Aliya terpaksa menikah dengan calon iparnya, karena Alison yang melarikan diri sehari sebelum pernikahan berlangsung. Akan tetapi, setelah semua itu Alison justru kembali dengan rasa tidak terima. Dia melakukan segala cara untuk membuat Aliya dan Argan berpisah. Sedangkan Argan yang sudah kecewa dengan Alison menolak untuk kembali padanya, dan melepaskan Aliya sebagai istrinya. Akankah Argan dan Aliya mampu untuk terus bertahan?
Lihat lebih banyak“Alison!”
“Alison!”Tidur Aliya jadi terganggu akibat teriakan-teriakan yang terdengar dari luar. Saat ia mencabut earphone di telinganya, suara kegaduhan itu semakin jelas terdengar.“ALISON!”Aliya membangun tubuhnya dan mendengus. Apalagi yang dilakukan kembarannya itu? Tidak bisakah ia memberikan waktu yang tenang bagi Aliya untuk beristirahat? Dia selalu saja menimbulkan masalah yang membuat seisi rumah menjadi seperti ini.Dengan berat hati, Aliya berjalan keluar dari kamarnya. Dia melihat seluruh penghuni rumah dihiasi raut wajah khawatir. Bahkan beberapa dari mereka terlihat begitu pucat seperti menghadapi kematian.Apa yang terjadi?Aliya melanjutkan langkahnya untuk mencari keberadaan orang tuanya. Tepat di ruang tamu, ia melihat Ibunya duduk di sofa, tengah menangis tersedu-sedu. Sementara Ayahnya berdiri di sisinya berusaha menenangkan.“Jika seperti ini, bagaimana kelanjutannya?”Aliya mendengar suara yang asing. Ternyata di sana orang tuanya bersama orang lain. Mereka tidak hanya berdua.Tapi, siapa orang yang berani berkata dengan nada seperti itu pada Ibunya? Aliya merasa kesal.“Kami akan usahakan,” ucap Addyson, Ayah Aliya.“Usahakan? Apa lagi yang mau kalian usahakan? Sudah jelas-jelas anak itu lari dari pernikahannya sendiri!” cecar wanita itu.Aliya yang mendengar itu, termenung. Ia mencoba mencerna apa yang ia dengar. Jika ini tentang pernikahan, bisa diduga, wanita yang dimaksud adalah Alison.Jadi, apa kembarannya kini membuat masalah dengan lari dari pernikahannya yang esok akan diadakan?Aliya membuang nafas kasar.Kini masalah yang ia buat benar-benar luar biasa.Dia bahkan bisa membuat orang tua mereka terkena serangan jantung.“Kami tidak mau menanggung malu, Addy. Jika acara ini dibatalkan, mau ditaruh di mana wajah kami?” Kini Ayah dari calon suami Alison juga ikut bicara. Dia terlihat marah dan kecewa. Tapi, sepertinya dia sadar jika ini bukan kehendak dua orang di depannya ini.Jika Aliya tidak salah mengingat, pria itu bernama om Rendra. Dan istrinya bernama Mia. Lalu … putra mereka yang akan menikah dengan Alison, bernama-“Argan!”Ah! Ya, itu namanya.Eh? Siapa tadi yang bicara itu?Aliya mengintip ke ruang tamu dan melihat seorang pria yang berdiri di ambang pintu masuk. Pria itu terlihat kacau. Ekspresi wajahnya begitu kusut. Mungkin dia perlu disetrika lebih dulu supaya wajahnya bisa kembali licin.“Cepat kamu juga bicara. Jangan hanya diam saja!” cecar Mia. Dia tampaknya tidak suka dengan keterdiaman putranya.Dalam hati, Aliya setuju dengan Ibu Argan ini. Seharusnya, pria itu bisa meluapkan amarahnya di sini, mengaum seperti singa, karena mempelai wanitanya yang kabur sebelum mereka melakukan ijab kabul. Ayo mengamuk!“Ibu saja,” jawab Argan tidak terlihat peduli.Huu! Tidak seru!Dia mungkin merasa terpukul dengan kejadian ini. Tapi, Aliya pikir, pria itu terlalu lemah hingga bisa begitu terpuruk hanya karena ditinggal seorang wanita. Dia terlihat menyedihkan.“Aliya?”