Mobil kencangnya. kulihat wajah Pak Kunang sangat gelisah, entah apa yang dia pikirkan sekarang dan siapa yang celaka? Tunggu dulu sebelum keluar dari rumah aku tidak melihat tante Jessie Apakah Tante Jessie yang celaka titik Aku harap bukan Tante Jessi yang celaka. Aku sangat takut Pak Kunang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat jantung berdetak tak gangguan. Bisakah dia pelan-pelan menyetirnya? Ini sama saja dia membayar membahayakan dirinya dan orang lain."Pak tolong nyetirnya pelan-pelan, ini sama saja Bapak membahayakan orang lain, dan juga membahayakan diri bapak!" Aku mencoba memperingati Pak Kunang. Namun, dia seperti tidak mendengar apa yang aku katakan pikirannya seakan tidak ada disini. Aku tambah penasaran Siapa yang celaka.Apakah sekarang waktu yang tepat untuk menanyakan siapa yang celaka, kepada Pak Kunang?"Pak ada apa Bapak nampak gelisah begitu? Apakah ada yang celaka?" sekali lagi aku bertanya kepadanya. Namun, Pak Kunang tidak menggubris apa ya
Kubuka mata perlahan sambil kupegangi kepala yang masih sakit. Kucoba mengumpulkan sel otak dan mengingat mengapa sampai mendadak pusing dan pingsan? Ah kenapa aku selalu saja pingsan sih? Puing-puing secercah ingatan mulai kembali dan mengingat dimana ada sesosok gadis yang memberiku sebotol air putih. Entah siapa gadis itu yang menyebutkan dirinya adalah Tiara. Belum pernah melihat gadis cantik seperti dia."Kau sudah bangun, Tuan putri?" Suara seseorang membuatku terpingkal kaget. Tampak dihadapanku sekarang seorang perempuan berambut pirang memakai baju bewarna putih, dan di lehernya dia pakai dasi warna hitam. Gadis ini fix mirip artis korea. Tapi kalau semuanya serba putih bisa jadi mirip Mbak kunti, hihi.Aku akui perempuan itu terlihat sangat elegan, dan memukau. Bahkan aku saja menganga dibuatnya. Ada keperluan apa dia denganku? Apakah aku akan diajak menjadi model dengannya. Ah rasanya tidak mungkin! Mikir apa sih aku!"Si-siapa Kau? Dan kenapa aku berada di tempat tertutu
Gadis itu menarik paksa tanganku dengan kuat sampai aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh beringsut digedung tanpa keramik. Lutut berdarah berceceran dimana-mana. Sedangkan ia menyeretku tanpa ampun.Tiara juga menamparku berkali-kali. Bunyi tamparan Tiara memekakan ruangan. Sungguh tega sekali dia melakukan ini padaku. Inginku jambak rambutnya.Mata nanar Tiara seakan menyembul penuh amarah. Seakan kepalanya benar mengeluarkan asap bak kerbau, hehe. Padahal aku baik kan? Memberi tahu bahwa hidungnnya terdapat upil yang hampir jatuh. Mungkin perempuan ini pasti mempunyai gangguan mental. Kalau tidak untuk apa dia berubah ganas dan menyeramkan?Tidak ada jalan lain selain berteriak meminta pertolongan. Mau melawan pun percuma. Kakiku diikat dengan tali yang membuat kakiku sakit."STOP! Apa yang Kau lakukan ini sama sekali tidak berguna Tiara!"Ingatan kembali pada Pak Kunang. Bisa-bisanya memiliki kekasih seperti Tiara. Aku juga sebenarnya takut kalau dia bisa meluluhkan hati Pak Kun
Sudah tujuh hari kematian Dion. Tahlilan udah usai. Selama itu Bibik dipulangkan dan aku yang menjadi babu dirumah suami sendiri. Terdengar konyol sekali bukan? Ada rasa sesak di dada saat Dion meninggal. Apa benar apa kata orang kalau orang itu tiada maka kita akan merasakan kehilangan.Inginku pergi ke tempat peristirahatan Dion yang trakhir. Namun, aku sekarang masih banyak masalah, mungkin aku akan atur kapan aku kepemakaman Dion.Apa kalau aku mati maka baru Pak Kunang akan merasakan kehilanganku? Haruskah aku mati dulu? Astagfirullah pikiranku semakin kalut saja. Aku harus menenangkan diri dan banyak-banyak beristighfar, apalagi di dalam rumah ini ada calon pelakor. Bahaya sekali kalau mantan tinggal seatap sama suami, lengah sedikit saja, aku bisa kehilangan Pak Kunang.Namun tidak ada untungnya berharap sama beliau. Yang ada hatiku remuk redam.Kutarik napas dalam-dalam untuk menenangkan hati yang gelisah, gundah gulana.Tidak tahu harus berkata apa pada suami sendiri. Tak bi
