All Chapters of Pengantin Kedua Sang CEO: Chapter 1 - Chapter 10
123 Chapters
CHAPTER 1 (Mari Bercinta)
"Jangan pernah menjanjikan begitu banyak kebahagian, aku takut suatu hari justru akan membuat kita saling membenci." Genggaman tangan terurai, sepasang kekasih sedang mengucap sebuah kata perpisahan tepat di pintu masuk sebuah bandara internasional Schipol, Amsterdam. Hanna--wanita berperawakan tinggi, sesuai dengan ras kaukasoid. Berkulit cerah dengan rambut blonde tergerai menutup punggungnya hingga hampir menyentuh pinggang dengan wajah sendu mengucapkan kata-kata itu kepada Mathew tanpa memutus tatapannya. Bukan ... bukan berarti dia tidak mencintai kekasihnya itu. Justru dia takut jika cinta membuatnya berharap terlalu tinggi, tapi mungkin bisa saja membuatnya sakit saat terjatuh suatu hari nanti. "Aku akan menunggumu." Kalimat terakhir yang dia ucapkan dengan bibir yang bergetar. Usia jalinan kasih yang telah bertaut sejak dua tahun yang lalu, bukanlah waktu yang singkat bagi keduanya. Kini, Hanna harus rela bersabar menanti kepulangan Matthew setelah pria
Read more
CHAPTER 2 (Jangan Menyesali Keputusanmu!)
Isabelle menahan napas dan memejamkan mata saat mendengar kata-kata itu meluncur bebas dari mulut tak tahu malu sahabatnya. Tapi, bukankah dia sendiri yang memberikan tantangan konyol itu? Tak berselang lama kesadaran Hanna kembali ke tempat yang semestinya, setelah kalimat bodoh itu dia ucapkan, perasaan malu yang luar biasa menyerangnya membabi buta. Baginya, kabur adalah keputusan yang paling tepat saat ini. Jika bisa memutar waktu, tentu Hanna akan menolak tantangan konyol itu. Bagaimana tidak? Pandangan mata pria itu seolah menyiratkan kalimat 'betapa tak tahu malunya kamu, Nona'. Apalagi wajah tampannya yang baru Hanna sadari, sudah pasti pria itu bukan orang sembarangan yang dengan suka hati menerima kehadiran orang asing. Hanna berdiri untuk pergi dan kalau boleh dia ingin berlari sekencang mungkin. Namun, pada detik selanjutnya tangan kekar sang pria tampan memegang lengan Hanna untuk menghentikan niat gadis yang sudah kehilangan muka itu. "
Read more
CHAPTER 3 (Janji Nikah)
"Gila! Apa yang baru saja aku lakukan? Menggoda pria asing lalu menikah di hari yang sama? Bahkan aku sendiri tidak menyangka akan menjadi pengantin keduanya. Apa itu artinya dia sudah menikah dan hanya menjadikanku sebagai seorang wanita simpanan?" Hanna bermonolog di dalam hati dan merutuki kebodohannya sendiri. Masih ada waktu untuk membatalkan ide konyol ini. Tapi, pria itu sudah buru-buru mengatakan bahwa tidak ada kesempatan untuk berubah pikiran. "Aku yang sedang gila atau pria itu yang gila? Hingga suka rela menerima tawaranku tadi?" Masih tak habis pikir dengan kejadian yang sedang berlangsung saat ini. Di sini, tepat di teras kantor catatan sipil. Hanna terdiam menghentikan langkah kecilnya. Bart merasakan wanita di sisinya tak bergerak. Dia melemparkan pandangan ke sisi kanannya, tepat di posisi Hanna berdiri saat ini.  "Saya tunggu di dalam." Pria itu pun berlalu dengan wajah datarnya. Wajah gusar yang ditampakkan Ha
Read more
CHAPTER 4 (Suasana Baru)
