Share

Bab 7 - Sebuah Rencana

Penulis: Intan SR
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 21:41:03

Alicia tetap diam sejak tadi, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata yang baru saja diucapkan Damian kepada Laurent di depan toilet. Ia berusaha menahan diri, meski hatinya sudah dipenuhi amarah.

"Jadi, kau ke sana hanya untuk mengikutinya?" suara Alicia terdengar lembut, tapi ada ketegasan di baliknya. Senyumnya masih terukir, namun sorot matanya tajam, memperingatkan.

Damian menghela napas, mencoba mempertahankan ekspresi tenangnya. "Kau salah paham. Kau tahu, dia yang menggodaku," kilahnya, suaranya terdengar sedikit gelisah.

Alicia mendengus pelan, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. "Awas saja kalau sampai kau tertarik pada wanita lain, Damian," gumamnya, nyaris seperti ancaman terselubung.

Sementara itu, seorang MC naik ke atas panggung, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Selamat malam, hadirin sekalian. Untuk acara selanjutnya, kita akan mengadakan permainan yang berkaitan dengan amal. Hadiah yang didapatkan akan didonasikan untuk panti asuhan," katanya dengan nada ramah.

MC mengangkat sebuah kotak berukuran sedang, memperlihatkannya pada semua orang. "Saya sudah memasukkan nama para Tuan dan Nyonya ke dalam kotak ini. Saya harap semua bisa sportif nantinya," lanjutnya sambil tersenyum.

Alicia menoleh ke Damian, wajahnya penuh harapan. "Aku harap aku bisa berpasangan denganmu. Kudengar mereka akan mengadakan permainan escape room," gumamnya dengan antusias.

Damian tersenyum kecil. "Ya, aku juga," katanya, meski pikirannya justru melayang ke arah lain.

Pandangannya tertuju pada Laurent yang berdiri tak jauh darinya. Wanita itu terlihat begitu dekat dengan Adrian, berbicara dalam jarak yang terlalu intim.

Sesekali Laurent tersenyum pada pria itu, seolah menikmati percakapan mereka. Ada sesuatu dalam pemandangan itu yang membuat dada Damian terasa sesak, meski ia sendiri enggan mengakui perasaannya.

"Tuan Damian Everstone?"

Suaranya MC membuyarkan lamunan Damian. Ia mengerjapkan mata sebelum akhirnya berdiri, menarik napas panjang untuk menenangkan pikirannya.

Langkahnya mantap saat ia maju ke depan, merapikan jasnya dengan gerakan refleks. Alicia yang masih duduk menatapnya dengan harapan, menanti nama yang akan dipasangkan dengan Damian.

Namun, saat MC menyebutkan pasangan Damian, jantung Alicia serasa mencelos.

"Nyonya Laurent Forst?"

Seketika, ruangan yang dipenuhi para tamu mendadak senyap. Semua kepala menoleh ke arah Laurent, wanita yang malam itu berhasil mencuri perhatian dengan kecantikannya yang nyaris sempurna.

Laurent berdiri dengan anggun, gaun satin yang membalut tubuhnya semakin mempertegas lekukannya yang menggoda. Tatapan banyak orang tertuju padanya, mengagumi, beberapa bahkan iri.

Alicia menggigit bibirnya, menahan kekecewaan yang mendesak dadanya. Namun, yang membuatnya semakin kesal adalah tatapan Damian.

Bukannya menunjukkan keterkejutan atau ketidaknyamanan, pria itu justru menatap Laurent dengan cara yang berbeda—dengan cara yang seharusnya tak ia lakukan di hadapan Alicia.

Mata Damian terpaku pada wajah cantik Laurent, memperhatikan setiap detailnya seolah ia baru pertama kali melihat wanita itu.

Lekuk tubuhnya, senyum tipisnya, cara ia melangkah dengan penuh percaya diri. Ada sesuatu dalam tatapan Damian yang membuat Alicia ingin beranjak dari tempat duduknya tapi ia masih berusaha menahannya.

Masih menatap lurus ke depan, Damian mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya merendah saat berbisik ke arah Laurent.

"Calon suamimu tidak cemburu, kan, jika kau bersamaku nanti?" Ada nada menggoda dalam suaranya, namun sorot matanya penuh ketertarikan yang terselubung.

Laurent tersenyum tipis, anggun dan tenang, seolah pertanyaan itu tidak berarti apa-apa baginya. "Tentu tidak. Dia tahu jika ini hanya permainan," jawabnya, suaranya lembut, tapi penuh keyakinan.

Damian menoleh, menatap wanita di sampingnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ada sesuatu tentang Laurent yang berbeda dari wanita lain—sesuatu yang membuatnya sulit untuk digoda seperti biasanya. Laurent terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah sudah mengantisipasi segalanya.

