Kedua wanita cantik itu telah berada di sebuah restaurant bernuansa Asia. Tempat ini dipilih oleh Isabelle karena sejak dulu ia menyukai masakan oriental seperti menu ala Thailand atau China. Tak ada masalah dengan lidahnya jika harus bersinggungan dengan makanan pedas seperti Thai Green Curry yang ia nikmati saat ini. Sementara Hanna lebih memilih Green Salad dari pada makanan berat yang dipilih sahabatnya sepagi ini.
Isabelle sesekali melirik Hanna yang sejak tadi hanya diam menikmati menu sarapan paginya. "Apa kamu merasa kesal denganku, Hanna? Sejak tadi kamu bahkan tidak berbicara sama sekali."
"Kamu tidak membuatku kesal. Hanya saja ide bodohmu itu membuatku ingin menenggelamkan diri ke dasar lautan!" ketus Hanna.
"Maksudmu? Bukankah sepertinya tadi kamu tidak begitu peduli dengan pernikahan ini. Lalu mengapa sekarang sepertinya kamu terlihat gelisah?"
Hanna mendesah malas, "Aku berpikir sepertinya hal ini akan menjadi masalah besar."
Isabelle dengan seksama mendengarkan penjelasan Hanna. Namun wajahnya menunjukkan gestur menyelidik. "Jangan pikir aku sedang cemburu saat ini. Tapi bagaimanapun juga wanita itu cukup mengganggu pikiranku," ucap Hanna setelah melihat tatapan Isabelle yang seolah-olah sedang menuduhnya.
"Sepertinya wanita itu bukan orang sembarangan. Itu berarti Bart juga demikian." Hanna melanjutkan ucapannya.
Dengan wajah bersalah, Isabelle menundukkan pandangannya. Menyesalkah? Namun, yang dipikirkan Isabelle saat ini adalah bagaimana caranya agar pernikahan tak biasa itu berubah menjadi pernikahan yang sesungguhnya. Meski tidak mengenal sosok Bart secara pribadi, akan tetapi Isabelle merasa tidak rela jika Bart bersama wanita lain selain Hanna. Sepasang suami istri itu begitu serasi di matanya.
"Jika dia adalah seseorang yang memiliki posisi penting, aku rasa kehadiranku akan menjadi sebuah masalah. Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa maksud pria yang bernama Bart itu tiba-tiba saja menikahiku. Siapapun pasti tahu saat itu aku hanya bercanda, dan aku yakin Bart juga mengerti soal itu." Hanna masih saja mengoceh, sementara Isabelle masih terdiam sambil memikirkan ucapan Hanna.
"Tidakkah kamu merasakan ada sesuatu yang aneh? Aku sampai berpikir jika Bart memanfaatkan situasi saat itu."
"Baiklah ... Begini saja, kamu boleh memukulku sekarang, tapi tolong jangan tampar aku karena aku tidak ingin pulang dalam keadaan wajah yang membengkak!" Isabelle memelas.
Plak! Hanna tiba-tiba memukul bibir Isabelle yang meracau, "Siapa yang ingin menyakitimu? Aku pikir sejak aku berbicara tadi kamu berpikir tentang solusi dari permasalahan ini. Tapi nyatanya tidak!" Hanna nampak kesal dengan reaksi bodoh sahabatnya.
"Maaf, tapi aku mengakui pernikahan itu berasal dari ide bodohku dan sekarang kamu berada dalam situasi yang sulit. Bagaimana jika kita mencari Bart dan membicarakan ini?" lanjut Isabelle bersemangat.
"Selalu itu yang kamu ucapkan. 'Maaf, ini ide bodohku'. Sudahlah, aku memiliki ingatan yang cukup baik tanpa harus kamu ingatkan hal itu berkali-kali. Ck ... harus diakui aku begitu bodoh mengorbankan diri sendiri demi mendapatkan hadiah dari tantanganmu itu." Air mata sedikit membasahi bulu mata lentik Hanna.
"Sungguh aku benar-benar minta maaf," ucap Isabelle kembali menundukkan wajahnya.
"Sudahlah, temani aku berbelanja. Aku harus berhemat dan menghindari sesering mungkin untuk makan di luar." Hanna beranjak dari tempat duduknya yang disusul oleh Isabelle.
***
Megens Glory Company.
"Berhenti menempeli saya, Samantha!" Bart menggertakkan giginya menahan kesal dengan wanita yang kini bergelayut manja di sisi lengan kekarnya. Samantha justru semakin mempererat rangkulannya di lengan Bart. Dengan wajah dingin khas miliknya, Bart mengibaskan lengannya agar terlepas dari rangkulan Samantha.
