Home / Romansa / Pengantin Dewa / Bab 7 - Ritual Pernikahan

Share

Bab 7 - Ritual Pernikahan

last update Last Updated: 2025-07-28 17:52:51

“Jika tubuhku telah menjadi milikmu, maka biarlah jiwaku terus mengutukmu... dalam diam, dalam napasku, dalam setiap hela yang kau pikir milikmu.”

Yama tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak menenangkanm tapi menakutkan. Ia mendekat, jarak di antara mereka hanya setipis bayangan kemudian tangannya menyentuh tangan Melati. “Aku bersumpah... untuk memiliki tubuhmu, napasmu, hingga segala yang tertinggal setelah kehidupan.”

Dengan satu gerakan cepat, Yama mengangkat tubuh Melati dan membaringkannya di atas batu altar yang menguarkan cahaya. Melati tidak menjerit. Ia sudah ‘tak kuasa memberontak, pasrah dalam takdirnya. Tapi detak jantungnya menggila. Napasnya berat. Ia bisa merasakan hawa dingin batu merambat ke punggungnya, membekukan tulangnya, seakan batu itu menyerap jiwanya sedikit demi sedikit.

Yama menatap tubuhnya yang terbujur di bawah. ‘tak ada kelembutan di mata itu. Hanya kekaguman obsesif. Kepemilikan. Ia menelsuri sisi wajah Melati dengan punggung jarinya. “Sekarang, kita akan bertaut. Dalam luka. Dalam kutuk. Dalam keabadian.”

Tanpa ragu, Yama mengangkat tangannya. Dari telapak tangannya tumbuh sebilah belati hitam. Ia menatap Melati sejenak, mencari ketakutan di matanya. Tapi yang ia temukan adalah kebencian yang terbalut dalam ketenangan.

Dan itu membuatnya makn tergila-gila.

Dengan satu gerakan terlatih, Yama membelah dada Melati. Dada Melati terbuka, jantungnya berdenyut lemah dalam rongga berdarah. Napasnya memburu. Tapi Yama menatapnya seperti melihat lukisan paling indah dalam kekosongan abadi.

“Sakit... aku-sepertinya aku akan mati.”

Yama menunduk, menatap dalam ke mata Melati lalu berbisik di telinganya, “Kematian bukan akhir bagiku. Jika kau ada di dalamnya, maka aku memilihnya.”

Ia lalu berdiri, menarik napas dalam, dan membelah dadanya sendiri.

Darah hitam pekat mengalir dari tubuhnya, ‘tak ada erangan rasa ‘tak nyaman, Yama justru menikmati setiap rasa sakitnya. “Aku ingin rasa ini selamanya,” katanya lirih. “Jika menyatu denganmu harus melewati luka, maka biarkan aku robek seribu kali lagi.”

Rongga dada mereka saling mendekat. Jantung berdarah saling menyentuh, berdenyut dalam irama yang makin liar. Daging melawan daging. Nafas mereka bercampur, keringat dan darah membasahi batu. hawa panas seperti api neraka naik dari altar, menyelimuti tubuh keduanya.  

Napas mereka saling menyerbu, kasar dan panas, seperti doa yang berubah menjadi desahan terlarang. Keringat dan darah membasahi batu altar, menjadi saksi pengikatan yang ‘tak bisa dibatalkan. Hawa panas menjalar dari dasar altar, seperti api neraka yang mengerti bahwa malam ini bukan tentang penghakiman, melainkan tentang kepemilikan.

Dengan gerakan mendadak, Yama menggigit lidahnya sendiri.

“Agar sumpah ini hidup,” katanya, “dan agar kau ‘tak bisa memutusnya.”

Darah hitam pekat mengalir dari mulutnya. Ia menunduk, mencium bibir Melati dan memaksanya menelan darah itu. Melati tersedak, tapi ia menelan juga. Tidak ada jalan kembali.

Yama mendekapnya lebih erat, seolah dunia akan runtuh jika ia melepaskan. Tangan besarnya menggenggam punggung Melati, menekan tubuh mungil itu agar lebih dekat, lebih dalam, lebih miliknya. Suaranya nyaris menjadi geraman saat ia berbisik di telinga Melati, “Aku menanamkan diriku di dalammu,” gumam Yama di antara ciuman berdarah itu. “Darahku akan mengalir dalam nadimu. Kau bisa membenciku, memukulku, bahkan mencoba membunuhku... tapi kau ‘takkan bisa lari.”

Lalu, ia memeluk Melati erat, erat sekali, lebih erat dari sebelumnya. Dada mereka yang terbuka tetap bersatu, seperti luka yang ‘tak bisa dijahit, seperti dosa yang ‘tak bisa ditebus.

Rongga dada yang tadinya terbuka, kini menutup perlahan sejarak dengan Yama yang perlahan melonggarkan dekapannya. Daging kembali menyatu, seolah dijahit oleh benang ‘tak kasatmata dari alam yang lebih tua dari waktu itu sendiri. ‘tak ada luka, bekasnya menguap di udara.

