Argan merasa heran karena sejak tadi Aliya tidak bicara sama sekali. Bahkan ekspresi wajahnya juga tidak terlihat baik. Saat Argan bertanya, dia selalu menjawab tidak apa. Padahal Argan tahu ada yang dipikirkan istrinya itu.Tapi, meski tahu Aliya berbohong, Argan tidak bisa menekannya untuk berkata jujur. Argan lebih memilih untuk membiarkannya. Ia merasa Aliya memang tengah membutuhkan waktu.Saat mereka tiba di rumah, Aliya masih saat seperti itu. Ia juga langsung tidur tanpa sepatah kata pun. Argan mencoba mengerti, mungkin Aliya tengah memikirkan sesuatu. Ia perlu waktu untuk menenangkan dirinya.Lalu, saat Argan ikut berbaring di sisinya, ia mendengar istrinya itu bersuara.“Argan.”“Ya?” Perasaan lega terasa, kala Argan akhirnya mendengar istrinya mau bicara dengannya. Ia merasa sedikit lebih baik dari sebelumnya. Dia memutar tubuhnya dan menghadap Aliya yang masih berbaring memunggunginya. “Ada apa, Ay?”“Apa menurutmu aku salah?”Argan tidak mengerti, “Salah?”“Tentang aku ya
Aliya memang sempat berharap ia bisa bicara dengan Nial dan meluruskan masalah yang ada di antara mereka. Tapi, ia tidak mengira jika Nial sendiri yang akan mendatanginya. Pria itu mengajak Aliya bicara tepat saat mereka bertemu di kampus. Meski terasa kecanggungan yang kental di antara mereka, Aliya tetap berusaha mengenyahkan perasaan itu, dia mengikuti Nial untuk menyelesaikan masalah mereka.Nial membawanya duduk di sebuah kursi di taman kampus. Seperti biasa pria itu akan membersihkan terlebih dahulu tempat yang akan diduduki Aliya. Meski Aliya sudah menahannya untuk tidak melakukan itu, Nial tidak mendengarkan.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Aliya setelah mereka duduk dengan nyaman.“Aku … ingin bertanya dan memastikan sekali lagi, apa benar kamu sudah menikah?”Alliya merasa ragu sesaat, tapi dia tetap menjawab, “Ya.”“Dan suamimu itu … Argan?”“Iya,” jawab Aliya lagi.Nial mendengus kecil. Rasanya benar-benar tidak rela saat ia mengetahui jika Aliya telah resmi m
Semakin Alison memikirkannya, semakin ia merasa kesal. Satu pun orang di sekitarnya tidak ada yang mengerti. Rasanya Alison ingin marah pada mereka semua karena tidak bisa memahami dirinya.“Lupakan Argan. Biarkan dia bahagia bersama istrinya.”Alison mendelik marah pada Max yang baru bicara itu. Apakah pria itu sengaja berkata seperti itu? Rasanya Alison ingin menyobek mulutnya.“Apakah kamu bisa melepaskan Gina?”Max terlihat bingung. Ia tidak mengerti kenapa Alison tiba-tiba bertanya tentang Gina. Meski begitu, Max tetap menjawab.“Tidak.”“Itulah yang aku rasakan.” Alison bangun dan mematikan ujung rokoknya pada asbak. “Aku tidak bisa melepaskan Argan untuk siapa pun. Karena aku menginginkannya. Sejak awal, dia hanya milikku.”“Jika seperti itu, lalu kenapa kamu memilih melarikan diri dari pernikahanmu?” tanya Max tidak habis pikir. Bukankah semua keadaan kacau ini terjadi karena ulah Alison sendiri? Perempuan itu sangat bodoh.“Aku tidak yakin. Kamu tahu sendiri, kan? Pernikahan
Argan memperhatikan Aliya saat perempuan itu tengah memilih gaun. Berbeda dengan gadis kebanyakan, tidak terlihat raut kesenangan di wajah Aliya. Dia justru terlihat begitu serius memperhatikan detail gaun yang ditawarkan setiap pegawai toko padanya.“Aku tidak mau.” Aliya menolak gaun ketiga yang ditunjukkan padanya. Dia tidak ragu-ragu saat mengatakan itu. “Warnanya aku tidak suka.”“Bagaimana jika yang ini, sayang?” Argan memutuskan untuk ikut membantu. Siapa tahu seleranya bisa disukai istrinya. Kebetulan, mereka memang memiliki banyak kesamaan dalam beberapa hal. “Kamu akan cantik mengenakan ini.”“Itu terlalu terbuka, Argan.” Aliya tidak keberatan mengenakan gaun seperti itu untuk datang ke sebuah acara. Tapi, acara yang hendak mereka datangi saat ini adalah makan malam bersama orang tua Argan. Aliya tentu harus terlihat sopan di hadapan mertuanya. Tidak dengan pakaian semacam itu.“Tidak masalah. Aku suka.”“Aku tidak mau.” Aliya tetap menolak. Dia juga masih memiliki akal untu
Pertemuan yang ia kira akan berlangsung menegangkan ternyata berlangsung cukup menyenangkan. Orang tua Argan menyambut Aliya dengan hangat. Mereka tampaknya sangat menerima Aliya sebagai menantunya. Aliya merasa senang. Tapi, sejak tadi yang tidak senang adalah Argan. Pria itu cemberut karena Aliya yang tidak mau menuruti kemauannya. Padahal tadi Argan sudah memintanya untuk kembali dan membatalkan janji dengan orang tuanya. Sayangnya, Aliya tidak ingin menurut.“Ada apa dengan wajahmu?” tanya Mia. Dia menatap putranya itu dengan curiga. “Apa hubungan kalian baik-baik saja?”“Kami baik-baik saja,” jawab Aliya. Dia menggapai tangan Argan di atas meja, menunjukkan jika hubungan mereka memang tidak memiliki masalah apapun.Argan seketika menoleh ketika merasakan Aliya memegang tangannya. Dia membawa telapak tangan istrinya itu menuju bibirnya, memberi kecupan ringan.“Ini salah Ibu.” Argan mengeluh. Dia menatap Ibunya itu kesal. “Aku tidak ingin membawa istriku malam ini.”“Loh? Kenapa?
