Share

Bab 3

Author: Ana j
last update Huling Na-update: 2025-06-03 20:22:35

Bella Lovanka, wanita cantik yang selalu menjadi pusat perhatian, berbanding terbalik dengan sang adik, Ayasa Respati, pendiam dan tidak suka keramaian. Walaupun mereka saudara, entah mengapa Ayasa merasa dirinya tak ada mirip-miripnya dengan Bella. Bukan berarti Ayasa jelek, tapi jika dibandingkan dengan Bella, tentu dia kalah telak.

Kenyataan bahwa Bella kabur di hari pernikahannya dan menikah dengan laki-laki lain membuat orang tuanya terpukul. Mengapa Bella bertindak sedemikian rupa? Bukankah selama ini hubungannya dengan Regas baik-baik saja?  Lantas, yang menanggung segala hukuman atas kelakuan Bella adalah Ayasa sendiri.

“Kamu di sini?” tanya Rima kaget, tidak menyangka Ayasa akan mendatanginya setelah kepulangannya dari luar kota. “Kenapa malam-malam ke sini? Apa yang akan dikatakan suamimu, Ayasa!”

Ayasa menggeleng tak percaya. "Aku tidak peduli, Bu. Aku hanya ingin bertanya mengapa Ibu dan Ayah melakukan semua ini padaku? Kalian mengorbankanku dalam sebuah pernikahan yang bahkan aku sendiri tidak mau. Bu, aku tidak bisa. Aku mau tinggal di sini.” 

Wajah Rima dingin, menatap Ayasa sinis. Dia juga tidak repot-repot mempersilakan Ayasa masuk ke dalam rumah. "Kamu pikir apa yang bisa menyelamatkan keluarga kita dari Keluarga Regas Tenggara jika tidak melangsungkan pernikahan saat itu juga?”

“Mengapa tidak dibatalkan saja, daripada mengorbankan dua manusia yang tidak akan pernah bisa bersatu—"

“Lancang!” teriak Rima. 

Ayasa tersentak, tubuhnya bergetar. Dia memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh ibunya.

"Leonard Tenggara, kakek dari Regas, saat itu sedang kritis dan dia ingin menyaksikan pernikahan Bella dengan cucu kesayangannya. Ketika mengetahui Bella pergi begitu saja, keadaannya semakin drop. Apa menurutmu mereka menerima semua ini dengan tenang? Keluarga Regas meminta agar kamu menggantikan Bella. Namun, belum sempat pernikahan ini terjadi. Leonard meninggal dunia.”

Wajah Ayasa pucat pasi, tenggorokannya tercekat, napasnya memburu.

“Beberapa usaha ayahmu gulung tikar. Jangan kamu kira kami keluar kota hanya untuk bersenang-senang. Kami ke sana kemari mencari investor, dan yang bisa diselamatkan hanya sebuah restoran kecil saja. Jika kamu punya otak, seharusnya kamu bisa menghitung berapa kerugian keluarga kita. Untuk itu, saya katakan jangan pernah membuat Regas dan keluarganya marah, atau keluarga kita akan hancur!”

Ayasa terduduk, tidak sanggup membayangkan ini semua terjadi pada keluarganya akibat ulah Bella. "Lalu, di mana Kak Bella sekarang?" tanya Ayasa dengan air mata mengalir deras.

Rima bersedekap dada. "Kamu tidak perlu tahu, yang jelas kamu harus menjadi istri dan menantu yang baik untuk Keluarga Tenggara. Jangan membuat ulah, tunggu sampai Regas bosan, baru kamu bisa bebas."

Ayasa menggeleng kuat. "Ibu, aku tidak mau! Ini bukan salahku! Seharusnya Kak Bella yang bertanggung jawab, mengapa harus aku yang menanggungnya? Aku juga punya masa depan, Bu. Punya sesuatu yang ingin aku raih! Bagaimana mungkin Ibu menumbalkanku di pernikahan ini!"