Cahaya ungu merambat dari dasar altar, menjalar naik membungkus tubuh mereka berdua. Warnanya pekat, berpendar seperti kabut malam yang membawa kehangatan sekaligus maut. Bukan cahaya yang menghangatkan, melainkan yang mengikat.

Yama membimbing Melati duduk anggun di atas Altar Batu Bulan. Tangannya yang dingin namun tegas meraih jemari Melati, gadis manusia yang saat ini menjadi milik penguasa dunia bawah.

Dalam keheningan yang nyaris suci, Yama menunduk, menggenggam tangan Melati erat. Dari sentuhan itu, aura hitam pekat merambat perlahan, berputar melingkari jari manisnya, menyatu, membentuk sebuah cincin gelap berkilau seperti obsidian hidup.

“Kini kau terikat, bukan pada dunia... tapi padaku,” bisik Yama dalam suara serak yang menggetarkan altar dan rongga dada Melati.

Sumpah telah diucapkan. Ritual telah selesai.

Cahaya batu bulan di altar perlahan meredup, berganti dengan nyala api biru dari lentera-lentera roh yang melayang di sekeliling aula. Suara suling panjang dari makhluk bertanduk empat menggema, menjadi penanda bahwa pengikatan suci telah selesai.

Terompet roh pun ditiup. Suaranya serak dan parau. Dari dinding aula, muncul bayangan-bayangan penjaga keraan kematian, mengangkat gelas kristasl berisi cairan merah tua, anggur yang berusa ratusan tahun.

Mereka berseru satu per satu dalam bahasa kuno:

“Untuk pengantin kegelapan, untuk ratu dunia mati, untuk sang waris takdir yang baru!”

Sosok berpakaian hitam-hitam berdiri paling belakang di antara hadirin hanya menunduk dalam-dalam, ‘tak berkata sepatah pun. Namun di balik sorot matanya yang redup, ada perasaan dendam dan amarah yang membaur menjadi satu.

Belum waktunya, mungkin sebentar lagi ia bisa mengambil Melati kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Dewa   Bab 9-Desakan Dewa Kematian

    “Aku bisa menghancurkan dunia... hanya karena kau menunduk pada pria lain,” Ucap Yama tenang, terlalu tenang. Seperti langit sebelum badai. Tapi di balik suara itu, tersembunyi kekuatan yang sanggup menggetarkan bumi.Melati membeku.Jantungnya berdebar kencang, seolah hendak meledak dari dadanya. Kata-kata itu bukan sekadar ancaman. Itu adalah dakwaan. Tegas. Pasti.Yama tahu.Suaminya tahu.Tahu tentang pertemuannya dengan Wirya.Wirya... satu-satunya lelaki yang pernah ia cintai dengan hati, jiwa dan semua yang ia miliki.“Hanya jika kau ingin Desamu yang menanggungnya,” ucap Yama sembari tersenyum. Senyum yang ‘tak pernah dilihat oleh siapapun.Melati mengerutkan dahinya bingung. Jadi... suaminya tahu atau tidak?Yama mendorong Melati dengan lembut, terbaring di tengah kasur lembut milik Yama. “Izinkan aku menyentuh dirimu malam ini, Melati,” ucap Yama terengah, menahan dambaan yang telah bergumul di dalam dirinya sekian lama.melati menunduk. Ia ingin menjauh, tapi tubuhnya diam.

  • Pengantin Dewa   Bab 8-Pengantin Dewa

    Tubuhnya terasa berat.Melati mengerjapkan mata, tapi yang menyambutnya hanyalah langit-langit hitam mengilat yang memantulkan bayangan dirinya secara jelas. Ia terbaring di atas ranjang yang terbuat dari sutra, lembut oleh kapas yang mengisi bantal-bantal yang ia tindih.Melati memegang dadanya, nyeri, rasanya masih berdenyut sakit dari luka yang kini ‘tak terlihat, dari detak jantungnya yang berdetak dalam ritme baru, bukan miliknya seorang, tapi irama dua jiwa yang telah menyatu paksa.Dadanya terasa berat. Bekas luka dari ritual masih terasa nyeri. Luka yang ‘tak hanya membelah tubuhnya, tapi juga mengikat jiwanya dengan dewa kematian, Yama.Ia mengangkat tangannya perlahan, menyentuh dada itu. Ada sesuatu yang hidup di dalamnya. Detak yang sekarang bukan sepenuhnya miliknya.“Aku masih hidup...” gumamnya pelan, meski ia sendiri tidak tahu apakah itu hidup atau bentuk kehidupan yang telah dikutuk untuk kekal.Melati mencoba bangkit, tapi tubuhnya menolak. Tubuhnya miliknya, namun t

