Share

Bab 2

Author: Ana j
last update Last Updated: 2025-06-03 20:18:29

Ayasa merasakan perih pada perutnya ketika terbangun. Dia melihat ke arah luar yang sudah sangat gelap. Entah berapa lama dia tertidur setelah perdebatannya dengan Regas. Ayasa melihat sekeliling kamarnya, begitu luas dengan segala furniture mewah.

"Nyonya, Anda harus makan malam." Ayasa tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Saya bukan hantu, ini sudah pukul sembilan malam. Sebaiknya Anda membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu bergegas ke meja makan."

Ayasa melihat ke arah pakaiannya, dia masih mengenakan gaun pengantin sederhana, lalu menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan bingung.

"Saya Nina, selaku kepala pelayan di sini. Bergegaslah karena Tuan tidak suka orang lelet."

Ayasa berusaha menghilangkan rasa gugupnya sembari bertanya hati-hati. “Apakah Mas Regas ada di bawah?”

Bibir Nina menipis, terlihat kesal melihat Ayasa yang terlalu lambat dan banyak bertanya. "Tidak, tapi biasanya Tuan Regas pulang sekitar pukul 04.00 dini hari."

Ayasa tertegun. Bagaimana mungkin Regas bekerja sampai sebegitunya? Walaupun pria itu adalah model terkenal dan tentunya memiliki jadwal padat, tapi seharusnya dia bisa mengatur jadwal istirahatnya juga.

"Saya permisi, dan saya harap dalam waktu 30 menit Anda sudah di meja makan," titah Nina sembari melangkah pergi.

Ayasa lantas bersiap-siap dan mengganti pakaiannya menjadi dress rumahan. Dia bergegas menuju meja makan, dan cukup terkejut ketika melihat Nina yang berdiri di sana.

"Silakan. Jika ada yang Anda butuhkan, beritahu saya," ujar Nina.

Ayasa merasa canggung. Wanita ini mungkin seumuran dengannya. "Mengapa kamu terus berdiri?" tanya Ayasa heran.

"Dalam aturan rumah ini memang seperti itu. Saya harap Anda mulai terbiasa nantinya."

"Jangan berlebihan. Saya juga tidak nyaman diperlakukan seperti ini, dan jika boleh tahu, apakah kamu sudah lama bekerja di sini?" Ayasa memulai pembicaraan, berharap bisa menggali apa yang sebenarnya terjadi.

"Saya bekerja sejak tiga tahun yang lalu, bahkan ketika Tuan masih bersama dengan Nona Bella."

"Berarti kamu mengenal Kak Bella, ‘kan? Mengingat kamu sudah lama kerja di sini, apa kamu tahu sebenarnya yang terjadi? Karena semua orang bungkam, saya tidak tahu harus bertanya kepada siapa lagi. Sangat sakit rasanya ketika harus menerima tanpa diberi penjelasan,” kata Ayasa lemah. 

"Itu privasi Tuan dengan keluarganya. Sebaiknya Anda menanyakan langsung kepada yang bersangkutan," jawab Nina datar.

Bahu Ayasa melemah. Dia menyantap makan malamnya dengan wajah sendu. Satu-satunya cara adalah menemui ibu dan ayahnya yang berada di luar kota. Bagaimana mungkin mereka lepas tanggung jawab setelah melakukan semua ini padanya? Andai Bella bisa dihubungi. Pasti Ayasa tak akan bergelut dalam kebingungan ini.

"Nyonya, mungkin saat ini Anda merasa sangat dirugikan, tapi yang harus Anda tahu, Tuan Regas yang paling dirugikan dalam hal ini. Namun, terlepas dari itu semua, saya harap Anda bisa menemaninya sampai kapan pun." Nina menatap Ayasa serius.

Ayasa menghembuskan napas berat, memijat pelipisnya dan berkata, "Itu semua tidak mungkin terjadi. Karena seharusnya di posisi ini adalah Kak Bella. Dia dan Mas Regas sudah bersama dari dulu, bahkan sejak mereka masih di bangku sekolah."

“Anda terlalu pesimis—”

“Sepertinya kamu terlalu banyak bicara hari ini, Nina.” Regas mendekat sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menatap Nina yang terlihat pucat pasi. "Pergilah." Tanpa perintah dua kali, Nina langsung bergegas pergi.

Ayasa meremas sendok di tangannya, tentu saja terkejut dengan kedatangan Regas yang mendadak. Pria itu mendudukkan dirinya, menatap Ayasa yang merunduk menyantap makanannya. "Apa kamu tidak menyapa suamimu yang baru pulang bekerja?"

