Ivy.Sejenak mereka saling tatap, namun dengan cepat Abraham mengalihkan pandangannya dan kembali fokus menyetir.Tanpa di duga-duga Abraham memegang tangan kanan Ivy dengan tangan kirinya, Ivy ingin melepaskan tangganya namun entah kenapa dia merasa nyaman."Aku sudah tidak tahan lagi." gumam Bram lebih ke sebuah geraman.Ia memberhentikan mobilnya di tepi jalan, dan langsung membalikkan badannya menghadap Ivy.Ivy terbelalak kaget melihat Abraham menciumnya tiba-tiba, di kulumnya bibir Ivy dengan rakus."Balas ciuman ku Ivy," pinta Abraham di sela-sela ciumannya.Ivy pun menurutinya karena ia juga sudah mulai terbuai, sejenak mereka melepaskan ciumannya saat merasakan pasokan udara mulai menipis.Nafas mereka terengah-engah dengan memburu, Abraham melihat dada Ivy yang naik turun. entah kenapa tiba-tiba saat menyetir tadi muncul bayang-bayang dirinya dan Ivy bercumbu, itulah yang membuatnya tidak tahan.Dengan cepat Abraham menggoda Ivy lagi, ia melepaskan safety belt Ivy dan menepuk kedua pahanya agar Ivy duduk di pangkuannya.Ivy tampak malu-malu tapi tak ayal menuruti keinginan Abraham, ia naik ke atas pangkuan Abraham.Mereka saling tatap dengan intens, Abraham membelai wajah Ivy dengan sangat lembut, satu tangan Abraham memegang pinggang ramping Ivy dengan mesra.Dan...Dan apa hayo...?
Ivy bangun di pagi harinya dengan tubuh yang berasa remuk, ia meringis perih merasakan di daerah selangkangannya saat dirinya perlahan bergerak."Awwhh!" rintih Ivy kesakitan.Ia tidak menyangka akan seperti ini rasa sakitnya setelah melepas status perawan, Abraham mulai terusik dari tidur nyenyaknya saat mendengar suara Ivy."Sayang." ucapnya sambil mengucek kedua matanya yang masih terasa sangat mengantuk sekali.Bagaimana tidak mengantuk?
21+ Setelah acara resepsi pernikahan selesai, pengantin baru pulang ke rumah Abraham, yang akan menjadi tempat yang di tinggali Ivy bersama keluarga kecilnya. Ivy sangat setuju, karena dengan begitu ia masih tetap berdekatan bersama kedua orang tuanya, yang memang tetanggaan dengan Abraham."Akhirnya sampai juga," ucap Abraham lega."Sini sayang!" titah Abraham menyuruh Ivy untuk duduk di dekatnya.Ivy menggeleng membuat Abraham cemberut. "gerah Om." "Ya sudah, ganti baju sana gih, kan barang-barang kamu juga udah di pindahkan kesini kemarin." Ivy mengangguk dan berjalan ke arah kamar mereka.Ivy tercengang saat membuka pintu kamar, kamarnya di hias begitu indahnya sebagai tanda kamar pengantin baru. ia tersenyum melihat keindahan kamar yang di hias, Ivy menebak pasti ini Jennie dan Eka yang mengerjakannya."Kamu suka?" tanya Abraham yang tiba-tiba datang memeluk tubuh Ivy dari belakang."Suka banget om," jawab Ivy matanya masih terhipnoti
1 Tahun kemudian...Hari yang di nanti sudah tiba, hari pernikahan Ivy dan Abraham. Yupsss, setelah insiden itu, Ivy memutuskan untuk menunda pernikahan mereka. dan memilih untuk meneruskan pendidikannya yang tinggal semester akhir, Ivy berjanji setelah ia dan Eka lulus, maka Ivy akan menikah dengan Abraham.Awalnya Abraham menolak rencana Ivy, tapi begitu mendengar ancaman Ivy jika Abraham menolak keinginannya, maka Ivy tidak akan pernah mau menikah dengannya. tentu saja Abraham tidak mau, dengan berat hati Abraham menurutinya meskipun harus menunggu waktu yang memakan lama, 1 tahun berasa seperti 1 abad.Kini setelah Ivy dan Eka sudah wisuda, seminggu kemudian acara pernikahan Ivy langsung di lakukan. Ivy terlihat begitu cantik sekali, dengan balutan gaun putih super indah sederhana, namun terkesan mewah. Abraham sendiri tampak sangat tampan dan gagah, terlebih lagi terlihat dewasa dan hot.Ivy berdiri dengan memegang sebuah buket bunga, ia tampak te
Jari tangan Eka bergerak, wanita itu seakan bermimpi mengingat kejadian yang ia alami, dari saat penyiksaan Chintya padanya.Hingga kejadian saat dia menembak tantenya sendiri, tangannya semakin bergerak, dan keningnya berkerut serta berkeringat dingin.Kejadian itu seakan berputar di ingatannya, tak lama matanya terbuka melotot. saat membuka matanya, yang ia lihat adalah langit-langit atap rumah sakit.Pintu terbuka, Javi masuk ke dalam ruang rawat inap Eka, Javi kaget begitu melihat Eka sudah sadar dari komanya, dengan cepat ia memanggil dokter dan suster.Tak lama dokter dan suster pun masuk untuk melihat kondisinya, selagi Eka di periksa, Javi memilih untuk keluar dan mengabari Ivy juga Abraham.Ya, setelah berhasil membujuk Ivy untuk pulang ke rumahnya, dan Javi lah yang menyodorkan diri untuk menjaga Eka."Bagaimana keadaannya?" tanya Jennie pada Javi."Masih di periksa dokter." "Ah, syukurlah dia sudah sadar dari komanya." ungkap kel