Sesaat kemudian, Laurent melirik ke arah Adrian. Senyumnya tetap sama, seolah apa pun yang terjadi malam ini sudah ada dalam rencana yang telah ia susun dengan matang.

Ketika MC selesai mengumumkan pasangan lain, Damian dan Laurent akhirnya diarahkan ke tempat permainan berlangsung. Langkah mereka beriringan memasuki ruangan yang telah disiapkan untuk escape room.

"Baiklah, tugas Tuan dan Nyonya hanya memecahkan teka-teki di dalam ruangan," kata MC dengan penuh semangat.

Di luar, layar besar menampilkan gambar mereka berdua saat memasuki ruangan tersebut.

Alicia menatap layar itu dengan gusar. Ia menggigit bibirnya, matanya tak lepas dari Damian yang, sejak tadi, terus mencuri pandang ke arah Laurent.

"Awas saja kalau kalian melakukan hal aneh," geramnya, nyaris tak sadar bahwa dirinya berbisik.

Di sisinya, Adrian tampak santai. Pria itu bahkan tidak menunjukkan sedikit pun kecemburuan, seolah apa yang terjadi di dalam ruangan itu tidak berarti apa-apa baginya.

**

Di dalam ruangan, Damian dan Laurent berdiri di depan sebuah lukisan besar yang tampaknya merupakan bagian dari teka-teki yang harus mereka selesaikan.

Sebuah puzzle tergantung di dinding, potongan-potongannya berantakan, menunggu untuk disusun kembali.

Damian mengamatinya sejenak, mencoba menebak pola gambar yang tersembunyi di dalamnya.

Namun sebelum ia sempat bergerak, tangan Laurent sudah lebih dulu bergerak dengan cekatan, menyusun kepingan satu per satu dengan presisi yang mengesankan.

Damian menyandarkan satu tangan ke dinding, memperhatikannya dengan sudut bibir sedikit terangkat. "Kau sangat pintar rupanya, Nona Laurent?" Nada suaranya terdengar lebih seperti pernyataan ketimbang pertanyaan.

Laurent tersenyum tipis, tapi tidak menoleh ke arahnya. "Saya anggap itu sebagai pujian," katanya ringan.

Satu kepingan terakhir dipasang, dan terdengar suara mekanisme bergerak. Dengan sendirinya, pintu di hadapan mereka mulai terbuka.

Namun, sesuatu tampaknya menghambatnya—pintunya tersendat, tidak terbuka sepenuhnya.

Laurent menghela napas kecil, lalu mendorong pintu dengan kedua tangannya.

Damian melangkah maju, ikut mendorongnya agar terbuka lebih lebar. Namun tanpa sengaja, tangannya bertemu dengan tangan Laurent, menindih punggung tangannya yang halus.

Sejenak, waktu seakan melambat.

Di luar, Alicia menyaksikan semuanya dari layar. Matanya melebar, napasnya tertahan di tenggorokan. Tangannya mengepal, merasakan gemuruh dalam dadanya semakin berkobar.

Di dalam ruangan, Damian menoleh ke arah Laurent. Wanita itu tetap tenang, sama sekali tidak goyah meski tangannya disentuh olehnya.

Namun ada sesuatu dalam cara Laurent menatap pintu yang masih separuh terbuka itu. Sesuatu yang tidak disadari Damian—sesuatu yang seharusnya membuatnya waspada.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   bab 90 - Kembali Pulang

    Adrian berdiri terpaku di ambang pintu kamar sempit itu. Bau apek alkohol, asap rokok, dan tubuh yang terlalu lama terbaring tanpa perawatan membuat udara begitu menyesakkan. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Tubuh kecil yang tergeletak di atas kasur reyot itu begitu pucat, begitu sunyi… terlalu sunyi. Mata Dante tertutup, bibirnya membiru, dan tubuhnya tampak kaku.“Dante…” bisik Adrian, nyaris tanpa suara.Langkahnya terhuyung mendekat. Ia jatuh berlutut di sisi tempat tidur yang ringkih, tangannya gemetar saat menyentuh wajah bocah itu. Dingin. Tak ada respons. Air matanya mulai menggenang tanpa ia sadari. Napasnya tercekat di tenggorokan.“Dia… dia sudah…” ucap Adrian, suaranya pecah.Namun sebelum duka itu benar-benar melumpuhkannya, salah satu anak buahnya—seorang pria bernama Richie—berjongkok cepat di sisi Adrian. Ia mengambil denyut nadi di pergelangan tangan Dante dengan teliti, lalu menyentuh leher anak itu dengan jari terlatih.“Tuan… tunggu sebentar,” ucap Richie p

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 89 - Alat untuk Balas Dendam itu Telah Pergi

