Sebelum makan malam, Anna dan Silvia beristirahat lebih dulu di kamar yang disebutkan sebelumnya oleh Aria. Begitu masuk ke kamar, Anna langsung tertawa penuh penghinaan. Kamarnya melampaui ekspektasinya tentang perlakuan keluarga Sawyer padanya. Sebelum dia pergi, kamarnya bersebelahan dengan kamar pelayan. Hari ini dia mendapatkan kamar yang sama bagusnya dengan kamar milik sepupunya. “Astaga, mereka benar-benar berusaha,” gumam Anna sambil memandangi sekeliling ruangan. Warna dinding dan perabot yang dipilihkan untuknya didominasi warna pink. Itu mungkin karena Aria beranggapan para gadis muda menyukai warna romantis ini. Lagi pula, kamar Junia yang berada di sebelahnya juga dipenuhi warna pink. Benar-benar tidak mengenalnya. Pink bukan warna favorit Anna. Dia lebih suka warna oranye yang penuh semangat dan kuat. Pink baginya hanya menunjukkan kelemahan. Anna berdecak kesal sambil melemparkan tas kecilnya ke atas kasur. “Kurasa kita akan kedatangan tamu lain malam ini.” Silvia
Meski tidak percaya tentang Anna yang berkelahi dengan sepuluh pria kuat, tetap saja Aria Sawyer dan Junia gentar. Mereka tahu Anna tidak segan-segan memukuli orang. Junia pernah mengalaminya dulu saat Anna tinggal di rumah mereka. Dia yang suka mengganggu Anna, akhirnya dipukuli hingga babak belur oleh sepupunya sendiri. Junia masih ingat betul bagaimana Anna menampar pipinya berkali-kali tanpa ampun. Wajahnya bengkak selama seminggu. Sejak saat itu, dia selalu menjaga jarak dengan Anna dan tidak berani mengganggu lagi. Melihat wajah tidak nyaman istri dan putrinya, Gabriel akhirnya berdehem keras. Dia tidak ingin suasana semakin canggung. “Baiklah, Anna. Aku akan memperlihatkan barang-barang ibumu sekarang juga.” Gabriel bangkit dari sofa dengan gerakan berat. Dia memanggil seorang pelayan tua yang berdiri di sudut ruangan. “Rosa, ambilkan album foto lama di ruang kerjaku. Yang ada di lemari berkaca.” Rosa mengangguk dan bergegas meninggalkan ruang tamu. Wanita tua itu tampak gem
Rapat perusahaan hari ini selesai lebih awal. Felix sedang tidak senang hati dan tidak ingin tiba-tiba harus membunuh seseorang di ruang rapat. Jadi dia meninggalkan tempat itu begitu Anna menutup sambungan.Felix sangat ingin mencekik gadis itu.Langkah kakinya terdengar keras di koridor menuju kantornya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya langsung menunduk dalam-dalam, tidak berani menatap wajah bos mereka.Tiba di kantornya, Felix langsung bertanya pada Erick yang mengikutinya ke dalam."Apa yang kau ketahui tentang Gabriel Sawyer ini?" Felix berkata dengan nada dingin yang membuat suhu ruangan seakan turun beberapa derajat.Erick berdehem sebelum bicara. "Gabriel Sawyer memiliki sebuah perusahaan konstruksi kecil kelas C. Setelah naik ke kelas B, tiba-tiba dia mengalami beberapa kerugian. Manajemen perusahaan ini sangat buruk. Dana besar yang disuntikkan oleh pihak ketiga habis hanya dalam waktu dua tahun. Menurut saya, ibu nyonya telah mengatur hal ini sebelum kematianny
Kediaman keluarga Sawyer masih sama seperti saat Anna tinggalkan dua tahun lalu. Mereka menemukan tempat tinggal baru yang lebih besar dari rumah lama mereka tidak lama setelah Anna datang ke keluarga itu dalam keadaan linglung. Dia lupa semua kenangan sebelum dia datang ke rumah ini. Anna bisa mengingat bangunan tua itu ketika dia datang pertama kali. Itu adalah rumah yang diwariskan turun temurun dari keluarga ibunya. Nyonya Sawyer, istri Gabriel tidak menyukainya. Katanya terlalu kuno dan mirip kastil tua yang suram. Jadi, begitu ada kesempatan mereka pindah ke tempat yang lebih modern. Kebalikannya, Anna sangat menyukai rumah tua yang dulu. Karena dia tidak memiliki kenangan tentang ibunya, dia ingin berada di tempat ibunya pernah tinggal dan merasakan kehadiran yang mungkin masih tertinggal di sana. Begitu masuk ke ruang tamu yang luas, bibi dan sepupunya sudah menunggu di sana dengan wajah yang dibuat-buat ramah. Ada juga beberapa pelayan dan seorang pelayan tua yang masih t
"Oh, aku baru ingat." Anna mengangkat jari telunjuknya ke udara dengan gerakan tiba-tiba. "Aku harus memberitahu pacarku dulu."Gabriel menaikkan satu alis. Gadis ini selalu saja punya cara untuk menunda-nunda waktu.Selesai mengatakan itu, Anna mengambil ponsel dan mulai menggulir daftar kontaknya, mencari nomor Felix tapi tak menemukannya. Dia mengecek sekali lagi dengan lebih teliti, bahkan sampai ke folder pesan dan riwayat panggilan. Tidak ada."Aku lupa, aku tidak memilikinya." Anna menggaruk kepalanya dengan bingung.Gabriel hanya bisa menahan diri untuk tidak mengutuk di tempat itu juga. Kau hanya mencari-cari alasan untuk menunda kepergian kita. Sebenarnya apa yang sedang kau tunggu?Lagi pula, mana ada orang yang tidak memiliki sendiri nomor kekasihnya? Sebenarnya gadis ini sungguh-sungguh memiliki pacar atau hanya sedang memainkan drama? Gabriel menatap Anna dengan curiga. Apakah ini bagian dari akting buruknya?Anna berpaling pada Silvia yang berdiri tenang di sebelahnya
Gabriel berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum. Senyuman itu jadi terlihat dipaksakan, namun ia berusaha membuatnya tampak wajar. “Kita akan mengingat beberapa hal tentang ibumu. Aku juga baru menemukan beberapa benda yang dimilikinya dulu. Yang terpenting, sebuah album tua. Ada beberapa foto ibumu waktu kecil.”Anna memiringkan wajahnya, menatap Gabriel dengan curiga. Mata gadis itu mengamati setiap perubahan kecil di wajah pamannya. “Paman, apakah sesuatu terjadi dengan perusahaan?”Gabriel langsung tercengang. Tubuhnya menegang seketika dan senyuman di wajahnya hampir menghilang. Gadis ini, bagaimana dia bisa tahu?“Tidak tidak. Perusahaan baik-baik saja.” Dia cepat-cepat membantah dengan suara yang sedikit lebih tinggi dari biasanya. “Semuanya berjalan lancar. Tidak ada masalah sama sekali.”Jangan sampai gadis ini curiga.Gabriel mencoba mengatur napasnya agar terlihat tenang, tetapi keringat mulai mengumpul di dahinya.“Baguslah.” Anna mengangguk perlahan, namun matany