Langit hari ini begitu cerah, seakan membenarkan kenyataan yang sekarang terasa ringan tanpa beban. tapi tak membuat seorang wanita cantik yang kini terbaring koma di rumah sakit, pasca terkena tembakan di tubuhnya.Seorang wanita menangis melihat keadaan sahabatnya, ia genggam tangan sahabatnya seakan memberi kekuatan untuk kembali sadar.Seorang pria memegang lembut kedua pundaknya, tanpa perlu wanita itu menoleh, ia sudah bisa menebak tangan siapa itu."Aku merasa sangat bersalah padanya, dan berhutang nyawa om." ucap gadis itu dengan badan bergetar karena tangis yang tak mau berhenti."Sabar sayang, kita harus mendoakannya agar cepat sadar dari komanya." wanita itu mengangguk.Dokter masuk ke ruangan pasien dimana Eka terbaring koma. "keluarga pasien Eka." Abraham dan Ivy mengangguk."Pasien wanita yang satu lagi berhasil melewati operasinya dengan lancar, dan sekarang juga masih dalam keadaan koma." rahang Abraham mengeras mendengarnya."It
"Bukankah ini sandal milik Ivy yang kita belikan untuknya?" tanya Javi pada Jennie.Jennie melihat sandal itu dan mengangguk, mereka menemukan sandal itu tepat di jalanan saat Abraham dan Ivy akan di culik. sepertinya Ivy memang sengaja melepaskan sandalnya yang sebelah."Apakah mungkin mereka di culik?" tebak Javi mengingat jalanan ini sepi, jarang di lewati orang."Aku rasa juga begitu, tapi... siapa yang menculik mereka?" ucap Jennie penasaran."Ini semua sudah di rencanakan." tebak Jamil.Javi menoleh ke arahnya dan mengangguk. "seseorang telah mengutus para bodyguard palsu untuk mengantarkan Abraham dan Ivy."Tebakan Javi tepat sasaran. "kau benar! sedari awal aku sudah curiga, banyak musibah yang menimpa kami sewaktu perjalanan menuju alamat rumah mu.""Sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya menemukan keberadaan Abraham dan Ivy."
Abraham dan Ivy tersentak sadar dari pingsannya, saat dengan kasarnya para bodyguard palsu tersebut menyiramkan air ke tubuh mereka. Abraham meringis menahan perih pada wajahnya yang lebam, dan nyaris hancur.Ivy sendiri masih berusaha mengumpulkan kesadarannya penuh, rasa pusing masih terasa berdenyut sakit di kepalanya.Tap... tap... tap...Suara derap langkah kaki yang memakai heels beradu dengan lantai, menimbulkan bunyi tuk tuk. pintu terbuka dan menampilkan wajah seorang wanita. wanita itu tersenyum bahagia melihat ketidak berdayaan Abraham dan Ivy.Suara tepuk tangan membuat kepala Ivy dan Abraham mendongak, keduanya kaget saat melihat siapa yang bertepuk tangan tersebut.Ivy dengan rasa tidak percayanya, dan Abraham dengan rasa kaget yang luar biasanya."Tante?""Chintya?"Ucap Ivy dan Abraham bersamaan, saat memanggil wanita itu, wani
Mobil para bodyguard yang mengikuti di belakang, tiba-tiba saja menghadang mobil Abraham. Abraham merasa heran spontan, sedangkan Ivy sudah pucat pasi, apa yang dia khawatirkan sepertinya menjadi nyata.Para bodyguard mengetuk pintu kaca jendela mobil Abraham, Abraham membukanya dan langsung mendapatkan bogem mentah dari salah satu bodyguard. Ivy menjerit histeris menyaksikan itu semua, gantian kaca jendela mobil Ivy yang di ketuk salah seorang bodyguard lainnya, Abraham menggeleng mengisyaratkan agar jangan di buka sambil meringis menahan perih wajahnya yang di tinju.Bodyguard itu memberi isyarat dengan tangannya seakan menantang Abraham untuk keluar dan melawannya, dengan berani Abraham keluar dan langsung membalas meninju pria tersebut.Namun hal itu tak berlangsung lama, saat para bodyguard lainnya memegang tubuh Abraham, ini tidak adil namanya, main keroyokan. batin Abraham."Ada apa dengan kalian?" tanya Abra
"Sayang...," panggil Abraham pada Ivy.Abraham memeluk tubuh Ivy dari belakang, saat ini mereka sedang berdiri di teras rumah Javi, sedangkan dua mahluk kepo itu pergi ke kebun seperti biasa.Ivy membalikkan badannya menghadap Abraham. "iya om?" Ivy menatapnya dengan penuh tanda tanya."Kita pulang yuk!" ajak Abraham berharap Ivy mau.Ivy menghela nafasnya. "bukannya Ivy gak mau om, tapi Ivy takut jika peneror itu tau Ivy kembali dekat sama om, aku gak mau kalian terluka." ucapnya lirih."Terus harus sampai kapan lagi? memang kamu gak kangen sama mama, papa kamu? sama keluarga aku juga?""Tentu saja Ivy kangen om, kangen banget malah, sama teman-teman Ivy juga." jelas Ivy seakan membayangkan wajah mereka semua.Mendengar kata teman yang keluar dari mulut Ivy, Abraham kembali teringat dengan pesan yang Eka kirim padanya dini hari tadi."Oh ya s