  • Pengantin Dewa   Bab 7 - Ritual Pernikahan

    “Jika tubuhku telah menjadi milikmu, maka biarlah jiwaku terus mengutukmu... dalam diam, dalam napasku, dalam setiap hela yang kau pikir milikmu.”Yama tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak menenangkanm tapi menakutkan. Ia mendekat, jarak di antara mereka hanya setipis bayangan kemudian tangannya menyentuh tangan Melati. “Aku bersumpah... untuk memiliki tubuhmu, napasmu, hingga segala yang tertinggal setelah kehidupan.”Dengan satu gerakan cepat, Yama mengangkat tubuh Melati dan membaringkannya di atas batu altar yang menguarkan cahaya. Melati tidak menjerit. Ia sudah ‘tak kuasa memberontak, pasrah dalam takdirnya. Tapi detak jantungnya menggila. Napasnya berat. Ia bisa merasakan hawa dingin batu merambat ke punggungnya, membekukan tulangnya, seakan batu itu menyerap jiwanya sedikit demi sedikit.Yama menatap tubuhnya yang terbujur di bawah. ‘tak ada kelembutan di mata itu. Hanya kekaguman obsesif. Kepemilikan. Ia menelsuri sisi wajah Melati dengan punggung jarinya. “Sekarang, kita

  • Pengantin Dewa   Bab 6 - Pernikahan Dewa Kematian

    Ruang aula pernikahan Dewa Kematian itu kini tampak luar biasa megah-sebuah keindahan yang ‘tak akan pernah terlihat di dunia atas. Langit-langitnya membentuk lengkungan raksasa, dihiasi batu-batu bercahaya biru tua, menyerupai bintang yang membeku di kegelapan. Dinding-dinding aula dipenuhi sulur-sulur perak hidup yang menjalar perlahan, membentuk pola rumit, layaknya akar yang mengikuti lagu roh.Di tengah aula megah itu, berdiri altar besar dari batu bulan, memancarkan cahaya putih selembut embun terakhir sebelum pagi. Di belakangnya Yama berdiri Yama, Dewa Kematian, anak bungsu dari dewa Batara Jayasena dan Batari Ningrum, penguasa penjuru dunia. Ia tegak dan ‘tak tergoyahkan, bagai bayangan kokoh yang ‘tak bisa dihancurkan.Yama mengenakan jubah yang belum pernah dikenakannya-begitu agung, begitu luar biasa memancarkan aura kuasa sekaligus kematian. Kain hitam berkilau mengalir di tubuhnya, dihiasi sulur ungu dan benang emas yang tampak hidup. Satu tatapan darinya cukup untuk mem

  • Pengantin Dewa   Bab 5 - Meminta Restu

    “Karena bagian kecil dari diriku masih ingin tahu.”Wirya mendekat, menatap Melati begitu dalam. “Kalau aku bunuh Yama... apa kau akan memelukku seperti dulu?”Melati terbelalak.“Wirya, dia itu Dewa. Dewa Wirya. Bagaimana bis-”Wirya menarik wajahnya menjauh. Sembari menahan emosi ia menjawab, “Aku tahu.” Ada rasa putus asa di sana.Melati menggeleng pelan. Tidak masuk akal. Bagaimana manusia fana sepertinya berniat membunuh dewa kematian? Penguasa ruh manusia setelah mati? Tidak. Sebelum Wirya bertindak lebih jauh lagi. Melati harus menghentikannya. “Ayo kita pulang. Kita bisa pergi ke desa... kita bisa bicara pada Ayah dan tetua. Mungkin-mungkin mereka bisa menolong. Kita bisa lepas dari sini dan kembali seperti dulu.”Wirya tertawa kecil-pahit dan hambar. “Mel, kau sungguh tidak tahu apa-apa, ya?”Melati terdiam, matanya melebar.“Aku mati... karena Ayahmu,” ucapnya perlahan. “Bukan karena takdir. Tapi karena rencana.”“Apa... maksudmu? Tadi kau bilang-” napas Melati tercekat.“Ay

  • Pengantin Dewa   Bab 4 - Wirya

    Melati tidak tau apakah saat ini siang atau malam, sebab hanya ada kegelapan ‘tak berujung yang melingkupi kerajaan Batara Yama. Melalui jendela, Melati merindukan sinar matahari pagi tapi yang ia temui hanya cahaya bulan yang menerangi.Setelah merengek berlama-lama pada Batara Yama bahwa ia ingin pulang, Melati hanya diizinkan berkeliling istana untuk membunuh kebosanan.Tentu tidak sendiri, Melati ditemani makhluk yang pertama kali ia lihat selain Yama selama di kerajaan ini.Berbadan besar, tegap, dan menggunakan zirah, penampilannya seperti manusia kebanyakan, tapi matanya...terus mengeluarkan darah dari ujungnya. Melati menahan teriakan kecilnya. Takut, mengapa penampilannya sangat mengerikan?Sepertinya, lelaki berpenampilan seram yang terus menguarkan aura peperangan itu adalah kepercayaan Yama.“Di mana Batara Yama?” tanya Melati penasaran.“Baginda sedang menghadap para Dewa Tertinggi.” Jawab Raksaya sekenanya.Melati menelusuri lorong panjang yang sepi, menapaki lantai batu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status