Samantha menyebik setelah mendapatkan perlakuan kasar Bart, "Sayang, seperti itukah kamu memperlakukan kekasihmu ini?"
"Ingat Samantha, saya sudah bersikap terlalu baik. Di hadapan khalayak saya bersikap manis agar tidak membuat ketenaran yang kamu agung-agungkan itu menjadi tercoreng. Sebaiknya kamu tidak memaksakan diri. Karena sewaktu-waktu saya tidak akan mau bersikap manis lagi." Seringai sinis menyebar di wajah Bart saat mengucapkan kata-kata yang menyakitkan bagi Samantha, "Sungguh kamu membuat saya mual!"
"... Saya rasa kamu sudah cukup paham jika saya bukanlah orang yang suka mengulangi ucapan. Jadi, sebaiknya kamu pergi!" Sebelum Samantha berniat untuk kembali mendekati Bart, pria tampan itu lebih dahulu mengusirnya.
Memang rumor yang beredar saat ini menyatakan bahwa Samantha memiliki seorang kekasih yang dalam waktu dekat akan segera menikahinya. Menurut pengakuan Samantha, pria itu bernama Bart. Bart seolah menutup mata dan telinganya ketika mendengar beberapa berita yang lebih dari sepekan sudah menghebohkan jagad pertelevisian.
Tentu saja hal ini berkaitan dengan ketenaran Samanta sebagai seorang model sekaligus putri tunggal dari Direktur Stasiun TV Aurora, Tuan Oliver.
Tuan Oliver sendiri adalah salah satu sahabat dekat dari ayah Bart, Chris Megens.
"Bart!" Samantha menginterupsi Bart yang ingin beranjak meninggalkannya, "jangan lupa jika orang tua kita menginginkan pernikahan antara kamu dan aku," ucap Samantha dengan senyum yang dipaksakan. Senyum tipis melengkung dari sudut bibir Bart, "Kamu pikir sesulit itukah saya untuk menolaknya?" Kemudian tanpa peduli Bart meninggalkan Samantha yang telihat memerah di seluruh bagian wajahnya karena menahan amarah.
"Arrrrgggh ..." Samantha menggeram karena tak mampu mengendalikan Bart seperti yang dia inginkan. Samantha menyadari apa yag dikatakan oleh Bart merupakan sebuah sinyal buruk baginya, karena memang selama ini tak sekalipun Bart mengucapkan kata penolakan dengan perjodohan mereka berdua.
Akan tetapi, perlu disadari juga bahwa tak sekalipun Bart pernah mengungkapkan persetujuan dari mulutnya. Satu hal yang membuat Samantha semakin merasa ketakutan, Tuan Chris bukanlah ayah yang pemaksa. Sehingga hal itu tidak akan menyulitkan Bart untuk menolak Samantha.
Sejauh ini Bart tidak melakukan tindakan apapun terhadap perjodohan dari Tuan Chris dan Tuan Oliver. Namun, sikap Bart menyiratkan bahwa untuk kedepannya tidak akan terjadi apapun di antara dirinya dengan Samantha.
Bart melangkah menuju tempat dia bekerja. Pria tampan itu selalu saja menebarkan karismatik di hadapan orang-orang. Meskipun raut wajahnya selalu terlihat dingin. Pria itu sangat sulit tersenyum kepada siapa pun. Akan tetapi, tak sedikitpun mengurangi kadar ketampanan yang dia miliki. Sebagai pria tampan yang berasal dari keluarga kaya, Bart telah menerima banyak pujian selama bertahun-tahun.
"Tuan Megens, apa lagi yang menimpamu hari ini sehingga wajahmu nampaknya begitu kusut?" Tonny tertawa mengejek Bart yang merupakan atasan sekaligus merangkap sebagai sahabatnya. Tonny bekerja sebagai sekretaris pribadi Bart di Perusahaan Ekstraktif yang bergerak di bidang pertambangan, Megens Glory Company.
Meskipun didirikan kurang dari sepuluh tahun, perusahaan ini berkembang sangat pesat. Terlebih lagi ketika berada di bawah pimpinan Bart yang terkenal sangat handal dalam menangani setiap persoalan yang berkaitan dengan kemajuan perusahaan.
"Bisakah kau bersikap lebih sopan dengan atasanmu, atau kau datang kemari hanya untuk mengajukan pensiun dini?" Senyum ejekan Tonny perlahan mengendur setelah mendengar ucapan Bart dengan wajah dinginnya.