“Ayasa! Jangan pernah membantah! Sekarang saatnya kamu berbakti kepada orang tuamu! Saya sudah melahirkan dan merawatmu dari kecil, apa ini balasanmu?!” sentak Rima kasar.

Ayasa menutup wajahnya dengan telapak tangan, menangis sesenggukan. Tubuh ringkihnya tampak menyedihkan. Salah satu asisten rumah tangga yang melihat itu semua ingin menolong, tapi dia tahu batasan.

“Ibu … tolong Bu, aku tidak mau kembali ke rumah Mas Regas, tolong, Bu!” Ayasa memegang kaki Rima, bersimpuh memohon belas kasihan.

“Pergi! Jangan membuat saya murka!” Rima menendang Ayasa kasar. “Cepat pulang ke rumahmu! Awas saja jika kamu tidak kembali ke sana. Saya benar-benar tidak akan menganggapmu anak lagi! Dan satu lagi, jadilah istri yang baik untuk Regas, karena nasib keluarga kita ada di tanganmu!”

Rima menutup pintu kasar. Ayasa hanya membeku, air mata terus mengalir. Dia memeluk lututnya sendiri. Walaupun dirinya selalu dinomorduakan selama ini, Ayasa menerimanya karena memang Bella pantas mendapatkannya. Karirnya yang cemerlang sebagai model, Bella bisa membawa keluarga ini lebih baik. Namun, semua yang keluar dari mulut Rima membuatnya sadar bahwa selama ini dirinya memang tidak pernah dianggap, bahkan mungkin tidak diinginkan.

Gemuruh terdengar, kilat petir menyambar, hujan pun turun dengan derasnya. Ayasa bangkit berdiri dengan susah payah lalu menerobos hujan menuju halte. Dia kembali menangis, meratapi hidupnya yang menyedihkan dan tidak pernah diinginkan oleh siapa pun.

“Ayasa?”

Ayasa terkejut ketika bahunya disentuh. Dia membelalakkan mata saat melihat sosok pria tampan di hadapannya. “Pak Malvin?” Bagaimana bisa dia bertemu bosnya di saat seperti ini? Bergegas Ayasa mengusap air matanya yang masih mengalir.

“Kenapa malam-malam di halte?” tanya Malvin. Pria itu mengambil tempat duduk di samping Ayasa.

"Saya … saya hanya mencari udara segar," jawab Ayasa serak dengan mata memerah bengkak karena terlalu lelah menangis.

Malvin mendengar jawaban Ayasa tertawa renyah. "Hujan deras begini kamu mau mencari udara segar? Udara segar seperti apa, Ayasa?" Ayasa terlihat kikuk, tahu bahwa dirinya ketahuan berbohong.

Pria itu terdiam ketika melihat Ayasa melamun. Dia tidak mungkin bertanya lebih dalam di saat wanita itu terlihat enggan untuk bercerita.

"Saya kebetulan lewat sini setelah pulang dari rumah ibu saya, lalu melihat kamu. Alhasil saya samperin, takutnya kamu kerasukan," canda Malvin. Sudut bibir Ayasa terangkat, walau kembali membentuk garis lurus. "Ayo, saya antar. Di mana rumah kamu?"

Ayasa mengibaskan kedua tangannya panik. "Tidak usah, Pak. Nanti saya pulang sendiri naik taksi." Namun, sepertinya Malvin kukuh. Dia menarik tangan Ayasa dengan lembut, walau Ayasa menolak.

"Jalanan ini rawan. Saya dengar di sini banyak begal," ujar Malvin. Mau tak mau Ayasa menurut. Dia melihat sekeliling yang memang tampak sepi, apalagi dengan suasana hujan yang mendukung.

Perjalanan mereka diisi dengan keheningan. "Saya berhenti di depan sana saja ya, Pak," ucap Ayasa, menunjuk ke arah minimarket.

"Oh, ada yang mau kamu beli? Tapi nanti tetap saya antar sampai depan di rumah kamu."

