Dua minggu kemudian setelah pulang dari desa Bergdorf. Meix kembali pada kesibukannya di gedung Dalton Corp. Ia memeriksa beberapa file proyek di mejanya dengan serius.
"Tuan... Ini laporan kerja sama yang Anda minta." Jack memberikan sebuah dokumen pada Meix.
Meix menerimanya, menilik dokumen itu sebentar, lalu menutupnya kembali setelah teringat sesuatu. "Bagaimana hasil penyelidikan Nyonya Anastasia, Jack?"
Jack kembali memberikan sebuah dokumen pada Meix. "Ini adalah hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Dari data ini, Nyonya Anastasia memang dinyatakan meninggal karena overdosis obat penenang. Tapi..."
Jack menghentikan bicaranya, mengambil napas berat. Ia tahu, Meix tak sabar menunggu, dan sorot matanya yang tajam sudah cukup menjadi peringatan.
"Tapi apa, Jack?" tanya Meix, alisnya sedikit terangkat.
"Ada kejanggalan dalam surat ini," lanjut Jack. Ia menunjukkan sebuah tanggal yang ada dalam surat kematian dan hasil pemeriksaan tersebut
Meix melepas pelukannya, menangkup kedua pipi Elena. Tatapannya lembut, hangat, seolah setiap detiknya ingin menyelimuti Elena dari dinginnya dunia."Apa selama ini aku selalu jahat padamu?" bisik Meix.Elena terdiam. Namun ingatannya melaju kencang di momen mereka masih di desa Bergdorf dua Minggu yang lalu.Saat itu, wajah Elena masih terlihat murung saat mengemasi barang-barangnya untuk kembali ke Bellavia."Nona... Biar saya yang membereskan barang-barangnya. Tuan Meix sudah menunggu Anda di mobil," ucap Jack, mengambil alih koper—membantu Elena mengemasi barang-barangnya.Elena merebut kembali kopernya dari tangan Jack, bibirnya mengerucut tipis. "Tidak, Jack. Aku akan pulang bersama tim saja," tolaknya, kembali memasukkan barang-barangnya perlahan ke dalam koper.Jack duduk bersimpuh di depan Elena, ikut mengemasi barang-barangnya meski ditolak. "Apa Anda percaya Tuan Meix sejahat itu?" tanyanya tiba-tiba.Gerakan tangan E
Dua hari kemudian, di hari ulang tahun Meix. Elena keluar dari mobil dan berjalan dengan tenang di belakang Meix. Ia menyapu segala area di gedung Dalton Corp, tak ada satu hal pun yang membuat pandangannya teralih."Jack... Bukankah hari ini ulang tahun Meix? Kenapa kantor sangat sepi?" bisiknya pada Jack yang berjalan di sampingnya.Jack hanya tersenyum tipis, menatap Elena sebentar, lalu kembali fokus ke depan. "Memang selalu seperti itu, Nona."Elena mencibir, sorot matanya tajam menatap punggung Meix yang berjalan tegap di hadapannya. "Pasti karena dia bos yang arogan, kan? Makanya tak ada satu pun yang peduli."Jack terkekeh kecil. "Apa... Anda juga berpikir Tuan Meix begitu?"Elena meruncingkan bibirnya, sesekali melirik Meix dengan tatapan terpesona, lalu kembali lagi melihat Jack. "Tidak juga. Dia... Bos yang manis..." ucapnya mengejutkan.Jack terbahak mendengar itu, membuat Meix menghentikan langkahnya—menoleh pada mereka be
