Share

Kamu Adalah Duniaku

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-04-03 10:20:23

Hari sudah malam ketika Ananta dan Zanitha tiba di mansion mereka.

Langit Zurich tampak pekat, hanya diterangi oleh beberapa bintang yang terlihat samar di antara awan yang masih tersisa dari hujan yang sempat turun sore tadi.

Ananta memarkir mobilnya di depan pintu utama, lalu keluar dengan ekspresi datar, sementara Zanitha masih diam di dalam, enggan turun.

Ananta berjalan ke sisi pintu penumpang, membukanya, dan menatap istrinya yang menunduk, memainkan ujung jari di atas paha.

“Kita sudah sampai,” katanya singkat.

Zanitha menghela napas pelan, lalu akhirnya keluar dari mobil.

Langkah Ananta memelan menunggu Zanitha sambil menjaganya, khawatir Zanitha terpeleset mengingat teras mansion yang licin sehabis hujan.

Langkah Ananta dan Zanitha akhirnya masuk ke dalam mansion, disambut oleh suasana tenang yang hanya dipecahkan oleh suara langkah kaki mereka di lantai marmer.

Begitu masuk ke ruang tamu, Zanitha tak bisa menahan pikirannya lagi. “Aku enggak habis pikir kenapa Elias
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Cinta Yang Semakin Kuat

    Keesokan harinya, mereka memulai petualangan kecil di sekitar chalet. Ares berlari-lari di padang rumput, mengejar kupu-kupu dan memungut bunga liar untuk ibunya. Ananta dan Zanitha mengawasinya dengan senyum bahagia, meskipun harus terus-menerus mengejar Ares yang tak kenal lelah.Sementara Zanitha duduk di sebuah bangku dari bahan kayu, sesekali ponselnya merekam Ananta dan Ares lalu menangkap momen tersebut.Zanitha membuka sosial media yang sudah lama tidak dia sentuh.Memposting foto Ananta sedang berlari mengejar Ares dan memberi caption. “Duniaku.”Saat makan siang, mereka memutuskan untuk piknik di tepi danau kecil.Di atas selembar kain piknik sederhana yang dibentangkan di atas rerumputan, Zanitha sibuk merapikan bekal: potongan sandwich, pot salad, dan sebotol jus buah segar sementara Ananta membantu Ares membangun perahu kecil dari ranting dan daun. Tawa Ares menggema di udara saat perahu kecilnya mengapung di permukaan air. “Ares, makan siang sudah siap!” panggil Z

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Liburan

    Setelah melewati hari-hari yang penuh ketegangan dan intrik keluarga, Ananta memutuskan untuk membawa Zanitha dan Ares berlibur singkat ke pegunungan Alpen Swiss.Mereka memilih sebuah chalet kecil yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kota, tempat di mana mereka bisa menikmati kebersamaan tanpa gangguan meski tetap dikelilingi kemewahan.Perjalanan dimulai dengan penuh semangat. Ares, dengan mata berbinar, tak henti-hentinya bertanya tentang segala hal yang dilihatnya dari jendela mobil.“Mommy, itu apa?” tanya Ares sambil menunjuk ke arah ladang yang luas.“Itu ladang, sayang. Tempat petani menanam tanaman,” jawab Zanitha sambil tersenyum.“Kenapa tanahnya cokelat?” tanya Ares lagi.“Karena belum ditanami. Nanti kalau sudah ditanami, akan ada warna hijau dari tanaman yang tumbuh,” jelas Ananta sambil melirik ke arah putranya melalui kaca spion. Ares mengangguk-angguk, lalu matanya tertuju pada sekumpulan sapi yang sedang merumput. “Lihat, sapi! Mommy, Daddy, ada sapi!”“Iya

