Home / Romansa / Pengantin Dewa / Bab 6 - Pernikahan Dewa Kematian

Share

Bab 6 - Pernikahan Dewa Kematian

last update Huling Na-update: 2025-07-26 15:48:39

Ruang aula pernikahan Dewa Kematian itu kini tampak luar biasa megah-sebuah keindahan yang ‘tak akan pernah terlihat di dunia atas. Langit-langitnya membentuk lengkungan raksasa, dihiasi batu-batu bercahaya biru tua, menyerupai bintang yang membeku di kegelapan. Dinding-dinding aula dipenuhi sulur-sulur perak hidup yang menjalar perlahan, membentuk pola rumit, layaknya akar yang mengikuti lagu roh.

Di tengah aula megah itu, berdiri altar besar dari batu bulan, memancarkan cahaya putih selembut embun terakhir sebelum pagi. Di belakangnya Yama berdiri Yama, Dewa Kematian, anak bungsu dari dewa Batara Jayasena dan Batari Ningrum, penguasa penjuru dunia. Ia tegak dan ‘tak tergoyahkan, bagai bayangan kokoh yang ‘tak bisa dihancurkan.

Yama mengenakan jubah yang belum pernah dikenakannya-begitu agung, begitu luar biasa memancarkan aura kuasa sekaligus kematian. Kain hitam berkilau mengalir di tubuhnya, dihiasi sulur ungu dan benang emas yang tampak hidup. Satu tatapan darinya cukup untuk membuat dunia diam.

Sedangkan Melati, ia mengenakan gaun abu-abu perak, seperti kabut fajar yang menggantung di antara dunia hidup dan mati. Kainnya jatuh lembut, mengalir seperti bayangan yang enggan hilang, menyelimuti tubuhnya dalam keheningan yang memikat. Helaian tipis menutupi bahunya, dihiasi benang-benang kelas yang membentuk bunga mekar.

Di pinggangnya melingkar pita hitam dari sutra, simpulnnya menggantung di sisi kiri, sebuah tanda bahwa ia datang bukan dengan keinginan penuh, melainkan dengan beban yang ia tanggung. Namun langkahnya tetap tegak walaupun ia tampak jauh dari pengantin pada umumnya.

Yama mengangguk pelan, memberi isyarat agar Melati mendekat. Dan saat iru, suara nyanyian lembut para peri kecil terdengar dari sisi aula, mengiringi langkah pengantin perempuan itu memasuki ruang pernikahan.

Ia berjalan sendiri, tanpa pendamping, menahan gemetar dalam dadanya pada setiap mata yang memandang dari sisi kiri dan kanan, pada makhluk-makhluk berbentuk aneh yang beberapa pernah ia temui saat menyusuri istana bersama Raksaya waktu lalu.

Jalan menuju altar dilapisi karpet abu-abu pucat, bertabur kelopak mawar hitam. Namun saat Melati menyentuhnya, kelopak-kelopak itu perlahan berubah merah, seakan menyerap denyut kehidupan dari langkahnya. Jejak merah itu membentuk jalur baru-bukan sebagai tanda kepasrahan, tetapi sebagai kehidupan yang menantang kematian.

Di hadapannya, Batara Yama, Dewa Kematian, sang penguasa dunia kelam berdiri dengan tubuh menjulang dan mata sekeras batu obsidian, mata yang ‘tak pernah lepas dari Melati. Hari ini, dia akan mengikat takdir mereka. Tidak hanya sebagai suami-istri, tetapi sebagai dua jiwa yang saling membelenggu selamanya.

“Ucapkan sumpahmu,” bisik Yama, suaranya serak dan dalam, seperti bara yang menyala pelan di kegelapan.

Melati menatapnya. Mata cokelatnya ‘tak lagi jernih, buram, retak, dan membara oleh luka yang belum sempat sembuh. Ada awan kelabu dalam pandangannya, jelas saja tampak bahwa keterpaksaan memaksa pengantin perempuan melaksanakan pernikahan ini. Perlahan Ia membuka mulutnya, dan dari sana keluar suara rendah, sendu, mengalir seperti air mata yang sedang ditahannya.