Ayasa menggeleng. "Tidak usah, Pak. Berhenti di sana saja, saya juga tak berani membawa seseorang ke rumah, apalagi Ibu dan Ayah—"

"Ah, baiklah tak apa-apa. Saya mengerti," potong Malvin tersenyum tulus. Ayasa mengucapkan terima kasih ketika Malvin benar-benar menurunkannya di depan minimarket. Setelah melihat mobil Malvin menjauh, Ayasa langsung berlari menuju rumah Regas yang berjarak sekitar lima menit dari sana.

Ayasa berlari menyusuri jalan setapak, mengatur napas ketika sudah sampai di pintu utama, tetapi ketika membukanya, dia tertegun dengan wajah kaku.

Regas bersedekap dada dan menatapnya dingin. “Kenapa pulang? Bukankah kamu tidak sudi tinggal di sini bersama suamimu?” 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 6

    Ayasa merasa bersalah karena selalu mematikan ponselnya, sehingga dia tidak tahu bahwa Nina sudah menghubunginya mengenai kedatangan sang mertua. Ayasa menggigit bibir bawahnya resah. Dia bahkan hanya mengenakan dress sederhana yang dimilikinya.Wajahnya hanya dipoles sedikit untuk menyamarkan wajah kusutnya dan menutupi kesedihannya. Ayasa turun tergesa-gesa dan hampir jatuh dari tangga jika dia tidak berpegangan.Dia kembali menuruni undakan tangga, takut jika mertuanya sudah sampai, dan—langkah Ayasa tiba-tiba terhenti. Dia menelan ludah susah payah saat melihat Laluna dan ibu mertuanya sedang bercanda ringan, sementara Regas duduk tenang sambil menerima telepon.“Hai! Sini Ayasa, duduk di sini.” Sambutan Laluna membuat Ayasa tersenyum. Kini dia yang seperti tamu.Ayasa melihat ke arah Marissa–mama mertuanya. "Selamat malam, Ma."Marissa hanya mengangkat sebelah alis, lalu kembali berbincang bersama Laluna.Ayasa tersenyum kikuk, dia ingin mencium punggung tangan Marissa, tapi wani

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 5

    Ayasa memijat pelipisnya. Wajahnya pucat pasi dan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya."Ayasa, kamu tidak apa-apa?" tanya Dina, sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Astaga, badanmu hangat! Istirahat saja dulu, atau kamu mau izin pulang? Nanti aku infokan ke HRD."Ayasa menghembuskan napas pelan. Sejak sampai di kantor, dia memang merasa tidak enak badan, tapi tetap memaksakan diri. Puncaknya pada siang ini, ketika jam istirahat, dia langsung ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya."Tidak usah, aku hanya butuh tidur. Nanti juga sembuh." Dina langsung membawa Ayasa menuju salah satu ruangan tempat istirahat. "Sebentar, aku ambil obat dulu." Selang beberapa saat, Dina muncul membawa sepotong sandwich dan obat. "Buat ganjel perut ya, baru minum obatnya."Ayasa mengangguk lemah, setelah meminum obatnya dia mencoba memejamkan mata, tapi Ayasa tidak kunjung tidur. Dia menghembuskan napas berat, membuka mata perlahan dan menatap langit-langit ruangan itu dengan mata ber

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 4

    Ayasa terbangun pukul 06.00 pagi. Dia bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bekerja. Jujur saja, dia masih teringat ucapan Regas semalam.“Kamu tahu, aku masih tidak menyangka jika akan itu booming. Ternyata foto pas kita kolaborasi sama brand yang kemarin itu lucu juga ya. Bisa-bisanya mereka bilang kita sepasang suami istri.”Ayasa yang sudah di lantai bawah memelankan langkahnya ketika mendengar suara itu. Dia penasaran siapa yang bertamu sepagi ini. Dia pun sampai di meja makan, dan orang yang berada di sana sontak menoleh kepadanya. Ayasa tersenyum kikuk melihat tatapan tajam dan dingin yang Regas layangkan padanya.Lain halnya dengan seorang wanita cantik itu, dia sontak bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayasa. "Halo, Ayasa! Aku Laluna, sahabat sekaligus rekan kerja Regas." Belum sempat Ayasa bersuara, Laluna langsung memeluk Ayasa. "Astaga, kamu sangat cantik, sepertinya seumuran dengan adikku."Ayasa terpaku. Dia tidak terbiasa menerima perlakuan seperti ini,