    Adrian menerima telepon dengan tangan gemetar. Suara berat dari seberang terdengar jelas, dingin dan tanpa rasa."Kami akan serahkan anakmu di bawah jembatan layang. Pastikan kau datang sendiri."Adrian mengepalkan tangan. "Baiklah. Aku akan ke sana."Namun, hatinya terasa tak tenang. Firasatnya begitu buruk. Sejak tadi, pikirannya berkecamuk tak henti. Sesuatu terasa janggal. Terlalu mudah. Terlalu cepat. Tapi dia tak bisa menunggu lagi. Dante adalah prioritasnya.Tanpa membuang waktu, ia bergegas menuju lokasi yang disebutkan. Di dalam mobil, bersama dua orang kepercayaannya, ia menyusun rencana. Mereka akan berpencar, mengelilingi area. Mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk jika para penculik berbohong atau merencanakan sesuatu yang lebih kejam.---Di bawah jembatan, malam hari…Langit menggantung kelam tanpa bintang. Hanya suara angin yang merayap di antara tiang-tiang beton dan bayangan malam yang menyelimuti. Di kejauhan, langkah kaki Adrian menggema pelan. Setiap lang

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 88 - Kondisi Makin Buruk

    Adrian dan Laurent saling berpandangan, tatapan mereka kosong namun penuh makna. Di antara keheningan yang menyelimuti ruang kerja itu, keduanya masih mencoba mencerna kenyataan: beberapa menit lalu, telepon dari penculik Dante akhirnya masuk.Suaranya parau, penuh tekanan dan tanpa belas kasihan.“Jika ingin anakmu selamat, sebaiknya jangan libatkan kepolisian.”Ancaman itu menusuk tajam ke telinga Adrian. Rahangnya mengeras, ekspresi wajahnya menegang seketika. Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, datar tapi penuh ketegasan.“Baiklah.”Setelah panggilan berakhir, ruangan kembali sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Laurent memandang Adrian, matanya bergetar.“Kau yakin ingin memberikan uang tebusan itu?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan.Adrian mengangguk mantap tanpa menoleh. “Tak ada pilihan lain.”“Tapi bagaimana kalau mereka berbohong? Kau tahu sendiri, penculik tak akan semudah itu menyerahkan tawanan. Bagaimana kalau... mereka tak pernah bern

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 87 - Nasib Dante

    Pagi itu langit tampak muram, seolah ikut menyesap kegelisahan yang melingkupi rumah keluarga Vaughn. Di ruang makan yang dipenuhi aroma kopi hangat dan roti panggang yang tak tersentuh, suasana justru terasa dingin. Televisi di sudut ruangan menyala tanpa suara, menayangkan berita tentang penculikan Dante yang telah menyebar luas ke berbagai media.Laurent duduk di ujung meja dengan tubuh sedikit membungkuk, satu tangannya memijat pelipisnya yang terasa berat sejak tadi malam. Di hadapannya, tablet yang memuat berita-berita daring dan komentar netizen berseliweran tanpa ampun. Adrian duduk di seberangnya, masih mengenakan kaus putih dan celana tidur, wajahnya tampak lelah meski baru saja melewati malam yang panjang.“Konferensi pers belum bisa dilakukan,” gumam Laurent pelan, menahan nada frustasi di ujung lidahnya, “tapi netizen sudah berkomentar sesuka mereka... seolah mereka tahu segalanya.”Adrian menghela napas panjang, lalu meletakkan cangkir kopinya ke meja. “Aku sudah mel

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 86. Tiket Kebebasan

    Begitu pintu rumah terbuka, Laurent disambut oleh suara langkah kecil yang berlarian cepat di lantai marmer. Dante, dengan piyamanya yang sedikit kebesaran dan boneka kecil di tangan, berlari memeluk pinggang Laurent erat-erat.Anak itu tersenyum lebar, seolah melupakan semua luka masa lalunya. Namun hati Laurent tetap mengeras sejenak. Anak lima tahun itu seharusnya sudah bisa memanggilnya “Mama” jauh sebelum Alicia datang dan menyusup ke dalam rumah mereka dengan menyamar sebagai pengasuh. Sebelum semuanya berubah.Laurent membungkuk, membelai rambut lembut Dante dengan perlahan, menahan genangan air mata yang hampir tumpah.Tak lama kemudian, langkah kaki berat terdengar di ambang pintu. Adrian masuk dengan ekspresi serius di wajahnya.“Kita akan adakan konferensi pers,” ucapnya mantap. “Kita harus luruskan semuanya, Laurent. Publik berhak tahu—kalau kondisi Dante seperti ini karena ulah Alicia. Semua karena balas dendamnya padamu.”Laurent mengangguk pelan. Ia berdiri, menatap ke

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 85. Semua akan Dapat Balasan