Namun sebelum kata-kata itu terucap, bayangan lain menyelas, menyelinap begitu cepat dalam benaknuya, raut wajah kecewa Wirya. Dada Melati mencengkeram seketika. Bukan oleh rasa cinta yang belum mati, tapi oleh rasa bersalah yang terus hidup.

Lalu ia kembali menatap Yama. Tatapannya kini lebih dingin, lebih tajam, namun masih menyala. Luka di dadanya belumsembuh, tapi justru dari luka itulah keberaniannya lahir.

Dengan napas yang teratur namun gemertar, ia berkata, “Jika tubuhku telah menjadi milikmu, maka biarlah jiwaku terus mengutukmu... dalam diam, dalam napasku, dalam setiap hela yang kau pikir milikmu.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dewa   Chapter 15-Godaan Batara Yama

    Melati tersentak. Matanya langsung terbuka lebar. Yama berdiri di tepi kolam. Tanpa sehelai kain pun. Tubuhnya tegap, bahunya lebar dan berotot, setiap gerakan memancarkan kekuatan yang alami tapi tenang, seolah dunia ini tunduk pada langkahnya sendiri. Ia melihat Melati dengan seulas senyum tipis.“Batara Yama...” Melati tercekat. Wajahnya seketika memerah. Ia segera menunduk, menenggelamkan setengah wajahnya ke dalam air, hanya menyisakan mata yang melirik gugup, lalu beringsut menjauh ke sudut kolam. Tubuhnya ditutupi air hingga dagu, seolah itu bisa menyembunyikannya dari pandangan Yama.Yama melangkah masuk ke air tanpa ragu. Gelombang hangat menyebar, dan seketika jarak mereka terasa terlalu dekat. Ia duduk santai di dalam air, menatap Melati yang wajahnya merah seperti bunga yang baru mekar.Seulas senyum tipis terbaentuk di bibirnya. “Kau malu?” tanyanya ringan, namun nadanya jelas mengejek.Wajah Melati semakin panas. Ia tidak tahu apakah air kolam yang membuatnya terasa demik

  • Pengantin Dewa   Chapter 14-Apa Aku Berdosa?

    “Kau tidak menjawab salam pagi dariku, dan malah menangis.” Suara Yama terdengar dalam, hangat, namun tersirat kekecewaan. Ia masih bersandar di sisi ranjang, mata hitamnya memandangi Melati dengan kepuasan yang dingin sekaligus hangat.“Kenapa menangis?” Yama bertanya lembut, namun ada nada yang tajam, seperti ingin menembus isi kepalanya.Melati tidak menjawab. Lidahnya kelu. Ia bahkan tidak tahu apakah ia harus merasa bahagia, takut, atau marah kepada dirinya sendiri. Yang ada hanya perasaan hampa bercampur hangat.Yama bergerak mendekat, jarinya menyentuh pipi Melati, mengusap air matanya tanpa berkata apa-apa lagi. Sentuhan itu membuat tubuh Melati merinding, antara ingin menjauh dan ingin tenggelam lebih dalam.Seorang pelayan wanita cantik berwujud setengah ular muncul di ambang pintu, menunduk tanpa menatap langsung wajah Yama. Ia dipanggil hanya dengan satu gerakan jari dari tuannya.“Antarkan dia untuk mandi,” perintahnya singkat, namun tajam.Melati menoleh, jantungnya berd

  • Pengantin Dewa   Chapter 13-Mulai Luluh

    Melati membuka matanya perlahan. Cahaya biru redup dari api lilin yang menggantung di langit-langit memantul lembut di dinding kamar, pandangannya terasa kabur, seperti dunia enggan benar-benar kembali padanya. Tubuhnya terasa lelah, namun anehnya ada rasa hangat yang menjalar di seluruh kulitnya. Malam pertama dengan Yama, suaminya, masih meninggalkan sensasi yang sulit ia jelaskan.Yama duduk di tepi ranjang, memperhatikannya dengan tatapan yang tidak pernah berubah. Tubuhnya tegap, rambut hitam panjang tergerai, dan aura kematian yang melekat membuat setiap gerakannya tampak menakutkan sekaligus menggoda. Ia menatap Melati dengan tenang, hampir hangat.“Selamat pagi, takdirku,” bisik Yama.Melati menelan ludah. Ada bagian dalam dirinya yang meleleh, yang mulai menerima atau setidaknya ingin menerima Yama. Ia menutup matanya sebentar, mencoba menenangkan perasaan campur aduk yang bergelora di dalam dada.Dadanya masih terasa berat. Bekas luka dari ritual pernikahan tidak hanya menyay

