Xavier sengaja membawa Nandini menuju kamarnya. Laki-laki itu ingin melihat bagaimana reaksinya esok hari ketika ia terbangun. Dan tada dia tidak tertidur di kamarnya ah ralat di gudang tempat ia tidur. Melainkan di kamar mewah seorang Xavier. Kamar yang tidak pernah di masuki oleh seorang mahluk yang bernama wanita. Kamarnya zona terlarang bagi mereka, kecuali Nandini, ya lagi-lagi Nandini wanita pertama yang di izinkan oleh tuan besar Romanov memasuki kamarnya. "Tidurlah yang nyenyak Nandini. Aku sudah tidak sabar melihat bagaimana kamu akan panik pas terbangun nanti," kekeh Xavier. Jordhan menggeleng, "Ya Tuhan apa yang akan di lakukan Tuan, semoga saja dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh," ucap Jordhan pelan. Lalu pria paruh baya itu melangkah menuju ke ruang kerja sang Tuan. Dia menyimpan tas kerja tuannya. Setelah itu ia kembali ke kamarnya. Ingin sekali ia melihat Nandini. Tapi, tidak mungkin jika dirinya harus menggedor pintu kamarnya.
Xavier shock mendapati reaksi dari Nandini. Padahal dirinya hanya ingin melihat reaksi dimana Nandini kaget terus memeluknya. Ah ternyata itu hanyalah sebuah ekspetasi saja. "Nandini hei, sadar sayang!" Ucap Xavier khawatir. Ia menangkup kedua pipi sang istri dengan tangan lebarnya dan menatap mata Nandini dengan dalam. "It's ok hmm. Aku.. Aku yang membawamu kemari. Aku sengaja hmm, hanya ingin sedikit menjahilimu," lanjut Xavier tersenyum tipis. Mendengar ucapan Xavier membuat Nandini terdiam. Ia menajamkan telinganya, karena takut salah mendengar. Dan takutnya dirinya malah geer duluan. Xavier tersenyum tipis. Melihat Nandini terdiam dan mematung. Sungguh menggemaskan!. "M-maksud a-anda apa?" Tanya Nandini terbata. Xavier tidak menjawab. Pria itu hanya menatap wajah cantik yang baru saja terbangun dari tidurnya. Bukankah seorang wanita akan terlihat cantik jika ia baru saja terbangun dari tidurnya. "Tidak ada!" Jawab Xavier datar.
Tidak terasa sudah satu minggu Xavier menikahi Nandini. Dan ia dapat melihat jika Nandini adalah perempuan yang lemah lembut, dan juga penyayang. Dan selama itu pula perlakuan Xavier kepada Nandini pun melunak, pria itu sedikit berubah dalam bersikap tidak ada lagi bentakan atau pun cacian juga siksaan kepada Nandini. Dan Jordhan bersyukur atas hal itu. Ia berharap jika sang Tuan Muda akan tetap berlaku seperti itu, tidak ada lagi kekerasan pada Nandini. Apalagi gadis itu terindikasi trauma, Jordhan hanya takut jika itu akan berakibat fatal pada mentalnya, hidup dalam tekanan, siksaan juga bentakan bukanlah hal yang gampang. "Nak!" Panggil Jordhan lembut pada Nandini yang kala itu sedang menata bunga-bunga yang berada di taman depan Mansion mewah itu. Merasa ada yang memanggilnya, membuat Nandini menghentikan aktivitasnya. Ia melihat ke arah pria paruh baya yang selalu menatapnya dengan teduh. Pria itu menghampiri Nandini dan tersenyum lembut padanya. "Ada apa paman?" Tanya N
Nandini pun mengistirahatkan tubuh kecilnya. Masakan yang ia buat tadi sore pun tidak di sentuh sama sekali oleh Xavier. Makanan itu masih tersaji di atas meja makan, karena Nandini berpikir jika Xavier akan makan malam tapi ternyata pria itu pulang larut. Xavier sama sekali tidak menatap atau melirik Nandini. Hingga membuat gadis itu bersedih. Padahal ia sudah senang dengan perlakuan lembut Xavier, tapi sayang itu hanya sebentar sebab Xavier kembali bersikap dingin dan datar padanya. "Ada apa dengan tuan! Ah semoga esok perasaan tuan lebih baik, mungkin hari ini dia sedang lelah!" Gumam Nandini. "Ya Tuhan semoga esok lebih baik, semoga esok sikap tuan tidak seperti malam ini, Amiin!" Lanjut Nandini sebelum merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Perlahan mata hazel itu pun menutup. Nandini bersiap menjemput mimpinya. Tak berselang lama, gadis itu pun tertidur dengan nyenyak, tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 02.30 dini hari, gadis itu sudah terbangu