    Beberapa minggu setelah persidangan, udara pagi masih terasa lembab ketika Lauren dan Adrian membawa Dante ke klinik psikiatri anak di pusat kota. Gedung itu tenang dan nyaman, dindingnya dipenuhi lukisan warna-warni yang menenangkan, namun kecemasan tetap menggantung di benak Lauren.Dante duduk di pangkuannya saat mereka menunggu giliran. Anak itu sudah mulai bisa tersenyum, meski kadang-kadang masih terlihat seperti memaksa. Tapi bagi Lauren, itu adalah kemajuan besar. Setidaknya Dante tak lagi hanya menatap kosong seperti dulu.Ketika mereka akhirnya duduk di ruangan psikiater, seorang wanita paruh baya bernama Dr. Selina, suasana berubah menjadi lebih serius. Dokter itu membuka berkas, lalu menatap Lauren dan Adrian dengan lembut, namun penuh kehati-hatian.“Dante mengalami trauma berat,” ucapnya perlahan. “Selama berada dalam pengasuhan terdakwa, ia tidak hanya diberikan obat penenang dalam dosis yang tidak sesuai, tapi juga mengalami proses manipulasi mental yang cukup parah.

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 84 - Hukuman untuk Alicia

    Setelah Lauren keluar dari kamar dengan langkah elegan dan tenang, Kyle masih berdiri di tempatnya—gugup, tubuhnya bergetar ringan. Kata-kata Lauren barusan masih terngiang di telinganya, menusuk batinnya lebih dalam dari pisau manapun.Dengan tangan gemetar, ia mendekati tempat tidur kecil itu. Cahaya lampu malam menyorot lembut wajah Dante yang polos dan damai dalam tidurnya. Perlahan, penuh ragu, Kyle menyingkap kaus tidur yang dikenakan bocah itu. Dan di sanalah—pada sisi kiri dada kecil itu—ia melihatnya. Sebuah tanda lahir.Matanya membelalak. Tubuhnya seketika membeku.Tanda itu… tanda yang selama ini menghantui mimpinya. Tanda berbentuk seperti setengah bulan dengan garis tipis melintang di tengahnya. Ia mengenalinya. Tanda yang pernah dimiliki anak laki-lakinya—Daren. Anak yang hilang darinya ketika baru berumur tiga bulan.Dulu ia mengira Daren telah mati. Tapi kenyataan yang kini terbuka jauh lebih menyakitkan sekaligus menakjubkan.Lauren tidak berbohong. Anak ini… Dant

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 83 - Terbongkar

    Tiga hari telah berlalu sejak Dante dibawa ke rumah sakit. Dalam diam, Adrian menunggu. Ada satu pertanyaan yang terus mengusik pikirannya: siapa sebenarnya perempuan bernama Kyle yang kini tinggal di rumah mereka?Pagi itu, ponselnya berdering. Nama anak buahnya muncul di layar, dan Adrian langsung menjawab. Suara di seberang terdengar berat namun tegas.“Tuan Adrian… kami telah mendapatkan hasilnya. Identitas asli dari file yang Anda temukan—perempuan yang wajahnya menyerupai Kyle… namanya Alicia. Alicia Everston. Mantan istri Damian Everston.”Adrian sontak terdiam. Napasnya tertahan.“Alicia?” bisiknya nyaris tak terdengar. “Kau yakin?”“Ya, Tuan. Kami menemukan catatan medis dan laporan dari klinik bedah plastik di Zurich. Alicia mengubah total wajahnya. Ia memilih menyerupai Kyle—pengasuh yang seharusnya dipekerjakan—dan menggunakan identitasnya. Motifnya… kami yakini balas dendam terhadap Nyonya Lauren.”Adrian mengusap wajahnya yang mulai tegang, matanya menyipit penuh kecurig

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 82 - Tipu Daya Alicia

    Adrian baru saja pulang ke rumah saat langit London mulai beranjak gelap. Langkahnya tergesa melintasi lorong yang sepi, menuju kamar kecil Dante—anak yang belakangan ini begitu membebani pikirannya.Ketika pintu terbuka perlahan, matanya langsung menangkap pemandangan yang mengganggunya: Kyle sedang duduk di sisi tempat tidur, membisikkan sesuatu ke telinga Dante. Wajah Kyle tampak lembut, seperti biasa, namun kini ada yang terasa ganjil. Terlalu tenang. Terlalu sempurna.Adrian terdiam di ambang pintu, tak ingin mengganggu. Tapi di benaknya, kenangan tadi kembali berkelebat—kenangan yang belum sempat ia ceritakan pada siapa pun.Ia mengingat jelas saat ia berdiri di rumah sakit, melihat perempuan muda yang ditemukan pingsan di trotoar. Nama di dokumen itu: Kyle. Wajahnya... nyaris identik dengan pengasuh Dante di rumah ini. Namun isi file itu menyiratkan kenyataan yang lebih menakutkan—identitas perempuan itu telah dicuri, digunakan untuk sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status