Saat ini Alison tengah menikmati makan malam dengan Max di rumah mereka. Tidak ada lagi suasana dingin dan menyesakkan. Hari yang mereka lalui menjadi semakin baik. Terlebih, setelah mereka pindah ke rumah ini."Apa kamu dengar? Katanya keluarga Alfred tengah menghukum seseorang." Max memecah suasana hening di meja makan. Sesekali ia memang akan mengajak istrinya bicara di saat makan kala ia mengingat sesuatu yang ingin ia katakan. Dan berita yang ia dengar ini cukup menarik menurutnya."Menghukum seseorang?" Alison mengernyit. Mulutnya masih bergerak karena makanan yang ia kunyah. "Siapa?""Ku dengar itu salah satu teman Aliya.""Rasanya tidak mungkin." Alison mendengus geli. Ia mengenal dengan baik bagaimana sifat Aliya. Dia mana tega membiarkan temannya sendiri dihukum? Terlebih oleh keluarga Alfred."Sungguh. Aku tidak berbohong."Max bahkan langsung memeriksa kebenaran itu. Bukan karena penasaran, tapi ia jelas harus memastikan berita itu sebelum benar-benar menyampaikannya pada
Alison baru akan menjenguk ibunya yang masih berada di rumah sakit. Tapi di salah satu koridor dia bertemu dengan Argan. Pria itu berhenti saat menyadari kehadirannya."Dimana kakakku?" tanya Alison. Dia tidak melihat sosok Aliya di dekat Argan. "Apakah dia tidak ikut?""Tidak. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Argan. Pria itu berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Alison. "Apakah kamu melarikan diri lagi dari suamimu?""Tentu saja tidak," tukas Alison. Dia merenggut. "Max tahu aku datang ke sini. Aku juga sudah meminta ijin padanya.""Itu bagus." Pria itu tampak menganggukkan kepalanya. "Memang sebaiknya kamu meminta ijin pada suamimu saat ingin pergi kemana pun.""Ku dengar kamu memiliki masalah." Karena bertemu Argan, Alison jadi teringat tentang masalah yang dibicarakan Max kemarin. "Apakah terjadi sesuatu pada Aliya?""Apakah kamu peduli?" Argan tersenyum sinis. "Bukankah kamu senang setiap Aliya celaka?""Aku tidak ingin ribut denganmu sekarang," decak Alison. Walau s
Argan tidak tahu bagaimana bisa istrinya berada di sini. Saat Argan keluar, dia bertemu dengan istrinya yang tengah berkacak pinggang dan menatapnya dengan tajam."Jelaskan padaku!" tegas Aliya."Itu ...." Argan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia sedikit tidak mengerti di bagian mana ia harus menjelaskan."Argan!" pekik Aliya. Dia tidak mau menunggu terlalu lama untuk mendengarkan pria itu bicara. "Cepat jelaskan apa yang kamu lakukan pada Alison! Aku melihatnya menangis tadi.""Ini tidak seperti yang kamu pikir, sayang." Argan menjelaskan dengan hati-hati. "Sebenarnya, tapi kami hanya membicarakan tentang masa lalu. Alison meminta maaf padaku. Karena dia menangis, aku tidak tega dan segera memeluknya. Jangan cemburu.""Aku tidak cemburu!" tukas Aliya menyangkal."Oke. Oke. Aku akan memeluknya lebih sering."Aliya seketika melotot padanya. Argan meringis kecil."Aku bercanda, sayang."Apakah ini saat yang tepat untuk itu? Aliya melengos malas. Meski Alison adalah adikn
“Alison!”“Alison!”Tidur Aliya jadi terganggu akibat teriakan-teriakan yang terdengar dari luar. Saat ia mencabut earphone di telinganya, suara kegaduhan itu semakin jelas terdengar.“ALISON!”Aliya membangun tubuhnya dan mendengus. Apalagi yang dilakukan kembarannya itu? Tidak bisakah ia memberikan waktu yang tenang bagi Aliya untuk beristirahat? Dia selalu saja menimbulkan masalah yang membuat seisi rumah menjadi seperti ini.Dengan berat hati, Aliya berjalan keluar dari kamarnya. Dia melihat seluruh penghuni rumah dihiasi raut wajah khawatir. Bahkan beberapa dari mereka terlihat begitu pucat seperti menghadapi kematian.Apa yang terjadi?Aliya melanjutkan langkahnya untuk mencari keberadaan orang tuanya. Tepat di ruang tamu, ia melihat Ibunya duduk di sofa, tengah menangis tersedu-sedu. Sementara Ayahnya berdiri di sisinya berusaha menenangkan.“Jika seperti ini, bagaimana kelanjutannya?”Aliya mendengar suara yang asing. Ternyata di sana orang tuanya bersama orang lain. Mereka ti