Ayasa mendongak lalu tersenyum kaku. “Selamat malam, Mas Regas.”

Regas masih menampakkan wajah datar tanpa ekspresi. Suasana di meja makan terasa mencekam. Perut Ayasa melilit, dia ingin segera pergi dari sini. “Sepertinya rasa ingin tahumu begitu besar sampai bertanya kepada pelayan mengenai pernikahan ini.”

Ayasa meremas sendok yang ada di tangannya, tenggorokannya terasa tercekat, dia tidak bisa mengutarakan keresahan secara gamblang. Wanita itu sangat takut karena perlakuan Regas tadi pagi, bukan tidak mungkin hal itu akan terulang.

"Sekarang telepon orang tuamu dan tanyakan apa alasan yang membuatmu berada di sini," titah Regas bersedekap dada, menatap Ayasa dingin.

"Ibu dan Ayah tidak mengangkat teleponku dari tadi pagi. Mereka hanya sekali membalas pesan yang memberitahu jika sedang berada di luar kota."

"Telepon sekarang!" Regas menipiskan bibirnya ketika Ayasa tersentak kaget karena suara kerasnya. "Saya pastikan jika orang tuamu akan mengangkat telepon darimu." Regan tersenyum manis, nada suaranya juga sangat lembut. 

Ayasa gemetar, tapi perlahan dia mengambil ponselnya. Matanya melebar ketika melihat ibunya sendiri yang menghubunginya detik ini juga. “Halo, Ibu. Ibu kenapa tidak menjawab teleponku dari tadi? Aku sangat—”

Regas tersenyum dingin melihat Ayasa yang terpaku dan melepas ponsel itu dari genggamannya tanpa sadar, dia sudah menebak bahwa keluarga Ayasa sudah memberitahukannya apa yang terjadi.

Cukup lama Regas membiarkan Ayasa mencerna apa yang terjadi. "Apa yang orang tuamu katakan? Dan saya harap jawaban itu bisa membuatmu mengerti posisimu di rumah ini."

Air mata Ayasa berjatuhan dengan bahu bergetar hebat. "Ka–Kak Bella kabur karena akan melangsungkan pernikahan dengan rekan sesama modelnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 6

    Ayasa merasa bersalah karena selalu mematikan ponselnya, sehingga dia tidak tahu bahwa Nina sudah menghubunginya mengenai kedatangan sang mertua. Ayasa menggigit bibir bawahnya resah. Dia bahkan hanya mengenakan dress sederhana yang dimilikinya.Wajahnya hanya dipoles sedikit untuk menyamarkan wajah kusutnya dan menutupi kesedihannya. Ayasa turun tergesa-gesa dan hampir jatuh dari tangga jika dia tidak berpegangan.Dia kembali menuruni undakan tangga, takut jika mertuanya sudah sampai, dan—langkah Ayasa tiba-tiba terhenti. Dia menelan ludah susah payah saat melihat Laluna dan ibu mertuanya sedang bercanda ringan, sementara Regas duduk tenang sambil menerima telepon.“Hai! Sini Ayasa, duduk di sini.” Sambutan Laluna membuat Ayasa tersenyum. Kini dia yang seperti tamu.Ayasa melihat ke arah Marissa–mama mertuanya. "Selamat malam, Ma."Marissa hanya mengangkat sebelah alis, lalu kembali berbincang bersama Laluna.Ayasa tersenyum kikuk, dia ingin mencium punggung tangan Marissa, tapi wani

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 5

    Ayasa memijat pelipisnya. Wajahnya pucat pasi dan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya."Ayasa, kamu tidak apa-apa?" tanya Dina, sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Astaga, badanmu hangat! Istirahat saja dulu, atau kamu mau izin pulang? Nanti aku infokan ke HRD."Ayasa menghembuskan napas pelan. Sejak sampai di kantor, dia memang merasa tidak enak badan, tapi tetap memaksakan diri. Puncaknya pada siang ini, ketika jam istirahat, dia langsung ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya."Tidak usah, aku hanya butuh tidur. Nanti juga sembuh." Dina langsung membawa Ayasa menuju salah satu ruangan tempat istirahat. "Sebentar, aku ambil obat dulu." Selang beberapa saat, Dina muncul membawa sepotong sandwich dan obat. "Buat ganjel perut ya, baru minum obatnya."Ayasa mengangguk lemah, setelah meminum obatnya dia mencoba memejamkan mata, tapi Ayasa tidak kunjung tidur. Dia menghembuskan napas berat, membuka mata perlahan dan menatap langit-langit ruangan itu dengan mata ber