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 3

    Bella Lovanka, wanita cantik yang selalu menjadi pusat perhatian, berbanding terbalik dengan sang adik, Ayasa Respati, pendiam dan tidak suka keramaian. Walaupun mereka saudara, entah mengapa Ayasa merasa dirinya tak ada mirip-miripnya dengan Bella. Bukan berarti Ayasa jelek, tapi jika dibandingkan dengan Bella, tentu dia kalah telak.Kenyataan bahwa Bella kabur di hari pernikahannya dan menikah dengan laki-laki lain membuat orang tuanya terpukul. Mengapa Bella bertindak sedemikian rupa? Bukankah selama ini hubungannya dengan Regas baik-baik saja? Lantas, yang menanggung segala hukuman atas kelakuan Bella adalah Ayasa sendiri.“Kamu di sini?” tanya Rima kaget, tidak menyangka Ayasa akan mendatanginya setelah kepulangannya dari luar kota. “Kenapa malam-malam ke sini? Apa yang akan dikatakan suamimu, Ayasa!”Ayasa menggeleng tak percaya. "Aku tidak peduli, Bu. Aku hanya ingin bertanya mengapa Ibu dan Ayah melakukan semua ini padaku? Kalian mengorbankanku dalam sebuah pernikahan yang ba

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 2

    Ayasa merasakan perih pada perutnya ketika terbangun. Dia melihat ke arah luar yang sudah sangat gelap. Entah berapa lama dia tertidur setelah perdebatannya dengan Regas. Ayasa melihat sekeliling kamarnya, begitu luas dengan segala furniture mewah."Nyonya, Anda harus makan malam." Ayasa tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Saya bukan hantu, ini sudah pukul sembilan malam. Sebaiknya Anda membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu bergegas ke meja makan."Ayasa melihat ke arah pakaiannya, dia masih mengenakan gaun pengantin sederhana, lalu menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan bingung."Saya Nina, selaku kepala pelayan di sini. Bergegaslah karena Tuan tidak suka orang lelet."Ayasa berusaha menghilangkan rasa gugupnya sembari bertanya hati-hati. “Apakah Mas Regas ada di bawah?”Bibir Nina menipis, terlihat kesal melihat Ayasa yang terlalu lambat dan banyak bertanya. "Tidak, tapi biasanya Tuan Regas pulang sekitar pukul

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 1

    “Walaupun kamu menampar pipimu sampai merah, itu semua tak mengubah apa pun.”Suara itu membuat Ayasa membalikkan tubuh. Dia terkejut melihat sosok tubuh tinggi tegap yang menjulang di hadapannya. Regas Tenggara—kekasih kakaknya—Bella. Bahkan sekarang Ayasa tidak tahu di mana Bella berada. Dia merasa menjadi orang bodoh yang hanya menerima dan tak diberi penjelasan lebih."Kenapa harus aku, Mas? Dan mengapa tidak ada yang memberitahuku alasan kak Bella kabur? Kalian semua bungkam, padahal aku juga korban di sini, " kata Ayasa datar. Mereka sudah sampai di kediaman Regas setelah melangsungkan pernikahan pagi ini, seminggu yang lalu Bella kabur entah ke mana, membuat Keluarga Tenggara murka. Lantas, jalan yang mereka tempuh adalah tetap melangsungkan pernikahan, dan tentunya Ayasa yang menggantikan kakaknya. Untuk orang berduit seperti Keluarga Regas Tenggara, tentu sangat mudah mengurus dokumen ini itu, apalagi pernikahan ini sangat tertutup. Hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status