Argan kembali ke kamar setelah kepalanya mulai mendingin. Ia berbaring di sisi Aliya yang sudah terlelap. Pria itu memunggungi istrinya, sama seperti yang dilakukan Aliya.Tapi, kala ia hendak tidur, ia merasakan pergerakan di sampingnya sehingga mata Argan kembali terbuka. Seseorang memeluknya dari belakang. Argan terkejut, dia tidak menyangka Aliya akan berani bersikap seperti ini. Padahal biasanya, Argan yang bergerak lebih dulu untuk mendekatinya. Kali ini, perempuan itu menjadi lebih berani.“Maafkan aku.” Suara Aliya terdengar. Dia merasa bersalah karena sudah membuat Argan kecewa. Aliya tidak bisa tidur karena terus terpikirkan pria itu. Akhirnya ia menunggu hingga suaminya itu kembali. Aliya akan mengajaknya bicara supaya masalah mereka bisa terselesaikan.Argan melepas pelukannya, lalu berbalik menatap istrinya.“Apa kamu sudah mengerti?”“Aku mengerti sejak awal. Tapi, kamu harus tahu. Bukan aku tidak mau, aku hanya takut.” Aliya bicara terus terang. Dia tidak ingin membuat
Aliya kembali masuk kuliah seperti biasanya. Awalnya Argan melarangnya, karena berpikir ia belum sembuh benar, tapi Aliya bersikeras ingin masuk. Ia tidak ingin tertinggal pelajaran terlalu banyak. Setelah cukup lama berdebat, pria itu akhirnya mengalah. Dia juga tidak ingin membuat istrinya marah jika Argan memaksanya menuruti perintahnya.“Apa kamu akan baik-baik saja?” Argan bertanya khawatir.“Ayolah, Argan.” Aliya memutar bola matanya malas. Sudah berapa kali pria itu bertanya pertanyaan yang sama? Apakah ia pikir, perempuan yang baru menjalani malam pertama sama seperti ibu yang baru melahirkan?Aliya hanya merasakan sedikit sakit di bagian itu. Itu pun hanya sehari, esoknya rasa sakit yang ia rasakan berangsur membaik. Aliya juga bisa berjalan dengan baik sekarang. Apalagi yang Argan khawatirkan tentangnya?“Apakah kamu akan terus menahan ku supaya tidak masuk?” tanya Aliya. “Jika seperti itu, kelulusanku akan semakin tertunda.”“Sebenarnya, aku tidak masalah jika kamu berhenti
“Katakan padaku apa yang terjadi,” tegas Nial. Dia ingin mendengar sendiri dari Argan alasan mengapa Aliya bisa menggantikan Alison untuk menikah dengan pria itu. Karena Nial tidak bodoh. Dia tahu sesuatu pasti telah terjadi hingga membuat Aliya terpaksa menikah dengan pria itu.“Untuk apa kamu menanyakan ini?” Argan menatapnya sinis. Apa Nial begitu tidak terima karena Aliya menjadi istrinya? Seharusnya pria itu menyerah saja karena sejak menikah dengannya, Aliya sudah resmi menjadi milik Argan, sepenuhnya. “Jangan menanyakan istri orang lain. Kamu hanya membuat masalah untuk dirimu sendiri. Tidakkah kamu memiliki rasa malu?”“Memang apa salahku? Sejak awal, akulah yang lebih dulu mencintai Aliya,” tukas Nial memberikan pembelaan diri. Dia yang berjuang. Argan hanya orang asing yang seenaknya saja masuk di tengah-tengah hubungannya dengan Aliya. Nial yang tengah dalam masa perjuangan tentu saja kalah oleh Argan yang memilih jalan pintas untuk bisa mendapatkan Aliya. Ia bahkan bergera