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Keadilan Untuk Erina

    Zanitha tiba di ruang teh yang terletak di sisi barat mansion Rafael. Ruang itu indah, dipenuhi cahaya matahari pagi dan aroma mawar dari taman kaca yang mengelilinginya. Di sana sudah duduk Winna, Seraina, dan Livia. Di atas meja terhidang kue-kue kecil, teh earl grey, dan buah-buahan segar.“Selamat pagi, Zanitha,” sapa Winna sambil tersenyum. “Senang akhirnya kamu bergabung.”“Selamat pagi,” balas Zanitha sopan, lalu duduk di kursi yang disiapkan di sebelah Seraina.“Aku sudah minta pelayan menyajikan teh melati. Kudengar itu favoritmu,” ucap Winna sambil menuangkan teh ke cangkir Zanitha.Zanitha sedikit terkejut, tapi tetap menjaga senyum. “Terima kasih, Winna. Itu perhatian yang tidak terduga.”“Oh, kami semua sudah berubah, Zanitha. Kembalinya kamu ke mansion membuat suasana berbeda. Apalagi setelah Ananta resmi menjadi Chairman, kamu otomatis jadi pusat perhatian,” kata Winna, nadanya halus tapi mengandung ujian tersembunyi.“Dan kamu tahu,” sam

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membuktikan

    Pagi itu dimulai dengan panggilan tak terduga. Klaus datang menghampiri Ananta yang tengah bersiap turun ke ruang makan.“Tuan Sebastian meminta Anda datang ke ruang kerjanya. Sendirian,” lapor Klaus dengan nada netral dan ekspresi serius.Ananta menarik napas panjang, lalu mengangguk. Ia tahu pertemuan ini tak bisa dihindari. Sudah lama sang kakek diam, mengamati dari balik tirai Mansionnya tanpa sepatah kata pun tentang Zanitha.“Baiklah ….” Ananta menyahut, tapi sebelum dia pergi menemui sang kakek, Ananta harus sarapan dulu agar kuat menghadapi beliau.Zanitha yang sedang menata meja tersenyum pelik menatap Ananta, dia mendengar apa yang disampaikan Klaus tadi.“Sarapan sayang …,” kata Zanitha basa-basi.Ananta mendekat lalu mengecup pelipis Zanitha sembari mengusap punggungnya lembut.“Makasih sayang,” balasnya lalu menghempaskan bokong di kursi makan di ujung meja.“Ares belum bangun?” Zanitha menggelengkan kepala. “Tadi pagi sekali dia terbangun … karena itu sekarang

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perempuan Tangguh

    Aroma roti hangat dari dapur mansion Von Rotchschild menyusup ke sela-sela tirai kamar dan menggoda Ares yang sudah lebih dulu bangun dan kini tengah duduk di meja makan kecilnya sambil mengayunkan kaki.Zanitha duduk di seberang meja, masih mengenakan kaus tidur putih lembut dan cardigan tipis. Rambutnya digelung seadanya, wajahnya polos tanpa riasan. Tapi ada ketenangan baru di matanya— tampak seperti ketenangan yang datang dari keberanian untuk kembali dan bertahan.Ananta menyusul ke ruang makan beberapa menit kemudian, mengenakan kaus hitam dan celana rumah. Ia menatap istri dan putranya dari balik pintu, membiarkan matanya menyapu pemandangan yang dulu hanya ia impikan—Zanitha menyuapi Ares dengan sendok kecil, sambil sesekali tertawa kecil melihat anaknya mengotori bibir dengan selai cokelat.“Pagi sayang,” gumam Ananta sambil berjalan mendekat lalu melabuhkan kecupan di puncak kepala Zanitha.Zanitha mendongak lalu tersenyum. “Selamat pagi, Tuan rumah,” godanya.Ananta me

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lembaran Baru Kehidupan

    Malam semakin larut. Setelah semua tamu keluarga berpamitan, Ananta menggandeng Zanitha kembali ke kamar mereka. Kamar itu tampak persis seperti dulu, bahkan gaun malam favorit Zanitha masih tergantung rapi di balik pintu lemari. Hanya saja, kini suasananya terasa lebih hangat.Zanitha berdiri di tengah kamar, memandangi pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya sedikit lunglai karena lelah dan emosi, tapi ada aura berbeda—ia terlihat seperti perempuan yang telah melalui badai dan kembali dengan kekuatan baru.Ananta mendekat dari belakang, tangannya melingkari pinggang istrinya. “Kamu kelihatan luar biasa malam ini,” bisiknya.Zanitha menunduk, suaranya pelan. “Aku gugup .…”“Kenapa?” tanya Ananta lembut.“Karena ini pertama kalinya aku kembali ke sini sebagai perempuan yang kamu perjuangkan. Bukan sebagai istri kontrak.”Ananta membalikkan tubuh Zanitha, menatapnya lekat. “Kamu bukan hanya istri yang aku perjuangkan, Zanitha. Kamu adalah satu-satunya perempuan yang ingin aku habisk