  • Pengantin Dewa   Chapter 12-Pusaka Arsadikara

    Tidak ada pusaka yang ditakuti di tiga dunia kecuali Arsadikara. Sebuah pedang hitam keperakan yang seolah menyimpan cahaya bintang di dalam bilahnya. Pedang itu bukan sekadar senjata, melainkan simbol kekuasaan, darah dan kekuatan.Pusaka Arsadikara adalah satu-satunya senjata yang dapat membunuh para Dewa, bahkan Yama, Sang Penguasa Kematian. Sebuah ironi, bahwa di dunia di mana dewa-dewa bisa mengatur matahari dan musim bisa dikalahkan oleh hanya satu pedang.Arsadikara lahir bukan dalam satu malam, bukan pula dalam satu kehidupan. Ratusan tahun Raksa, Dewa Perang, mencurahkan dirinya demi menciptakan pedang itu.Pedang itu sendiri dibuat menggunakan pecahan batu yang jatuh dan terbakar saat menembus langit bumi menjadi bahan dasar dari bilahnya. Batu itu tidak bisa disentuh oleh manusia, bahkan dewa biasa pun terbakar ketika mendekatinya. Hanya Raksa, dengan tubuh yang ditempa ribuan pertempuran, yang bisa menahan panasnya.Tetapi, bahan itu saja tidak cukup. Untuk menambah kekuata

  • Pengantin Dewa   Chapter 11-Pengganggu

    Dewa Perang menelusuri istana Yama. Yama bahkan tidak repot-repot menyambut tamu dan langsung membawa Istrinya ke kamar. “Dasar Dewa mesum.” Pikir Dewa Perang. “Sangat tidak sabaran.” kepalanya geleng-geleng.Ia mencari Wirya, mata-matanya sekaligus mantan kekasih Melati, tapi tidak menemukannya. Jadi ia menyusuri istana sendiri, mencari apa yang tujuannya sendiri, kalau tidak ada pusaka itu, untuk apa juga dia turun ke istana yang menjijikan yang terletak jauh di dasar ini? Sedangkan batara Jayasena dan batari Ningrum saja selaku ayah dan ibu kandung Yama tidak mau menghadiri pesta pernikahan anak ajaibnya. Sampailah Raksa di pintu paling besar yang ia temui di Istana ini. Sungguh ia hanya mencari pusaka miliknya yang dirampas Yama, tidak berniat mengintip aktivitas intim yang dilakukan Dewa Kematian bersama istrinya. Kalau ia salah kamar, ia hanya perlu minta maaf, yang harus ia lakukan sekarang hanya mengeceknya saja. “Uhhh aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini, tapi apa boleh b

  • Pengantin Dewa   Bab 10-Berkah Dewa Kematian

    “Kau ‘tak tahu apa yang kau lakukan padaku, Melati...” Yama berbisik lirih, suaranya berat, seperti gemuruh yang menggema di dalam dada bumi.Kemudian ciuman itu turun ke leher, dada hingga ke bagian paling intim milik Melati. “Aku ‘tak ingin kau sakit saat memelukku,” lidahnya menyusup perlahan, seperti embun dingin yang merayap di pagi buta, mengusik setiap lapisan kesadaran Melati.Tubuh Melati bergetar, seolah dua dunia saling bertabrakan di dalamnya, antara ingin mundur dan tertarik tanpa daya.Kakinya rapat, mencoba menciptakan benteng, namun sentuhan Yama ‘tak mengizinkan itu bertahan lama.Ia menahan, bukan dengan paksaan kasar, tapi dengan genggaman lembut yang ‘tak tergoyahkan, menegaskan siapa penguasa malam itu.Gelombang perasaaan bergulung, melanda tanpa ampun, memaksa Melati mengejang dalam diam, tubuhnya menuntut hal yang belum ia mengerti. Sekali lagi, nalurinya ingin menutup diri, namun kekuatan Yama membelenggu, merangkul setiap kepanikan dan keraguan yang ia coba se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status