Dua minggu kemudian setelah pulang dari desa Bergdorf. Meix kembali pada kesibukannya di gedung Dalton Corp. Ia memeriksa beberapa file proyek di mejanya dengan serius."Tuan... Ini laporan kerja sama yang Anda minta." Jack memberikan sebuah dokumen pada Meix.Meix menerimanya, menilik dokumen itu sebentar, lalu menutupnya kembali setelah teringat sesuatu. "Bagaimana hasil penyelidikan Nyonya Anastasia, Jack?"Jack kembali memberikan sebuah dokumen pada Meix. "Ini adalah hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Dari data ini, Nyonya Anastasia memang dinyatakan meninggal karena overdosis obat penenang. Tapi..."Jack menghentikan bicaranya, mengambil napas berat. Ia tahu, Meix tak sabar menunggu, dan sorot matanya yang tajam sudah cukup menjadi peringatan."Tapi apa, Jack?" tanya Meix, alisnya sedikit terangkat."Ada kejanggalan dalam surat ini," lanjut Jack. Ia menunjukkan sebuah tanggal yang ada dalam surat kematian dan hasil pemeriksaan tersebut
Lucien menggenggam tangan Meix, berusaha melepas cengkramannya. "Apa maumu, Meix?!"Meix mendorong tubuh Lucien lebih kasar, mengunci pria itu pada dinding kayu hingga tak bisa berkutik. "Katakan! Siapa yang membunuh Nyonya Anastasia?""Dia bunuh diri, Meix!" sangkal Lucien, sembari mengerang."Kau masih saja tak mau berkata jujur?!" Meix semakin gelap mata. Ia mencekik leher Lucien. Urat-urat di lehernya menegang, wajahnya memerah sampai telinga, seolah darahnya mendidih.Lucien meronta, berusaha melepas cekikan Meix, namun sia-sia. Pria itu terlalu marah, hingga tak bisa menggunakan akal sehatnya.Beruntung, Jack segera menghampiri dan melerai tuannya. Ia memegang lengan Meix dengan lembut, berusaha meredam emosinya. "Tuan tenanglah. Jika dia mati, itu akan mempersulit Anda."Meix perlahan mengendurkan cekikannya. Urat di lehernya tak lagi menonjol, warna merah di wajahnya perlahan memudar. Ia menghempas tubuh Lucien hingga terjatuh di lan
Lucien seketika bangkit dari kursinya, gusar. "Kau jangan mengada-ada, Meix. Nyonya Anastasia meninggal karena overdosis obat penenang," sangkalanya, suaranya sedikit meninggi.Meix mengangguk tenang. Senyum dinginnya terukir, meluluhkan keberanian Lucien. "Ah... Benarkah? Kalau begitu, kenapa kau terlihat gusar?" Bibirnya terangkat sebelah, seperti ada kata-kata yang sengaja disimpan hanya untuk membuat Lucien merasa kecil. "Santailah... Aku hanya sedikit ingin tahu cerita Elena. Bukankah... Kau adalah kakaknya?"Napas Lucien memburu, dada naik-turun cepat. Tangannya mengepal erat, tapi jemarinya bergetar halus, seolah kekuatan dan ketakutan berebut kendali di dalam dirinya.Melihat ekspresi Lucien, Meix menyeringai penuh kemenangan. Ia menuang alkohol ke gelas Lucien, lalu berdiri berhadapan dengannya. "Minumlah!" ucapnya, sorot matanya dingin penuh tantangan.Ia memberikan gelas itu pada Lucien, lalu menawarkan tos. "Cers... Ini untuk per
Lucien menundukkan wajahnya. Rahangnya mengeras, matanya memancarkan kilatan marah yang tertahan. Tangannya mengepal erat di sisi tubuh."Elena... Aku tunggu di rumah," pamitnya, lalu pergi meninggalkan Meix yang masih sibuk mencumbu Elena dengan paksaan.Elena meronta, berusaha melepas diri dari ciuman brutal Meix hingga ia menggigit bibir suaminya itu dengan sengaja."Sshhh..." rintih Meix, tatapannya menusuk Elena. "Kau menggigitku?"Elena mengangkat dagunya seolah menantang. Tapi bibirnya bergetar saat bicara. "Kau pantas mendapatkannya. Turunkan aku!"Rahang Meix mengeras, otot pipinya berkedut halus. Bibirnya terkatup rapat, seolah takut satu kata saja akan meledak menjadi seribu. Tangannya yang menopang tubuh Elena bergetar menahan amarah."Sejak kapan kau berpikir bisa mengaturku?" desisnya, mengabaikan perintah Elena.Bibir Elena bergerak sejenak, tapi kemudian kembali rapat—seolah mengunci semua protes di dalam m