Memandang pantulannya dari kaca wastafel, Lynette bisa melihat betapa buruknya wajahnya saat ini. Kusam dan tampak tidak menarik. "Aku meninggalkan sabun wajahku di mobil yang telah terbakar habis dan selama beberapa hari ini aku tidak menggunakannya. Bahkan saat di rumah Abuela, aku hanya membasuh wajah dengan air dan sabun mandi. Itu terdengar mengerikan."Lynette mendesah meratapi wajahnya. "Bagaimana jika tuan Issac tidak lagi tertarik denganku?"Mungkin setelah ini Lynette harus meminta sabun wajah pada Tiara, untuk membersihkan kotoran yang menumpuk di wajahnya. "Aku kira Rekash belum menikah, ternyata sudah." Pikiran Lynette mengambang. "Tiara wanita yang tingginya hampir sama seperti tuan Issac dan Rekash. Tinggi dan berotot, sangat keren!"Membayangkan senyum cantik dengan tubuh penuh otot milik Tiara tanpa sadar membuat Lynette tertawan. Dari pantulan kaca dia melihat badannya sendiri. "Kira-kira apakah aku bisa tumbuh semakin tinggi dan berotot seperti Tiara? Berapa ya,
Memandang pantulannya dari kaca wastafel, Lynette bisa melihat betapa buruknya wajahnya saat ini. Kusam dan tampak tidak menarik. "Aku meninggalkan sabun wajahku di mobil yang telah terbakar habis dan selama beberapa hari ini aku tidak menggunakannya. Bahkan saat di rumah Abuela, aku hanya membasuh wajah dengan air dan sabun mandi. Itu terdengar mengerikan."Lynette mendesah meratapi wajahnya. "Bagaimana jika tuan Issac tidak lagi tertarik denganku?"Mungkin setelah ini Lynette harus meminta sabun wajah pada Tiara, untuk membersihkan kotoran yang menumpuk di wajahnya. "Aku kira Rekash belum menikah, ternyata sudah." Pikiran Lynette mengambang. "Tiara wanita yang tingginya hampir sama seperti tuan Issac dan Rekash. Tinggi dan berotot, sangat keren!"Membayangkan senyum cantik dengan tubuh penuh otot milik Tiara tanpa sadar membuat Lynette tertawan. Dari pantulan kaca dia melihat badannya sendiri. "Kira-kira apakah aku bisa tumbuh semakin tinggi dan berotot seperti Tiara? Berapa ya,
Rekash tidak bermaksud untuk membuat keadaan disekitar mereka menjadi mencengkam. Pertanyaannya tadi sepertinya salah besar dan sama sekali tidak diinginkan oleh Lucian. "Jika istriku mendengar hal ini, akan aku pastikan kau yang akan mengirimkan kan mu ke sana, sebagai penggantinya."Rekash menganggukkan kepalanya mengerti, raut wajah tuannya saat menyinggung tentang rencana yang sempat mereka buat tampak seolah ingin menggulingkan dirinya dari dunia ini. Padahal sebelum, itu adalah kesepakatan yang tak tertulis dengan Vadim, ketika Lynette datang ke mansion. Rekash sanksi, jika ke depannya dia akan mendapatkan banyak perubahan dari rencana yang telah mereka susun. "Baik, tuan. Saya mengerti. Saya tidak akan mengungkit tentang perjanjian Anda dengan tuan Vadim pada nyonya Lynette. Dan saya juga tidak akan mengungkit tentang ini pada siapapun." Rekash mengatakan itu dengan tenang, dalam hati dia juga harus segera menghubungi istrinya, agar tidak mengungkit tentang menjadikan Lynett
Lucian memindahkan Lynette ke atas tempat tidur, baru kemudian dia mendudukkan diri di depan jendela tempat dia dan Lynette bercengkrama. Tidak memiliki pendidikan apapun. Lucian tidak tahu bagaimana jika nanti orang mengetahui hal tersebut, dia pikir semuanya akan mudah sebab dia tidak pernah mengira dia akan sampai di titik ini. Semuanya semakin rumit. Pandangan Lucian kembali terarah pada Lynette yang bergelung dengan selimut yang dia pakaian tadi. Sebelumnya semuanya sudah terencana dipikiran Lucian, jika saja barang perdamaian tidak dipalsukan. Rekash bahkan sudah mencaritahu bagaimana sikap buruk dari putri bungsu Benjamin dan memberi tahukan kepadanya. Agar semua rencana semakin matang.Namun, lihat yang Lucian dapatkan sekarang. Beberapa saat kemudian kapal akan segera berlabuh, Lucian tidak tega membangunkan Lynette. Jadi dia menggendong wanita itu dan berjalan bersisian dengan banyaknya orang yang kembali ke dalam kendaraan masing-masing. "Sampai bertemu lagi, Tuan Luc
"Aku tidak bisa mempelajari yang kau inginkan, karena aku tidak bisa membaca dan menulis."Lucian telah mengetahui semua hal tentang Lynette dari Rekash, tapi dia tidak mengira dia akan mendengarnya lagi dari wanita itu sendiri. Wajah Lynette cemas, matanya berkaca-kaca dengan kedua tangan yang saling meremas dengan gugup. Entah kenapa mereka bisa sampai pada pembicaraan ini. Hidup sendirian, tidak diberikan pengetahuan dunia luar, bahkan dibiarkan begitu saja tanpa pendidikan. Lucian bertanya-tanya dalam hati, kenapa Lynette masih saja bersikeras jika Benjamin tidak akan melakukan pemburuan terhadap wanita itu? "Totally a fucktard."Lynette semakin menundukkan kepala mendengar umpatan Lucian. "Aku tahu, kau pasti sangat malu mempunyai istri sepertiku."Tidak ada yang perlu Lucian bahas dalam masalah ini, dalam hatinya tiba-tiba saja terbakar amarah. Dia bangkit dari sana dan membiarkan Lynette dengan pemikirannya yang kacau. Air mata tidak lagi bisa dia bendung, tangisannya teris
Lucian memutuskan untuk menyewa kabin untuk perjalanan mereka, setelah dia menimbang dengan keadaan Lynette yang sedikit terguncang. Jika Lucian tidak salah menghitung, mereka baru akan tiba satu jam lagi. Meskipun hanya sebentar, tapi keadaan Lynette adalah yang terpenting. Pintu kabin Lucian buka, mempersilahkan Lynette untuk masuk terlebih dahulu. Tidak ada banyak barang di sini, hanya ada kasur kecil, nakas dan kulkas satu pintu. Di bagian tengah ruangan ada meja kecil yang dilapisi dengan karpet tebal. Suhu dalam ruangan ini sedikit pengap, maka Lucian putuskan membuka sedikit jendela kecil tidak jauh dari meja duduk di sana. Lynette mengikuti Lucian dan duduk di depan pria itu. Telepon service ada di atas meja, Lucian mengambilnya dan berbicara dari sambungan. "Iya, air dingin dan toast. Masing-masing dua porsi." Keheningan merebak di antara mereka dengan sepoi angin dingin yang masuk melalui jendela. Lynette menatap kosong ke arah depan dengan tangan yang tersimpan d