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pulang

    Langit Zurich sore itu bersih dan membiru, seolah menyambut kembalinya Zanitha ke tanah yang pernah menjadi saksi cinta dan luka hatinya.Mobil hitam yang menjemput mereka dari bandara melaju pelan di jalan-jalan beraspal mulus, melintasi pepohonan yang mulai menunjukkan warna musim semi.Ares tertidur di pelukan Zanitha, kelelahan setelah penerbangan panjang, sementara Ananta sesekali melirik ke arah istrinya dengan ekspresi yang tak bisa disembunyikan—bahagia, lega, dan takut semuanya hanyalah mimpi.Zanitha menatap keluar jendela sepanjang jalan, dan ketika mobil mulai memasuki gerbang utama mansion Von Rotchschild, napasnya tercekat. Ia mengenal setiap sudut bangunan itu, setiap pot bunga di sepanjang jalur masuk, setiap jendela yang dulu mengurungnya dalam sepi—dan kini menyambutnya kembali sebagai seorang istri dan ibu.Pintu utama terbuka begitu mobil berhenti. Klaus, kepala pelayan senior yang telah bertugas selama puluhan tahun, berdiri dengan tubuh tegap di depan pintu b

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Masa Depan Bersama Zanitha

    Malam itu, Zanitha tidur dengan perasaan letih namun lega. Seakan beban di pundaknya terasa jauh berkurang. Ia telah berdamai dengan masa lalunya. Kini yang tersisa adalah menatap masa depan.Keesokan harinya, masih ada satu hal penting yang harus Zanitha lakukan sebelum meninggalkan tanah air. Pagi itu, ia mengundang Bella untuk bertemu di Petal Home — butik florist yang selama ini mereka kelola bersama dan telah menjadi buah hati dari kerja keras mereka berdua.Bella tiba di Petal Home dengan wajah muram bercampur tabah. Ia sudah mendengar kabar dari Zanitha bahwa sahabatnya itu akan segera pindah ke luar negeri. Mereka memilih duduk di sudut ruangan toko bunga yang masih belum buka di pagi hari itu, demi privasi percakapan mereka. Hanya ada harum segar bunga mawar dan lili yang menemani.Bella menatap Zanitha dengan mata yang mulai basah. “Jadi ini keputusan finalmu?” tanyanya pelan.Zanitha mengangguk mantap. “Iya, Bell. Aku akan berangkat besok.”Bella

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Selamat Tinggal

    Begitu pintu menutup, Damar jatuh terduduk di kursinya. Wajahnya tertunduk dalam, kedua tangannya menutupi mata yang akhirnya tumpah dengan penyesalan. “Maafkan aku…,” gumamnya berulang-ulang meski orang yang dituju tak lagi berada di sana.Sementara itu, Zanitha berjalan menyusuri koridor keluar dari kantor itu dengan langkah gontai. Air matanya masih berlinang, tapi dalam hati ada sedikit kelegaan. Beban yang selama ini menyesak di dadanya perlahan terangkat. Ia sudah mengucapkan semuanya yang perlu diucapkan. Sudah saatnya menutup bab kelam itu.Di lobi, Ananta dan Ares segera menghampiri saat melihat Zanitha muncul. Wajah Zanitha tampak letih, namun ada ketenangan baru terpancar darinya.Ananta meraih jemari Zanitha dengan cemas. “Kamu baik-baik aja?” tanyanya lembut, mencari wajah istrinya.Zanitha menghapus sisa-sisa air mata di sudut matanya, lalu mengangguk pelan. “Aku baik-baik aja,” jawabnya lemah tapi pasti. “Semua udah kusampaikan padanya.”Anant

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status