Entah sudah berapa jam aku memasak di dapur. Rasanya aku malas sekali bertemu dua bekicot itu. Ya, dua bekicot yang aku maksud adalah Pak Kunanh dan Tiara.Kuhela napas dalam-dalam lalu kuhembuskan perlahan. Dada masih terasa sesak. Bagaimana tidak? Melihat suami yang tidak pernah mencintai istri sekarang malah tinggal seatap sama mantannya.Andaikan dia bukan suamiku, maka aku kirim saja ke rumah sakit jiwa. Aku duduk di lantai sambil membenamkan wajah di kedua lututku.Apa yang harus aku lakukan di rumah ini? Dirumah yang sama sekali tidak menganggapku istri. Dirumah penuh derita dan kehambaran.Apakah aku berdosa meninggalkan suami yang begitu keji padaku? Masakanku baru selesai satu macam. Moodku tidak baik menjadi babu dirumah suami tanpa ada yang membantu, hampir semua pekerjaan rumah aku lakukan. Bukannya males mau ngerjain, tapi rumah ini kan besar. Berbeda dengan rumahku yang sederhana, namun nyaman sekali.Mengingat tentang rumah membuatku ingin kembali ke rumah saja dengan
Pak Kunang mengibas-ngibas sprei dengan tangannya yang berurat seperti habis mengangkat besi yang begitu berat. Padahal sprei ini kelihatan tidak kotor, cuma sepertinya sprei Pak Kunang terlihat tidak diganti selama aku sakit, dan sedikit mengerut."Duduklah," titahnya.Tanpa menjawab perkataannya. Akupun menggeleng pelan, dan sedikit menjauhkan tubuh ini beberapa langkah ke belakang. Tak mau kalau sampai dia berpikir bahwa aku terlalu berharap padanya."Bening, maafkan saya ...."Mataku membola dan mendelik. Seakan tak percaya apa yang keluar dari mulut sosok pria dihadapanku. Dia minta maaf padaku, dan aku pun tak mengerti tujuan apa yang membuat dia merasa bersalah. Kucoba berusaha menenangkan diri. Setelah hati dikhianati, jangan gampang percaya omongan minta maafnya itu. Siapa tau, dia ingin menjebakku dalam permainannya. Astagfirullah kenapa aku jadi suudzon pada suami sendiri? Istighfar Bening."Bening Kau tahu? Saya sepertinya salah dalam bertindak. Tak seharusnya saya menyal
Katanya cinta sejati itu akan bersatu walau beribu masalah yang menerpa. Aku sendiri tidak tahu apakah aku dan Pak Kunang adalah cinta sejati. Dimeja makan ini terlihat kekasih dari suamiku duduk bersebelahan tanpa rasa canggung. Bisakah wanita berparas cantik ini mengenyah dari kehidupan kami berdua?Makanan yang terhidang diatas meja adalah masakan buatanku dengan penuh amarah. Kalau setiap hari wanita tidak tahu diri itu tinggal disini, lalu bagaimana dengan nasib batinku yang tersiksa?"Sebelum memulai memakan makanan ini. Aku ingin mengatakan sesuatu kepada semuanya." Pak Kunang mulai berbicara. Tak tahu apa yang mau ia katakan, yang jelas jangan sampai dia menceraikanku. Bagaimana kalau ibu sampai sedih ketika aku diceraikan? Astagfirullah pikiran buruk itu harus kubuang jauh-jauh ya Allah."Ya Kunang katakan! Katakanlah kalau kamu akan menceraikan Bening. Iya kan Kunang Sayang?" Tiara menyambung seperti kabel saja. Bisa-bisanya ia berkata seenaknya. Rasanya ingin mencekik wanit
Jika engkau memiliki pilihan. Pilihan pertama, satu kamu harus menikah dengan orang yang sangat kau benci namun keuntungannya kamu bisa melanjutkan kuliah tanpa memikirkan biayanya. Maka kau akan memilih itu atau tetap bertahan pada pendirianmu? Kita boleh saja memilih apa yang kita inginkan. Tidak apa karena itu adalah fitrahnya manusia. Akan tetapi semua kembali kepada takdir yang telah tertulis di lauhul mahfudz.Aku tidak tahu, bahwa dipertemukan dengan Pak Kunang itu adalah hal yang benar atau tidak. Yang jelas aku ingin bertahan dengan apa yang aku yakini sekarang. Apa yang aku tekadkan. Semoga cinta Pak Kunang bisa tumbuh padaku istrinya."Ini undangan. Kamu harus datang, ya." Pak Kunang menyodorkan undangan kepadaku. Terlihat undangan itu sangat bagus dengan pita merah yang terhias disana. Tapi, setelah dilihat-lihat, kenapa seperti undangan resepsi atau akad nikah?"Ini ....""Ya ini adalah undangan pernikahan. Kamu mau datang kan?""Iya tapi ...." Suaraku tercekat di tenggo