“Eh?”Aliya mengerjap kaget.Saat Rendra memanggil namanya, seketika semua mata di sana memandang ke arahnya.Bibir Aliya mengukir senyuman kaku. Apa bisa mereka tidak melihatnya dengan tatapan seperti itu? Jujur saja, Aliya merasa sedikit takut. “Apa aku mengganggu?”Aliya pikir, keberadaannya tidak terendus oleh mereka. Mungkin karena ia terlalu menikmati menonton drama mereka, ia sampai tidak sadar jika posisinya sudah cukup jelas terlihat.“Tidak, kamu-““Benar!”Ucapan Rendra terpotong oleh seruan Mia yang terdengar sangat bersemangat. Wanita itu bahkan berdiri dengan senyum semringah, sangat berbeda dengan dia beberapa detik yang lalu.“Dia!” Mia menunjuk Aliya, dan berkata, “Nikahkan dia dengan putraku.”“Apa?!” Kali ini, reaksi yang ditunjukkan Aliya dan Argan sama. Mereka sama-sama berteriak tidak percaya. Mereka bahkan sempat saling melempar pandangan bingung, sama tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi saat ini.“Ibu, tolong jangan bercanda!” ucap Argan. Dia tidak mungkin menikah dengan sembarangan perempuan. Ia memutuskan menikah pun karena ia dan Alison sudah berhubungan selama dua tahun. Meski Argan sendiri tidak menyangka jika Alison akan meninggalkannya tepat saat mereka akan menikah keesokan harinya.Tapi, menggantikan calon istrinya dengan perempuan lain terdengar lebih gila. Argan tidak mengerti dengan jalan pikiran Ibunya itu.“Siapa yang bercanda?” tukas Mia. “Ini lebih baik daripada membatalkan pernikahanmu itu. Kita akan malu jika acara ini dibatalkan.” “Tapi, kenapa harus mengganti mempelai wanitanya?” Argan mengacak rambutnya kasar. Demi Tuhan, bukan ini yang ia inginkan.“Lalu, kamu mau Ibu bagaimana, Argan? Sudah jelas-jelas calon istri kamu itu kabur. Apa kamu tidak kasihan dengan Ibu? Bagaimana dengan kehormatan keluarga kita? Kita harus menanggung malu atas sikap kekanak-kanakan perempuan pilihan kamu itu!” Ibu Argan mengomel.Argan memalingkan wajahnya, merasa tidak bisa membalas. Tapi dia juga kecewa dengan keputusan Ibunya. Argan memilih diam setelah itu, karena ia juga tidak memiliki jalan keluar dari masalah ini.Tapi, apakah ia harus benar-benar menikahi perempuan itu?Argan melirik Aliya yang berdiri menonton orang tua mereka berdebat. Dia terlihat menikmati drama di depannya seperti tengah menonton sinetron di televisi.Argan berdecak. Perempuan seperti inikah yang akan menjadi istrinya? Padahal Argan selalu memimpikan akan memiliki istri yang cantik dan anggun seperti Alison. Tapi, jika Alison tidak kembali juga saat pernikahan mereka, maka terpaksa Argan menikah dengan Aliya.“Bagaimana, Aliya?”Mereka semua menunggu jawaban Aliya, begitu juga Argan.“Aku tidak mau.”Rendra nyaris tersedak mendengar penolakan mentah-mentah dari Aliya. Ekspresi wajahnya saat mengatakan itu bahkan terlihat sangat datar. Dia tampaknya tidak menyukai Argan.Argan yang menyadari itu merasa tersinggung.Memang dia pikir Argan juga mau menikah dengannya? Bahkan jika diberi pilihan, Argan lebih memilih untuk mencari calon istri lain.“Kenapa, Nak?” tanya Mia. Dia bicara dengan nada lembut. Sangat berbeda dengan ia saat bicara dengan Ibunya sebelumnya. Dia sepertinya ingin membujuk Aliya supaya menerima tawarannya.Tapi, apakah semudah itu Aliya dibujuk?“Jangan terlalu cepat menjawab. Kamu juga pasti akan bahagia saat menikah dengan Argan.”“Pria itu bukan tipeku,” ucap Aliya mengibaskan tangannya. Ia memasang ekspresi malas ketika melirik Argan yang sok kegantengan itu.Meski memang dia memiliki wajah di atas rata-rata, saat dia bersikap arogan, nilainya di mata Aliya seketika jadi minus.Argan yang mendengar itu mendelik tidak terima.“Aku juga tidak menyukaimu. Kamu pikir, kamu cantik?”