"Ti-tidak, maksudku jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, kau bisa mengatakan kepadaku. Kita sudah cukup lama mengenal, dan aku merasakan bahwa saat ini kamu sedang tidak baik-baik saja. Benarkah demikian?" ucap Tonny berhati-hati.
Bart menghembuskan nafas kasarnya. Pria berkulit coklat khas pria dewasa itu sesekali mengetuk-ngetukkan ballpoint ke atas meja kerjanya, "Aku hanya bingung mengapa akhir-akhir ini selalu bertemu dengan wanita tak punya rasa malu."
Tonny menyipitkan salah satu kelopak matanya. Menelisik raut wajah Bart yang terlihat kurang bersahabat, "Maksudmu wanita yang kemarin kau nikahi itu? Jika ini ada hubungannya dengan penampilan wanita itu, bukankah sangat mudah bagimu untuk membuat perubahan pada penampilannya, sehingga kamu tidak akan merasa malu untuk membawanya ke hadapan publik?"
Bukan dia yang aku maksud!" Wajah Bart memerah mengingat sikap Samantha yang terlalu berlebihan kepadanya. Sejenak bayangan Hanna melintas di dalam pikiran Bart, wanita cantik yang dia nikahi secara sembarangan.
"Aku tidak pernah berniat untuk memperkenalkannya ke hadapan publik." Bart sedikit berpikir sebelum melanjutkan kalimatnya,
"...Setidaknya, tidak untuk saat ini." Sekelebat bayangan Hanna kembali mengganggu pikiran Bart. Terlintas jelas bagaimana senyum manis bibir merah muda milik wanita itu. Kulitnya yang cerah dan berkilau saat disentuh cahaya lampu, "Begitu banyak wanita yang lebih cantik dan berkelas, jadi kamu tidak perlu bertanya lagi kepadaku," lanjutnya.
"Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk berhati-hati bersikap. Jangan sampai kamu nanti menyesalinya. Baiklah, lupakan saja. Mari kita bersiap makan malam dengan beberapa investor perusahaan malam ini," ucap Tonny mengakhiri percakapan sebelum dia keluar dari ruang yang terasa panas itu.
"Hanna, aku membawakanmu es krim," ucap Bart dengan antusias. Hanna melebarkan kedua kelopak mata dengan perasaan terkejut. Baru saja dia merindukan Bart, kini pria itu sudah berada di hadapannya. Hanna melirik ke arah papper bag yang dia yakini berisikan es krim seperti yang dia inginkan. Bart membuka papper bag tersebut setelah menyadari arah fokus mata istrinya itu. Sebuah es krim strawberry dengan warna pink terbungkus sebuah kotak dengan gambar yang menggiurkan. Hanna menelan ludah dengan kasar, dia membayangkan rasa es krim yang masih berada di tangan suaminya. "Apa yang kau lakukan?" ucap Hanna dengan nada sinis. Bart mendekat, meletakkan kotak es krim di atas meja. "Aku sudah memperingatkanmu untuk pergi dari hidupku, 'kan? Untuk apa kau kesini, bukankah semuanya sudah jelas!" Hanna membuang wajah saat Bart tak memutus sedikit pun pandangannya. "Hanna, aku bisa menjelaskan semuanya." Hanna menggigit bibirnya kuat-kuat, dan .."Aw!" Bibirnya berdarah bersamaan dengan suar
"Aku dan Hanna sempat bertemu dan dia memelukku. Aku pikir dia sudah memaafkankau. Kalian tahu bagaimana aku sangat merindukannya. Aku bahkan sampai menyusulnya ke sini karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku tak tahu jika Hanna sedang mengandung anakku. Aku bahkan berpikir dia memiliki hubungan khusus bersema pria lain dan melupakanku begitu saja," ucap Bart penuh sesal. "Pria yang menjadi salah satu korban ledakanitu?" sahut Tuan Megens bertanya."Ya, namanya Paul. Dia pernah mengancamku di awal pernikahanku bersama Hanna. Yang kutahu dia pernah mencoba untuk mendekati Hanna sa-saat Sophia kembali." Bart merasa tak nyaman saat menyebut nama Sophia seolah kenangan buruk itu kembali berputar di dalam ingatan. Kenangan di mana dirinya sudah melukai istrinya sendiri dengan mengabaikan wanita itu dan memilih untuk menemani wanita lain. Wajah Tuan Megens berubah masam saat mendengar putranya menuduh istrinya sendiri memiliki hubungan bersama pria lain, padahal wanita
