Share

Bab 3 Kejujuran Khansa

“Pras, Khansa menyetujui keinginanmu, Bagaimana? Aku balas apa pesannya?”

Seringai Pras terlihat jelas saat Rama mengabarkan Khansa mengirim pesan. Dia menuliskan jika menerima permintaannya kemarin dan akan memenuhinya. Sepertinya dua kontrak saja cukup membuat dia menyerah.

“Atur pertemuan dengannya. Urus semua surat-surat yang dibutuhkannya. Aku akan melamarnya saat Yasmine menikah dengan Brian. Itu saat yang paling tepat,” selorohnya memerintah Rama untuk menyiapkan semua keperluan pernikahannya.

Dikirimkan pesan pada Khansa untuk menemuinya di restoran cepat saji dekat kantor. Khansa menyetujuinya, dan mengatakan jika dia dalam perjalanan ke sana. Pras meminta Rama yang menemuinya, menyampaikan apa yang harus dilakukan Khansa, dia sendiri akan memantaunya dari kejauhan.

Rama tak bisa menolak, apalagi Pras sudah memberikan semua yang dibutuhkannya. Selain sebagai asistennya Rama juga dipercaya untuk menjalankan salah satu bisnis yang dimiliki Pras. Apalagi Rama juga ingin menjadi bagian dari keluarga besar Narendra.

Sesampainya di restoran, Khasna bertanya pada petugas pemesanan meja. Seorang petugas mengantarkan ke meja yang sudah dipesan Pras. Khansa terkejut melihat yang didatanginya bukan Om Pras.

“Khansa bukan?” tanya Rama sambil mempersilakannya untuk duduk.

Dia hanya berdiri mematung, menimbang apakah akan duduk di hadapannya atau memilih untuk beranjak meninggalkannya. Rama menatapnya heran, mengapa masih ragu jika tadi dia sendiri yang mengirimkan pesan.

“Kenapa ragu? Aku Rama, asisten Pak Pras,” ucapnya mengenalkan diri.

Khansa menarik napas dalam, diputuskan untuk duduk di hadapan Pak Rama. Om Pras memang mengatakan jika asistennya yang akan mengatur semuanya. Setelah dirasakan napasnya kembali normal, Khansa mulai berbicara.

“Pak Rama, aku menyetujui keinginan Om Pras. Hanya saja aku tidak tahu harus mempersiapkan apa dan bagaimana. Bisakah diberitahukan apa yang harus kusiapkan?” tanyanya sambil menunduk.

Rama menatap lekat gadis dengan rok abu-abu di hadapannya. Kemeja putihnya sudah berganti dengan kaos yang pas dengan tubuhnya, terlihat cantik walau tanpa riasan. Dia tersenyum, ternyata Pras sangat pandai memilih, apalagi usianya baru beranjak tujuh belas tahun.

“Tidak perlu khawatir, aku yang ditugaskan Pak Pras untuk mempersiapkan semuanya. Kamu persiapkan diri saja, ujian sebentar lagi bukan?”

Khansa mengangguk, dalam hatinya banyak yang ingin ditanyakan, tapi bukan pada Pak Rama. Dia ingin menanyakan langsung pada Om Pras. Ada beberapa hal yang ingin disampaikannya walaupun dia setuju menikah dengannya.

“Pak Rama… apakah aku bisa bertemu dengan Om Pras?”

“Om Pras?... Oh Pak Pras. Nanti akan kusampaikan padanya. Jika nanti dia tidak sibuk pasti akan menyediakan waktunya. Saat ini Pak Pras masih banyak kontrak yang diurusnya,” jelas Rama sambil tersenyum dalam hati.

'Om Pras?' sejak kapan bosnya menjadi om-om? Tanya Rama dalam hati.

“Pak Pras akan melamar saat kakakmu Yasmine menikah, jadi bersiaplah. Sampaikan pada kedua orang tuamu. Jika ada yang ingin ditanyakan bisa menghubungiku,” ucap Pak Rama jelas.

Seorang pelayan datang membawa minuman, jus alpukat tanpa susu diletakkan di hadapan Khansa. Sedikit terkejut dipegangnya gelas dan menatap bertanya pada Pak Rama. Dari mana dia tahu minuman kesukaannya?

“Minumlah, kami sudah pesankan tadi. Semoga sesuai dengan kesukaanmu,” ucapnya sambil mempersilakan Khansa untuk meminumnya.

“Dari mana Pak Rama tahu minuman yang aku suka?” tanyanya balik pada Pak Rama.

Ooh ternyata Pras juga sudah mengetahui Khansa lebih dari yang dikiranya. Minuman kesukaannya pun dia tahu. Ada apa sebenarnya? Awas ya Pras aku akan cari tahu, ancamnya dalam hati.

Setelah menghabiskan minumannya Khansa pamit dan mengucapkan terima kasih. Hari ini juga dia akan menyampaikan pada kedua orang tuanya terkait keputusan yang sudah diambilnya dan pesan yang harus disampaikan untuk mereka.

***

Setelah makan malam tadi Khansa pamit ingin tidur lebih cepat. Perbincangannya dengan Pak Rama membuatnya berpikir keras. Awalnya Khansa berniat membaca buku yang akan dipelajari besok, tapi dia tak bisa fokus pada tulisan yang ada di sana. Setiap perkataan Om Pras bergantian dengan ucapan Pak Rama memutari pikirannya.

Digulingkan badannya di atas kasur, dari sisi yang satu ke sisi lainnya. Mencoba mempertimbangkan apa yang akan disampaikan pada mama dan papanya. Khansa takut jika papanya akan meminta lebih dari yang bisa diberikan Khansa sebagai balas budinya selama ini.

Khansa memutuskan untuk keluar dari kamarnya, berjalan pelan menuju ruang keluarga. Saat menuruni tangga, masih terdengar sayup-sayup percakapan mereka di sana. Hingga dia berdiri di akhir tangga dengan kebimbangan. Menarik napas panjang dan melanjutkan kembali langkahnya setelah yakin keputusannya sudah tepat.

"Khansa sudah menemui Om Pras dan bersedia memenuhi keinginannya!" ucap Khansa pelan, membuat perhatian seluruh orang tertuju padanya.

"Khansa! Mama tidak setuju! Kamu tidak perlu menanggung semua ini, Sayang."

Khansa tersenyum. Dia tahu, kalau perdebatan antara mama, Kak Yasmine dan papanya masih terjadi, bahkan hingga tadi.

"Khansa sudah memutuskannya, Ma. Mama tidak perlu khawatir. Khansa akan baik-baik saja.”

"Tapi sayang, Pras itu tidak pantas menjadi suamimu. Usia kalian sangat jauh berbeda."

“Ma, Khansa hanya butuh doa mama agar Khansa bahagia. Mama mau kan?" pintanya sambil memeluk mama erat. “Lagi pula, Khansa juga mau jadi berguna untuk keluarga ini, Ma.”

Kalimat terakhir Khansa terasa tercekat di tenggorokan. Meski dia sudah tahu fakta dirinya di sini, tetapi tetap saja sakit ketika dia mengucapkannya secara langsung.

Keheningan ruang keluarga membuat hembusan napas lega dari papanya terdengar kontras. Kini papanya tak akan marah-marah lagi karena semua sudah ada solusinya.

“Bagus. Memang sudah seharusnya dia menyetujui pernikahan itu," gumam papa yang masih mereka dengar.

"Papa;" sergah mama cepat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status