Share

Bab 4. Kedatangan Richard Reficco

“S-sakit …” Amora mengerang kesakitan ketika Aiden mencoba mengobati pergelangan kakinya yang terluka.

“Ini tidak akan selesai jika kau tidak bisa diam.” Aiden menghela napas berat, karena kaki Amora yang tidak bisa diam ketika ia sedang mengoleskan salep.

“A-aku bisa sendiri,” Amora menatap mata Aiden dengan takut, kemudian ia mengulurkan tangannya untuk mengambil obat oles yang berada di tangan Aiden.

Tetapi Aiden tidak mengindahkan perkataan Amora, dan justru tetap mengobati lukanya. Ketika Aiden sudah selesai mengobati pergelangan kaki Amora, Aiden beranjak untuk pergi dari kamar Amora.

“A-aiden … terima kasih—” ucap Amora tergugu, seraya menurunkan kakinya ke lantai.

“Jangan berterima kasih kepadaku.” Aiden menanggapi dengan tenang, lalu melenggang pergi meninggalkan Amora.

***

Aiden menggosok rambutnya dengan handuk, guna mengeringkan rambutnya yang basah akibat menyelamatkan Amora. Tampak pria tampan itu masih dilingkupi perasaan yang masih kesal.

Suara ketukan pintu berbunyi. Aiden yang sedang mengeringkan rambut mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Embusan napas kasar lolos di bibirnya di kala ada yang mengganggunya.

“Masuk!” titah Aiden tegas.

Seorang pelayan muncul dan sedikit masuk ke dalam kamar Aiden. “Tuan, maaf mengganggu Anda.”

Aiden menatap dingin sang pelayan. “Ada apa?”

Sang pelayan menunduk di kala mendapatkan tatapan tajam dari Aiden. “Tujuan saya ke sini hanya ingin memberitahu bahwa Tuan Richard ada di depan.”

Aiden sedikit mengalihkan perhatiannya kepada sang pelayan, karena merasa tidak menyangka, Richard berani datang ke kediamannya.

Sang pelayan mengangguk. “Benar, Tuan. Saat ini Tuan Richard sudah menunggu di ruang tamu.”

Tanpa banyak bicara lagi, Aiden melangkah keluar meninggalkan kamar. Sang pelayan segera berjalan keluar terburu-buru. Langkah kaki Aiden melangkah sedikit cepat dengan raut wajah yang masih kesal.

“Hai, sepupuku!” Pria tampan bernama Richard menatap Aiden yang kini menghampirinya sambil memegang handuk kecil, “Kau baru selesai mandi?” 

“Ada perlu apa kau ke sini?” tanya Aiden dingin, tak mengindahkan ucap Richard Reficco, sepupu dari keluarga sang ayah.

Richard menyandarkan punggungnya ke sofa. “Well, aku tahu kau masih pengantin baru. Kedatanganku pasti tidak kau sambut dengan baik karena mengganggu kesenanganmu dengan istrimu. Tapi jika benar ucapanku, maka kau termakan ucapan sendiri. Kau menolak perjodohan, dan sekarang tampaknya menikmati pernikahanmu.”

Aiden berdecih mendengar omong kosong Richard. “Aku tidak suka basa-basi. Kau tahu itu. Cepat kau katakan apa tujuanmu ke sini?!”

Richard tersenyum samar sambil mengetuk-ngetuk jemarinya di pinggir sofa. “Kau parah sekali. Lusa adalah hari perayaan ulang tahunku. Ck. ulang tahun sepupumu sendiri bisa lupa.”

Aiden mengembuskan napas kesal. “Aku memiliki banyak kesibukan. Aku tidak memiliki waktu untuk mengingat hal-hal kurang penting.”

Richard mendengkus kesal. “Terserah kau bilang apa. Besok, kau jangan lupa kau datang ke pesta ulang tahunku, dan bawa istrimu jika memang kau ingin membawanya.”

“Lihat nanti. Aku tidak janji datang.” Aiden menjawab dingin dan seperti enggan datang.

Richard berdecak. “Come on, Aiden. Kau parah sekali tidak mau datang di pesta ulang tahunku.”

Aiden malas berdebat dengan sepupunya itu. Jika dia mengatakan tak datang, pasti akan terus dibujuk-bujuk untuk datang. “Fine, aku akan datang. Sekarang lebih baik kau pulang. Aku sibuk.” Pria itu bangkit berdiri, berlalu pergi meninggalkan Richard yang tak memedulikan ucapannya. Richard tetap duduk di tempatnya seraya menikmati kopi yang baru dibuatkan sang pelayan.