Hari itu, di suatu pagi. Ketika Xavier baru saja berangkat menuju ke perusahaannya, ia mengecek CCTV milik sang mantan kekasih pas dirinya baru sampai di ruangannya. Dia melihat sang mantan kekasih di siksa oleh pria yang bernama Alex. Meski Xavier sadar jika ia sudah mulai menyukai Nandini, tapi ada sisi hati kecilnya yang tidak rela melihat Meylan di perlakukan seperti itu oleh orang lain. Yang berhak berbuat seperti itu adalah dirinya, tidak rela bukan berarti dirinya masih mengharapkan wanita kotor itu. Tapi, seperti apa yang ia katakan tadi, jika yang berhak menyiksa Meylan adalah dirinya. "Heh, kasihan sekali nasibmu Meylan! Andaikan kau tidak pergi kala hari pernikahan kita, tentu kau akan menjadi wanita paling bahagia. Dan karena kelakuanmu, aku rasanya malas untuk percaya lagi pada mahluk yang bernama perempuan! Mahluk yang pintar memanipulasi keadaan, mahluk yang pintar bersembunyi di balik topengnya," ucap Xavier datar. "Kau tahu Meylan, tadinya aku sud
Pagi pun datang, mentari menyambut datangnya pagi. Udara sejuk serta kicau burung menemani naiknya sang mentari menyapa alam bumi. Dua minggu sudah Nandini berada di Mansion mewah itu. "Huft selamat datang pagi. Ini hari ke empat belas aku tinggal di sini, dan kelakuan tuan itu semakin dingin bak es yang berada di freezer sebuah kulkas. Aku hanya sebentar merasakan bagaimana perlakuan manisnya, tapi sekarang dia kembali seperti itu," ucap Nandini lemah dan lesu. "Apa kepalanya terbentur ya pas dia berangkat bekerja? Atau otaknya ada yang konslet sehingga membuatnya menjadi miring sebelah?" Lanjut Nandini berbicara pelan karena takut ada yang mendengar terus mengadukannya pada pria dingin itu. Nandini terus berceloteh sambil bersih-bersih. Dia terus menggerutu karena perubahan sikap Xavier yang menurutnya begitu signifikan. Tanpa Nandini tahu, jika Xavier berada tidak jauh dari sana, ia mendengar semua perkataan Nandini. Senyum Xavier sesekali tersungging
Gadis yang sedang membersihkan kolam renang itu perlahan berhenti. Ia merasakan lelah, sebab sudah hampir dua jam dirinya membersihkan kolam itu. Tapi, belum selesai juga, bagaimana mau selesai jika kolam itu begitu besar, luas, dan dalam. Gadis itu mengistirahatkan tubuhnya sebentar, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Perut kosong, kepala pusing pas sudah. Sungguh malang sekali nasibnya. "Lelah sekali, apa aku bisa istirahat sebentar ya! Perutku juga lapar," lirih Nandini. Ia memandangi teriknya matahari yang perlahan mulai naik. Sesekali tangan mungil itu menyeka keningnya. Lama Nandini terduduk, perlahan dirinya mencoba untuk bangun, tapi sayang tubuhnya yang lemah tidak kuat menopang berat badannya hingga ia terjatuh. Byurr Gadis itu terjatuh ke dalam kolam renang, tubuhnya perlahan tenggelam. Dirinya sudah pasrah, jika ia harus mati tenggelam. Perlahan matanya menutup. Tapi sepersekian detik, ia merasa tubuhnya ada yang melayang. Sepasa
Arshaka bergegas lari kala mendengar Nandini mengalami kejang. Berbeda dengan Xavier yang berdiri mematung, shock tentu saja. Pria itu tidak menyangka jika perbuatannya akan berakibat fatal pada gadis itu. Lamunan Xavier buyar, kala melihat Arshaka dengan tergesa membawa Nandini dalam gendongannya. Wajahnya terlihat sangat panik, hingga pria itu tidak memperdulikan keberadaan adiknya. Arshaka melesat menuju mobilnya yang masih terparkir cantik di depan halaman Mansion itu, para maid juga ikut khawatir walau bagaimana pun Nandini adalah nona yang baik untuk mereka. "Paman! Cepat buka pintu mobilnya!" Teriak Arshaka. Jordhan pun dengan segera membukakan pintu. Arshaka langsung masuk, dan supir pun melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Mereka pun akhirnya sampai di rumah sakit milik keluarga Romanov yang ada di sana. "Suster! Dokter!" Teriak Arshaka tepat di lobby rumah sakit. Para medis yang melihat kedatangan sang putra dari Tuan Romanov pu