"Bagaimana menurutmu tempat ini?" Hanna memindai setiap sudut ruang appartement yang baru saja disewanya. Untuk seorang single woman seperti Hanna, ruang appartement seperti ini cukup luas. Dengan desain interior modern, memiliki dua kamar tidur yang masing-masing terkoneksi dengan toilet pribadi. Bukan pemborosan, tapi memang hanya tipe ruang itulah yang tersisa untuk saat ini. "Cukup bagus, bahkan jika suami tampanmu datang nanti, kalian akan leluasa berpindah-pindah untuk variasi bercinta. Di kamar, di dapur, atau mungkin kau ingin mencobanya di balkon." Kalimat provokatif itu dengan mudahnya meluncur dari bibir manis Isabelle. Hanna hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mimpi saja," ucapnya lirih. Isabelle menelisik wajah Hanna dan tersenyum mengejek, "Diam-diam rupanya kau juga mendamba." Tawa Isabelle mengakhiri kalimat itu. Hanna hanya mengepakkan tangan ke udara dan berlalu. Tidak akan ada habisnya jika terus meladeni kata-kata cabul Isabelle. Ruang apartemen itu sudah di
Read more
CHAPTER 5 (Berita Infotainment)
Isabelle menarik pergelangan tangan Hanna menuju sofa yang tepat berada di depan televisi berukuran lima puluh inchi. Sejenak, Hanna melupakan kebingungan yang sempat dia rasakan perihal pakaian satin yang saat ini masih dia kenakan. Sedikit terhuyung ketika Isabelle menarik tangannya dengan paksa. Namun, Hanna seolah patuh mengikuti langkah Isabelle. "Lihat!" Isabelle menyalakan televisi dan memilih saluran infotaintment, "Tidakkah kamu ingat siapa wanita itu?" Isabelle menatap layar televisi dan wajah Hanna secara bergantian. "... Sejak semalam hingga pagi ini hanya wajahnya yang terlihat di acara televisi. Karena itulah aku datang menemuimu." Hanna mengamati wajah seorang wanita yang cukup cantik menurutnya. Wanita itu sepertinya bukan orang sembarangan. Beberapa saat kemudian Hanna dan Isabelle saling bertatapan tanpa mengucapkan kata apapun. Seketika Isabelle menoyor jidat sahabatnya sehingga membuat Hanna meringis. "Jangan menatapku sep
Read more
CHAPTER 6 (Menyesal)
Kedua wanita cantik itu telah berada di sebuah restaurant bernuansa Asia. Tempat ini dipilih oleh Isabelle karena sejak dulu ia menyukai masakan oriental seperti menu ala Thailand atau China. Tak ada masalah dengan lidahnya jika harus bersinggungan dengan makanan pedas seperti Thai Green Curry yang ia nikmati saat ini. Sementara Hanna lebih memilih Green Salad dari pada makanan berat yang dipilih sahabatnya sepagi ini. Isabelle sesekali melirik Hanna yang sejak tadi hanya diam menikmati menu sarapan paginya. "Apa kamu merasa kesal denganku, Hanna? Sejak tadi kamu bahkan tidak berbicara sama sekali." "Kamu tidak membuatku kesal.  Hanya saja ide bodohmu itu membuatku ingin menenggelamkan diri ke dasar lautan!" ketus Hanna. "Maksudmu? Bukankah sepertinya tadi kamu tidak begitu peduli dengan pernikahan ini. Lalu mengapa sekarang sepertinya kamu terlihat gelisah?" Hanna mendesah malas, "Aku berpikir sepertinya hal ini akan menjadi ma
Read more
CHAPTER 7 (Janji Temu)
Hanna mengendarai mobilnya untuk kembali ke apartemen setelah melewati berbagai drama bersama Isabelle saat mereka berbelanja kebutuhan pokok tadi. Bagaimana tidak? Isabelle tanpa tahu malu menggoda seorang pramuniaga pria yang tidak terlalu tampan hanya untuk mendapatkan potongan harga yang besar. Kini dia terjebak di persimpangan menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau saat Isabelle kembali menghubunginya melalui ponsel. "Ya, apa lagi?" Tanpa sapaan, Hanna berucap ketus. "Ck, aku hanya lupa mengatakan sesuatu padamu, Hanna sayang!" ucap Isabelle manja. "Katakan!" balas Hanna. Isabelle terkekeh mendengar suara Hanna yang kurang bersahabat, "kau seperti sedang mengalami PMS. Baiklah, aku hanya ingin memberitahumu. Em, meminta tolong lebih tepatnya. Tiga hari ke depan ada sebuah acara amal yang kebetulan diselenggarakan di Hotel Astoria, dan ayah memintaku untuk menggantikannya hadir kesana. Maukah kau menemaniku, Nona cantik?" "Tunggu