Bart melangkah perlahan saat posisinya sudah benar-benar dekat dengan tirai pembatas antar brankar pasien. Dia kemudian menyibak tirai tersebut dnegan rasa gugup yang entah mengapa semakin tak terkendali. Jantungnya bertalu dengan kencang. Bahkan Bart sempat memegangi dadanya yang terasa nyeri. Napas pria itu berembus cepat dan pendek. Bart seolah tak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Saat tirai terbuka, tubuh Bart seolah membeku, hawa dingin menjalar hingga dia tidak merasakan pijakan lagi. Bart tercengang untuk beberapa saat ... "Bart! Bart! Kumohon jangan tinggalkan aku lagi!" Hanna menjerit saat mendapati Bart yang terkulai tak berdaya di hadapannya. Padahal ini adalah momen dimana mereka kembali dipersatukan, setelah sekian lama keduanya tak saling besitatap. Hanna mengabaikan luka dan lebam di tubuhnya. Dia beranjak dari brankar untuk meraih tubuh sang suami yang sudah tak menjawab panggilannya. "Bart kumohon! Bangunlah! Bertahanlah untuk aku dan bayi kita." Hanna benar-be
Bart merasa harga dirinya tercederai karena telah membiarkan Hanna hamil seorang diri. Bagaimana bisa dia tidak mengetahui hal itu dan bagaimana Hanna menjalani hari-harinya bersama buah cinta mereka tanpa kehadiran Bart. Terbayang wajah Hanna yang menjalani masa-masa sulit dan menyembunyikan kehamilannya, padahal mereka begitu ingin memiliki keturunan sejak menyadari perasaan mereka di awal pernikahan. "Terima kasih, Issabelle," ucap Bart kembali merangkul Isabelle yang masih terisak mencoba menerima kenyataan pahit yang dia alami. Dia tidak menyangka jika Hanna mengandung anaknya dan tetap menjaga janin tak berdosa itu meski Bart sudah membuatnya terluka berulang kali. Apakah itu sebuah sinyal bahwa mereka bisa bersatu kembali, terlebih lagi berkas pembatalan pernikahan mereka berdua masih bisa dicabut dari pengadilan. Kali ini Bart tak akan membiarkan kesempatan itu hilang, dia ingin kembali bersama Hanna dan memperbaiki segala kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Ba
Di tempat lain, Bart dan Tonny mendarat di Bandar Udara Heathrow Britania Raya beberapa jam yang lalu. Keduanya terlihat tergesa-gesa saat mendapatkan panggilan telepon salah satu orang kepercayaan Bart. Namun, saat ini mereka tidak bisa diandalkan karena ternyata Samantha pergi ke negara itu tidak seorang diri saja. Dia memiliki penjagaan dan sepertinya wanita itu tahu bahwa Hanna juga memiliki banyak orang yang melindunginya. "Kami baru saja melumpuhkan orang-orang kepercayaan Nona Samantha, tapi kepolisian setempat menghentikan langkah kami untuk mengejar wanita itu__""Ini semua salahmu bod**, kau membuat keributan hingga kita menjadi pusat perhatian," ucap salah seorang bodyguard kepada temannya yang diberikan tugas untuk menjaga Hanna selama berada di Inggris. Nampaknya orang-orang suruhan Bart sedang saling menyalahkan satu sama lain atas apa yang mereka alami. Mereka harus berurusan dengan pihak kepolisian akibat keributan yang sudah mereka ciptakan di tempat umum. Bart me
Bart tiba-tiba saja merasa sangat mengkhawatirkan Hanna, padahal sebelumnya dia begitu cemburu hingga ingin membatalkan pernikahan mereka. Ternyata apa yang dia khawatirkan terjadi juga. Namun Bart tak pernah menduga jika Samantha secepat ini mengetahu keberadaan Hanna. "Jika begitu, biar aku mendampingimu ke sana. Aku juga ingin meluruskan sesuatu," ucap Tonny.Bart mengangguk kemudian menyambar jasnya yang menggantung di sandaran kursi lalu bergegas meninggalkan ruang kerja miliknya. Dia tak butuh mempersiapkan apa pun termasuk pakaian yang akan dia bawa ke London. Malam itu juga Bart dan Tonny memutuskan untuk pergi menyusul Hanna. Di perjalanan menuju lapangan udara, Tonny mengambil alih kemudi mobil sementara Bart sibuk dengan banyak panggilan yang masuk ke dalam ponselnya. Tentu semua yang dibahas adalah tentang Samantha. Bart menggenggam ponsel dengan frustasi, memantau dari jarak jauh melalui orang-orang kepercayaan yang dia tempatkan di London untuk melindungi istrinya di