“Aku tidak mau!”Ini masih pagi, bahkan langit belum terang sama sekali. Jam masih menunjukkan pukul 04, dimana para ayam pun masih tertidur pulas sebelum sinar matahari menerpa bumi dan memberi isyarat pada mereka untuk berkokok.Aliya dipaksa untuk bangun dan merias diri untuk bersiap di hari ini sebagai pengantin dadakan.Sialan! Ini bukan yang dia harapkan. Bukan Aliya yang ingin menikah. Kenapa justru ia yang jadi pengantin?!“Aliya, tenanglah sedikit. Ibu berjanji akan memberimu hadiah besar jika kamu menurut untuk melakukan permintaan ini,” ucap Kirana, Ibunya.Aliya duduk dengan wajah cemberut. Dia tidak tega menolak, tapi Aliya juga tidak bisa benar-benar ikhlas melakukan ini semua.Aliya tidak pernah memiliki pikiran untuk menikah di usianya saat ini. Dia masih senang bermain bersama teman-temannya. Jika ia sudah memiliki suami, Aliya pasti tidak akan sebebas dulu lagi.“Kenapa harus aku, Bu?” tanya Aliya memprotes. Padahal mereka masih bisa berusaha mencari Alison, dengan m
Aliya mendengar apa yang Ibu dan Ayahnya katakan di depan pintu. Dia merasa ikut sedih mendengar tangis Ibunya yang kecewa pada sikap Alison. Kembarannya itu seperti tidak peduli pada kesulitan yang dihadapi mereka. Dia dengan tidak tahu dirinya malah pergi dan membiarkan mereka semua menanggung akibat dari perbuatannya.Aliya menghela napas. Sejujurnya dia sangat ingin pergi dan melarikan diri juga. Tapi Aliya masih memikirkan orang tuanya. Jika ia pergi, bagaimana dengan mereka? Orang tuanya pasti akan mengalami masalah yang lebih besar jika Aliya juga melakukan hal yang sama dengan Alison.Tapi, Aliya tidak yakin untuk menghadapi semua ini. Jika ia harus menikah secepat ini dengan pria yang bahkan tidak ia kenal, akan seperti apa kehidupannya nanti?Aliya mungkin harus bicara dengan pria itu setelah resepsi selesai. Mungkin ia bisa bernegosiasi tentang perceraian setelah pernikahan berlangsung.“Aliya, bagaimana? Apa kamu sudah siap?”Aliya menoleh ke arah pintu ketika mendengar su
Argan sudah merasa sangat kesal, meski pernikahan belum dimulai. Tentu saja alasannya adalah karena ini bukan lah pernikahan yang ia inginkan. Jika saja yang menjadi pengantinnya adalah kekasihnya, Alison, Argan tidak akan sekesal ini. Dia mungkin akan jadi pria yang paling bahagia.Tapi, saat ini jangankan untuk bersikap tenang, untuk melengkungkan senyum palsu saja Argan kesulitan. Rasanya dia ingin melarikan diri seperti apa yang Alison lakukan. Tapi, jika ia melakukan itu, maka keluarganya yang akan terkena masalah. Saat ini pernikahan terpaksa dilanjutkan untuk menyelamatkan nama baik keluarga. Jika Argan membatalkan semuanya, maka keluarganya yang akan menanggung malu.Orang tua Argan mungkin tidak akan bisa memaafkannya jika ia melakukan kesalahan sebesar itu.Argan menghela napas kasar. Saat ini, ia terjebak dalam situasi yang tidak terduga.Argan juga tidak mengerti, kenapa Alison sampai tega meninggalkannya seperti ini. Jika ia menolak lamarannya, itu akan lebih baik. Argan
Argan tertegun ketika menyadari siapa perempuan di depannya ini. Tapi, ia tidak semudah itu percaya. Bagaimana pun juga, perempuan itu sangat berbeda dengan perempuan yang hari kemarin ia lihat.Dengan kedua tangannya, ia mendorong pundak Aliya hingga jarak mereka menjauh.“Tidak mungkin,” tukas Argan, tidak percaya. “Kamu tidak mungkin wanita itu.”“Kenapa tidak?” balas Aliya, mengangkat dagunya menantang. Ia sendiri tidak tahu mengapa Argan bisa sampai tidak mengenalinya. Padahal, Aliya hanya merias sedikit wajahnya, karena hari ini adalah hari pernikahan mereka. “Apa aku terlihat sangat berbeda hingga kamu tidak mengenalku?”“Kamu tidak mungkin dia,” kekeh Argan. Dia berusaha menampik, walau rasanya semakin jelas terlihat jika dia memang Aliya, calon istrinya.Argan menggigit bibir bawahnya. Dia merasa tidak tenang sekarang. Mengapa perempuan yang sempat ia pandang rendah justru terlihat mengagumkan saat ini? Argan tidak bisa berbohong, ia memang terpesona dengan Aliya saat ini. Pe