“Ya,” balas Aliya santai. Dia memainkan helaian rambutnya. ”Aku selalu mensyukuri apa yang Tuhan berikan untukku.”Argan hendak membalas, tapi seketika ia mengatupkan mulutnya kembali. Perempuan itu membuat Argan tidak bisa membalas, karena jika ia menghinanya, sama saja ia menghina ciptaan Tuhan.Sial! Perempuan itu sungguh menyebalkan.“Ngomong-ngomong, Tante. Apa tante yakin akan ada yang mau dengan anak tante ini?”“Kenapa, Nak?” Mia terlihat bingung. “Apa Argan kurang menarik?”“Tidak. Aku pikir, dia seperti penderita impoten.”Raut wajah Argan seketika memerah. Semua orang menatap ke arahnya dengan tatapan menilai. Harga diri Argan tersentil akibat perkataan perempuan itu.Ia bangun dan berteriak, “KITA AKAN MENIKAH BESOK, DAN AKAN KU BUKTIKAN BAHWA PERKATAANMU SALAH BESAR!”Dia pergi dengan marah.Aliya mengangkat sebelah alisnya heran, “Apa aku salah bicara? Aku kan hanya mengatakan apa yang aku pikirkan.” Dia mengedikkan bahunya acuh. Dia tidak peduli meski Argan tersinggung dengan ucapannya.****Argan tidak tahu bagaimana bisa istrinya berada di sini. Saat Argan keluar, dia bertemu dengan istrinya yang tengah berkacak pinggang dan menatapnya dengan tajam."Jelaskan padaku!" tegas Aliya."Itu ...." Argan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia sedikit tidak mengerti di bagian mana ia harus menjelaskan."Argan!" pekik Aliya. Dia tidak mau menunggu terlalu lama untuk mendengarkan pria itu bicara. "Cepat jelaskan apa yang kamu lakukan pada Alison! Aku melihatnya menangis tadi.""Ini tidak seperti yang kamu pikir, sayang." Argan menjelaskan dengan hati-hati. "Sebenarnya, tapi kami hanya membicarakan tentang masa lalu. Alison meminta maaf padaku. Karena dia menangis, aku tidak tega dan segera memeluknya. Jangan cemburu.""Aku tidak cemburu!" tukas Aliya menyangkal."Oke. Oke. Aku akan memeluknya lebih sering."Aliya seketika melotot padanya. Argan meringis kecil."Aku bercanda, sayang."Apakah ini saat yang tepat untuk itu? Aliya melengos malas. Meski Alison adalah adikn
Alison baru akan menjenguk ibunya yang masih berada di rumah sakit. Tapi di salah satu koridor dia bertemu dengan Argan. Pria itu berhenti saat menyadari kehadirannya."Dimana kakakku?" tanya Alison. Dia tidak melihat sosok Aliya di dekat Argan. "Apakah dia tidak ikut?""Tidak. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Argan. Pria itu berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Alison. "Apakah kamu melarikan diri lagi dari suamimu?""Tentu saja tidak," tukas Alison. Dia merenggut. "Max tahu aku datang ke sini. Aku juga sudah meminta ijin padanya.""Itu bagus." Pria itu tampak menganggukkan kepalanya. "Memang sebaiknya kamu meminta ijin pada suamimu saat ingin pergi kemana pun.""Ku dengar kamu memiliki masalah." Karena bertemu Argan, Alison jadi teringat tentang masalah yang dibicarakan Max kemarin. "Apakah terjadi sesuatu pada Aliya?""Apakah kamu peduli?" Argan tersenyum sinis. "Bukankah kamu senang setiap Aliya celaka?""Aku tidak ingin ribut denganmu sekarang," decak Alison. Walau s
Saat ini Alison tengah menikmati makan malam dengan Max di rumah mereka. Tidak ada lagi suasana dingin dan menyesakkan. Hari yang mereka lalui menjadi semakin baik. Terlebih, setelah mereka pindah ke rumah ini."Apa kamu dengar? Katanya keluarga Alfred tengah menghukum seseorang." Max memecah suasana hening di meja makan. Sesekali ia memang akan mengajak istrinya bicara di saat makan kala ia mengingat sesuatu yang ingin ia katakan. Dan berita yang ia dengar ini cukup menarik menurutnya."Menghukum seseorang?" Alison mengernyit. Mulutnya masih bergerak karena makanan yang ia kunyah. "Siapa?""Ku dengar itu salah satu teman Aliya.""Rasanya tidak mungkin." Alison mendengus geli. Ia mengenal dengan baik bagaimana sifat Aliya. Dia mana tega membiarkan temannya sendiri dihukum? Terlebih oleh keluarga Alfred."Sungguh. Aku tidak berbohong."Max bahkan langsung memeriksa kebenaran itu. Bukan karena penasaran, tapi ia jelas harus memastikan berita itu sebelum benar-benar menyampaikannya pada