Amora melangkah keluar kamar dengan kaki yang sedikit masih pincang, akibat tergelincir di kolam renang. Sungguh, jika bukan karena Aiden yang menyelamatkannya entah bagaiman dirinya. Mungkin saja dia sudah tidak ada.

Amora melihat ke sekeliling, tidak ada Aiden. Mungkin pria itu berada di ruang kerjanya. Itu yang menjadi dugaan kuat Amora. Dia memilih melangkah menuju ke taman belakang. Dia ingin menghirup udara segar.

Saat Amora hendak menuju taman belakang, dia berpapasan dengan seorang pria asing yang tak dikenalinya. Sontak, Amora terkejut melihat pria asing itu sedang melihat lukisan baru yang terpasang di ruang tengah.

“Kau siapa?” tanya Amora pada pria asing itu.

Richard menoleh, menatap Amora dengan senyuman tipis di wajahnya. “Kau pasti istri Aiden.”

Amora kikuk dan bingung. “I-iya, aku istri Aiden. Kau siapa?”

Richard mengulurkan tangannya ke hadapan Amora. Namun, Amora belum sama sekali menyambut uluran tangan Richard. Tampaknya kehadiran pria asing di mata Amora itu membuatnya takut.

“Richard Reficco, aku sepupu Aiden. Aku melihatmu di hari pernikahan. Tapi aku yakin kau pasti tidak menyadari,” ucap Richard dengan tangan yang masih terulur.

Mendengar pria asing itu sudah memperkenalkan diri sebagai sepupu Aiden, barulah Amora berani berjabat tangan dengannya. “Amora North,” ucapnya memperkenalkan diri pada Richard.

Richard tersenyum dan jabatan tangan itu terlepas. “Ya, aku mengenalmu, Amora. Senang bisa berkenalan seperti ini denganmu.”

Amora mengangguk dan membalas senyuman Richard.

Richard menatap tak sengaja kaki Amora yang sedikit pincang. “Kenapa dengan kakimu, Amora?” tanyanya ingin tahu.

Amora menatap kakinya sekilas. “Ah, ini karena kecerobohanku. Aku tercebur di kolam renang.”

Sebelah alis Richard terangkat. “Astaga! Memangnya kau tidak bisa berenang?”

Amora menggelengkan kepalanya. “Tidak bisa. Kakiku tergelincir dan tercebur ke kolam, tapi untungnya Aiden datang menyelamatkanku.”

Richard terkejut mendengar ucapan Amora. “Aiden menyelamatkanmu?”

Amora mengangguk. “Ya, jika dia tidak menyelamatkanku, entah bagaimana nasibku sekarang.”

Richard terdiam sejenak. Kepingan ingatannya mengingat Aiden yang tadi menggosok rambutnya yang basah. Sepertinya itu bukan karena sepupunya itu mandi, tapi karena sepupunya baru menyelamatkan Amora yang tercebur di kolam renang.

“Aku tidak mengira Aiden secepat ini memiliki kepedulian tinggi padamu,” ucap Richard seraya menatap Amora.

“Hmm, mungkin hanya kebetulan saja, Richard,” jawab Amora pelan.

Richard menggelengkan kepalanya. “Nope. Tidak ada yang kebetulan. Aiden biasanya tidak sepeduli itu pada seseorang yang baru di hidupnya. Bisa saja dia meminta pelayan atau security menyelamatkanmu, tapi tidak dia lakukan, kan? Aiden malah menyelamatkanmu sendiri. Good. Sepertinya hubungan kalian akan baik-baik saja.”  

Amora menjadi bingung harus menjawab apa. Dia memilih untuk diam, tidak bersuara. Hanya senyuman canggung yang dia lukiskan di hadapan Richard. Sebab, apa yang dipikirkan Richard sangat jauh berbeda di dalam pikirannya. Di pikiran Amora, sosok Aiden sangat dingin dan juga arogan.

Richard melirik arlojinya sekilas. “Amora, maaf aku harus pergi. Aku sudah cukup lama di sini. Aku ingin ke kantorku sekarang.”

Amora menganggukkan kepalanya. “Hati-hati, Richard.”

Thanks. Cepat sembuh, Amora. Bye.” Richard berlalu pergi meninggalkan Amora yang masih bergeming di tempatnya.

Kata-kata Richard terngiang di dalam pikiran Amora. Namun buru-buru, Amora menepis pikirannya. “Apa yang kau pikirkan, Amora?” gerutunya pada diri sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status