Read more
CHAPTER 8 (Sebuah Hukuman)
Kemarahan menyapu diri Bart seperti gelombang. Bart menyaksikan cukup jelas seorang wanita cantik yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Wanita yang secara tiba-tiba ia nikahi tanpa pertimbangan lebih lanjut hanya untuk mendapatkan status menikah di mata hukum. Di mata Bart, Hanna memang terlihat sangat cantik, meskipun dia belum memiliki perasaan yang lebih terhadap wanita itu. Meski demikian, Bart  harus mengakui bahwa kecantikan Hanna berada di level tertinggi dari para wanita yang pernah dia lihat. Bahkan, di kota yang penuh dengan wanita-wanita cantik itu hampir tak ada satu pun yang mampu menyamai kecantikan Hanna. Akan tetapi, yang menjadi masalah saat ini, Bart merasa sangat terganggu dengan apa yang sudah dia saksikan. Wanita yang sudah berstatus sebagai seorang istri itu ternyata menemui pria lain. Bahkan, Bart mengenal siapa pria yang tadi bertemu dengan istrinya. Bart mengepalkan tangannya hingga nampak buku-buku jemarinya memutih. Dia
Read more
CHAPTER 9 (Status yang Terhormat)
Hanna membulatkan kedua bola matanya mendengar ucapan Bart. Bukannya dia tidak mau hidup normal layaknya pasangan suami istri, tetapi semua terjadi begitu cepat baginya. Bahkan dia dan Bart belum mengenal satu sama lain. Kini, harus hidup serumah dan menghabiskan waktu bersama lebih banyak. Terlebih lagi pria yang berstatus sebagai suami sahnya itu memang terlihat menyebalkan dan jangan lupa akan Bart pernah berkata bahwa Hanna hanyalah pengantin kedua yang artinya dia akan berhadapan dengan pengantin pertama pria itu. "Bagaimana jika aku menolak?" Hanna yang sebenarnya takut melihat tatapan suaminya mencoba untuk melakukan perlawanan. "Maka saya akan menuntutmu atas tuduhan perselingkuhan!" ucap Bart ketus. Pria ini benar-benar menyebalkan. Bukankah dia yang sudah meninggalkan Hanna ketika pernikahan baru saja terlaksana. Kini tiba-tiba saja datang dan memaksakan kehendak. "Lalu apa alasanmu memaksaku untuk tinggal bersamamu? Bukankah kamu sudah meni
Read more
CHAPTER 10 (Seranjang)
Hanna kembali mengedarkan pandangannya ketika memasuki kamar yang begitu luas menurutnya. Bahkan, ruang ini seukuran dengan ruang utama apartement yang beberapa hari lalu dia sewa. Ruang maskulin khas seorang pria dengan cat dinding perpaduan warna hitam, putih dan abu-abu, serta ranjang berukuran king size yang diposisikan di bagian tengah.  Aroma maskulin menyeruak di ruangan itu. Aroma yang pernah dia rasakan ketika mereka pernah berada dalam jarak yang begitu dekat saat pernikahan keduanya berlangsung, membuat Hanna seolah terbius menikmati melalui indra penciuman. Ruang kamar terhubung dengan sebuah ruang kecil yang khusus untuk digunakan menyimpan pakaian yang ukurannya sekitar enam puluh empat kaki persegi berisikan dengan pakaian, tas, dan sepatu ber-merk.  Hanna menelan ludah dengan kasar, "Pria ini benar-benar kaya," gumamnya. Dia memendarkan pandangan, mengabsen satu persatu apa yang ditampilkan dari ruang pria berkelas t
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status