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 4

    Ayasa terbangun pukul 06.00 pagi. Dia bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bekerja. Jujur saja, dia masih teringat ucapan Regas semalam.“Kamu tahu, aku masih tidak menyangka jika akan itu booming. Ternyata foto pas kita kolaborasi sama brand yang kemarin itu lucu juga ya. Bisa-bisanya mereka bilang kita sepasang suami istri.”Ayasa yang sudah di lantai bawah memelankan langkahnya ketika mendengar suara itu. Dia penasaran siapa yang bertamu sepagi ini. Dia pun sampai di meja makan, dan orang yang berada di sana sontak menoleh kepadanya. Ayasa tersenyum kikuk melihat tatapan tajam dan dingin yang Regas layangkan padanya.Lain halnya dengan seorang wanita cantik itu, dia sontak bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayasa. "Halo, Ayasa! Aku Laluna, sahabat sekaligus rekan kerja Regas." Belum sempat Ayasa bersuara, Laluna langsung memeluk Ayasa. "Astaga, kamu sangat cantik, sepertinya seumuran dengan adikku."Ayasa terpaku. Dia tidak terbiasa menerima perlakuan seperti ini,

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 3

    Bella Lovanka, wanita cantik yang selalu menjadi pusat perhatian, berbanding terbalik dengan sang adik, Ayasa Respati, pendiam dan tidak suka keramaian. Walaupun mereka saudara, entah mengapa Ayasa merasa dirinya tak ada mirip-miripnya dengan Bella. Bukan berarti Ayasa jelek, tapi jika dibandingkan dengan Bella, tentu dia kalah telak.Kenyataan bahwa Bella kabur di hari pernikahannya dan menikah dengan laki-laki lain membuat orang tuanya terpukul. Mengapa Bella bertindak sedemikian rupa? Bukankah selama ini hubungannya dengan Regas baik-baik saja? Lantas, yang menanggung segala hukuman atas kelakuan Bella adalah Ayasa sendiri.“Kamu di sini?” tanya Rima kaget, tidak menyangka Ayasa akan mendatanginya setelah kepulangannya dari luar kota. “Kenapa malam-malam ke sini? Apa yang akan dikatakan suamimu, Ayasa!”Ayasa menggeleng tak percaya. "Aku tidak peduli, Bu. Aku hanya ingin bertanya mengapa Ibu dan Ayah melakukan semua ini padaku? Kalian mengorbankanku dalam sebuah pernikahan yang ba

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 2

    Ayasa merasakan perih pada perutnya ketika terbangun. Dia melihat ke arah luar yang sudah sangat gelap. Entah berapa lama dia tertidur setelah perdebatannya dengan Regas. Ayasa melihat sekeliling kamarnya, begitu luas dengan segala furniture mewah."Nyonya, Anda harus makan malam." Ayasa tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Saya bukan hantu, ini sudah pukul sembilan malam. Sebaiknya Anda membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu bergegas ke meja makan."Ayasa melihat ke arah pakaiannya, dia masih mengenakan gaun pengantin sederhana, lalu menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan bingung."Saya Nina, selaku kepala pelayan di sini. Bergegaslah karena Tuan tidak suka orang lelet."Ayasa berusaha menghilangkan rasa gugupnya sembari bertanya hati-hati. “Apakah Mas Regas ada di bawah?”Bibir Nina menipis, terlihat kesal melihat Ayasa yang terlalu lambat dan banyak bertanya. "Tidak, tapi biasanya Tuan Regas pulang sekitar pukul

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 1

    “Walaupun kamu menampar pipimu sampai merah, itu semua tak mengubah apa pun.”Suara itu membuat Ayasa membalikkan tubuh. Dia terkejut melihat sosok tubuh tinggi tegap yang menjulang di hadapannya. Regas Tenggara—kekasih kakaknya—Bella. Bahkan sekarang Ayasa tidak tahu di mana Bella berada. Dia merasa menjadi orang bodoh yang hanya menerima dan tak diberi penjelasan lebih."Kenapa harus aku, Mas? Dan mengapa tidak ada yang memberitahuku alasan kak Bella kabur? Kalian semua bungkam, padahal aku juga korban di sini, " kata Ayasa datar. Mereka sudah sampai di kediaman Regas setelah melangsungkan pernikahan pagi ini, seminggu yang lalu Bella kabur entah ke mana, membuat Keluarga Tenggara murka. Lantas, jalan yang mereka tempuh adalah tetap melangsungkan pernikahan, dan tentunya Ayasa yang menggantikan kakaknya. Untuk orang berduit seperti Keluarga Regas Tenggara, tentu sangat mudah mengurus dokumen ini itu, apalagi pernikahan ini sangat tertutup. Hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status