Sejak tadi Aliya menunggu dengan gelisah. Ia khawatir jika kejadian ini akan menjadi masalah besar. Bagaimana jika polisi menangkap suaminya? Aliya tidak ingin itu terjadi. Apalagi saat ini Aliya sedang dalam keadaan hamil. Ia ingin suaminya ada menemani selama anak ini tumbuh dalam perutnya. Aliya ingin suaminya ada saat anak ini lahir ke dunia."Tenanglah, sayang." Mia sudah mengingatkan beberapa kali pada menantunya itu untuk tidak cemas, tapi Aliya tetap saja khawatir. Dia berjalan bolak balik di dekat sofa, menggigit ujung kukunya dengan gelisah. "Percaya pada ibu. Argan akan bisa menangani masalah ini. Bahkan ayah mertuamu juga ada di sana, kan? Semua akan baik-baik saja.""Aku tidak bisa berhenti cemas, Ibu. Sebelum aku tahu jika suamiku memang tidak kenapa-napa," ucap Aliya."Masalah seperti ini biasa terjadi." Mia meminum tehnya dengan santai. Dia tidak terlihat cemas sedikit pun. Berbeda sekali dengan Aliya. "Kamu tahu sendiri kan bagaimana keluarga kami? Kami tidak akan mem
"Bu, Aliya mana?"Mia menoleh kala mendengar suara putranya bertanya. Tampak Argan yang berdiri di depannya dengan wajah mengantuk. Sepertinya dia baru bangun tidur."Tadi dia meminta ijin untuk keluar sebentar. Katanya ada yang harus ia beli di supermarket."Kedua mata Argan terbuka sempurna. Rasa kantuk sebelumnya kini seolah lenyap seketika."Kenapa Ibu mengijinkannya?!" tanya Argan kesal. "Apa Ibu lupa jika Aliya sedang hamil?""Dia hanya ke supermarket yang ada di seberang jalan. Kenapa kamu begitu khawatir?" balas Mia mengernyit heran.Argan berdecak. Ibunya sama sekali tidak mengerti. Argan kembali ke kamarnya hanya untuk membasuh muka dan menggosok gigi dengan cepat. Dia mengganti pakaian dan bergegas pergi setelah selesai."Argan, kamu mau kemana?" tanya Mia kala melihat putranya itu melintas."Mencari istriku.""Anak itu." Mia menggelengkan kepalanya. "Padahal Aliya hanya ke supermarket. Kenapa dia khawatir begitu?"Argan bergegas ke supermarket yang dimaksud ibunya. Dia mas
Alison benci saat air mata di wajahnya tidak mau berhenti. Padahal ia bukan perempuan cengeng sejak dulu. Dia bisa mencaci siapa saja yang sudah membuatnya marah atau menyakitinya. Tapi yang Alison lakukan justru pergi dan bersembunyi hanya untuk menangis di kamarnya sendirian."Semua pria sama saja," rutuknya. Air matanya masih saja tidak mau berhenti. Sebanyak apapun Alison menghapusnya, ia tetap mengalir dengan deras. "Max sialan! Seharusnya aku tahu dia brengsek sejak dulu. Bodohnya aku sempat tertipu dengan semua kata-katanya. Pembohong!"Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Di sana Max berdiri dengan keadaan berantakan. Napasnya terengah-engah. Dia menjatuhkan bunga yang dipegangnya. Lalu berjalan ke arah Alison yang duduk di samping ranjang sembari memeluk lututnya.Saat Max semakin mendekat, Alison memalingkan wajah ke arah lain. Dia enggan melihat pria itu."Aku datang ke kampusmu untuk menjemputmu. Kenapa kamu pergi lebih dulu?" tanya Max."Aku tidak tahu." Alison menjawab dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen