Share

Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin
Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin
Penulis: Aufa

Bab 1

Penulis: Aufa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-20 12:42:54

"Apa?! Tata kabur dari rumah?" Rafi, seorang laki-laki paruh baya terkejut mendengar kabar yang baru saja disampaikan oleh Andi--orang kepercayaannya. Ini masih pagi, dan waktunya sarapan, tapi Andi sudah melaporkan hal yang kurang menyenangkan itu.

"Benar, Tuan." Andi mengangguk, tanda apa yang ia laporkan tadi memang benar adanya.

"Kamu kalau ngasih informasi yang bener dong, Ndi. Jangan membuat kita panik seperti ini." Anita--istri Rafi pun ikut bicara.

"Benar, Nyonya. Apa yang saya sampaikan itu memang benar. Tentu saya tidak berani untuk membohongi Tuan, dan Nyonya." Sekali lagi Andi mengkonfirmasi kebenaran dari apa yang disampaikannya kepada pasangan suami istri yang menjadi bosnya itu.

Anita melihat ke arah Andi, dan mengamati gerak-geriknya. Tidak ia temukan kebohongan di sana. Anak buah suaminya itu memang sedang jujur.

Berbeda dengan sang istri, Rafi justru langsung percaya dengan apa yang disampaikan Andi tadi. Andi sudah bekerja puluhan tahun dengannya, dan sudah menjadi tangan kanannya. Tidak mungkin Andi berani memberikan informasi yang salah.

"Kamu tahu dengan siapa Tata kabur?" tanya Rafi.

"Nona Tata pergi bersama seorang laki-laki yang sepertinya seumuran. Setelah saya gali lebih lanjut, laki-laki itu ternyata kekasih nona Tata, Tuan." Andi menjelaskan kronologi dari apa yang dilihatnya tadi malam.

Tata adalah anak dari rekan bisnis Rafi yang dijodohkan dengan Zayyan, anaknya. Beberapa hari ini Rafi memang sengaja mengutus beberapa orang kepercayaannya yang diketuai oleh Andi untuk mengawasi gerak-gerik keluarga Tata.

Yang merencanakan perjodohan antara Zayyan, dan Tata memang Rafi sendiri, serta ayah Tata. Namun, akhir-akhir ini ia merasa ada yang janggal dengan Tata, sehingga ia memutuskan menyuruh anak buahnya untuk mengawasi Tata, beserta keluarganya.

Semalam, saat Andi bertugas mengintai di sekitar rumah Tata, ia melihat Tata keluar dari halaman rumahnya dengan cara mengendap-endap pada waktu tengah malam. Setelah Tata berada di luar pintu gerbang, ada sebuah mobil yang menjemput Tata, kemudian pergi begitu Tata menaikinya.

Andi kemudian menyuruh anak buahnya untuk membuntuti Tata. Pada pukul empat pagi, barulah Andi mendapat informasi, bahwa orang yang membawa Tata pergi adalah kekasih Tata. Andi juga mendapat kabar bahwa Tata beserta pacarnya akan pergi ke luar negeri pukul sembilan pagi.

"Nona Tata, dan laki-laki itu akan pergi ke luar negeri pukul sembilan nanti, Tuan. Jika Tuan menghendaki, saya bisa menggagalkan penerbangan nona Tata," lanjut Andi.

"Tidak perlu!" sahut Rafi. "Biarkan saja dulu. Kita tunggu sampai dua hari."

"Tapi, Pah, pernikahan Zayyan, dan Tata tinggal dua minggu lagi, gimana kalau Tata ternyata lama di luar negeri?" sela Anita.

"Ya batalkan saja pernikahannya. Zayyan pantas mendapatkan calon istri yang lebih baik daripada Tata," putus Rafi.

"Kok gampang banget memutuskan begitu, Pah? Papah sendiri yang merencanakan perjodohan Zayyan, dan Tata, hingga akhirnya rencana pernikahan sudah di depan mata. Tapi sekarang, tiba-tiba mau dibatalkan begitu saja," protes Anita. "Memangnya Papah nggak malu sama pak Waluyo, dan bu Susi, calon besan kita?"

"Kenapa harus malu? Seharusnya mereka yang malu karena anak mereka pergi ke luar negeri bersama pacarnya, bahkan setelah rencana pernikahan disepakati. Harusnya mereka itu mengawasi Tata dengan ketat, sehingga tidak terjadi kecolongan seperti ini," sahut Rafi. "Sekarang papah malah curiga, jangan-jangan keluarga pak Waluyo mau mempermainkan kita."

"Jangan su'udzon begitu, Pah. Mungkin saja keluarga pak Waluyo memang sedang kecolongan kali ini," tegur Anita, seraya mengelus punggung tangan sang suami.

Rafi menghela napas. Ia benar-benar kecewa kali ini, terutama pada Tata yang digadang-gadang sebagai calon menantunya, tapi justru membuatnya marah. Untung saja ada Anita, sang istri yang selalu berhasil menenangkannya.

"Andi, kamu terus awasi keluarga pak Waluyo. Laporkan segala hal, tanpa ada yang terlewat sekali pun. Dan perintahkan juga pada anak buahmu untuk membuntuti Tata ke luar negeri," titah Rafi.

"Baik, Tuan," jawab Andi. "Kalau begitu, saya mohon undur diri."

Setelah kepergian Andi, Rafi meneguk kopinya yang mulai dingin, dengan Anita yang masih setia duduk di sampingnya.

"Zayyan mungkin saja sedih kalau mendengar kabar ini, Pah," keluh Anita. Sebagai seorang ibu, ia tidak tega jika nanti melihat sang anak kesayangannya itu bersedih hati mendengar calon istrinya pergi bersama kekasihnya.

"Zayyan itu bukan laki-laki lemah, Mah." Setelah mengatakan itu, Rafi pun bangun dari duduknya. "Papah berangkat ke kantor dulu, Mah."

Anita pun mengangguk. "Hati-hati di jalan, Pah." Ia pun menjabat, dan mencium tangan sang suami.

"Jangan terlalu dipikirkan," ujar Rafi, dan Anita pun kembali mengangguk.

Anita mengantar sang suami sampai ke depan pintu, dan menunggu sampai mobil yang membawa suaminya itu keluar dari halaman rumah. Begitu berbalik badan, ia terkejut dengan kehadiran anak perempuannya.

"Tasya! Kamu ini ngagetin aja! Sejak kapan kamu ada di belakang mama?"

"Sejak Mama fokus ngeliatin papah naik mobil tadi," jawab remaja perempuan yang memakai seragam sekolah menengah atas itu.

Anita menghela napas. "Ini sudah siang, Tasya, kenapa kamu belum berangkat sekolah? Kalau kakakmu ada di rumah, pasti dia akan marahin kamu."

"Udah jam tujuh, Mah," ucap Tasya, merasa tak bersalah.

"Sudah terlambat dong kamu. Niat sekolah nggak sih? Jangan-jangan kamu tadi bangun kesiangan ya?" omel Anita.

"Iya, Mah, hehe." Tasya masih tak merasa bersalah, dan Anita pun sekali lagi menghela napas melihat kelakuan anak bungsunya itu. "Lagian aku kan lagi mens, nggak papa dong kalau bangun kesiangan? Kan lagi nggak sholat."

"Kamu ini ya." Anita menjewer telinga kanan Tasya, membuat Tasya spontan mengaduh kesakitan. "Meskipun lagi nggak sholat, tetep aja kamu harus bangun pagi. Sekarang, salah siapa coba kamu sampai telat berangkat sekolah?"

"Salah aku, Mah. Udah dong jewernya," kata Tasya, dan sang ibu pun melepaskan tangannya dari telinga Tasya.

"Sebenarnya jam enam lebih seperempat tadi aku udah siap berangkat sekolah kok, Mah. Tapi, pas mau pamitan sama Mamah, dan Papah, aku lihat kalian lagi bicara serius sama om Andi. Karena aku penasaran juga, ya udah aku sekalian aja dengerin obrolan kalian," ucap Tasya jujur.

"Jadi kamu nguping? Dan gara-gara itu kamu jadi telat berangkat sekolah?" Anita geleng-geleng kepala. "Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu?"

"Ya nggak ada sih," jawab Tasya apa adanya. "Oh ya, Mah, aku denger tadi kalau kak Tata, calonnya kak Zayyan kabur ya, Mah? Kasian ya kak Zayyan, pernikahan tinggal menghitung hari, tapi calon istrinya malah berkhianat. Lagian papah sih, main asal ngejodohin kak Zayyan sama sembarang cewek, kayak gini kan jadinya."

"Tata itu bukan perempuan sembarangan. Dia anak rekan bisnis papah," sanggah Anita.

"Iya aku tau, Mah. Tapi, apa papah nggak pertimbangin dulu gitu? Dilihat-lihat juga kayaknya kak Tata bukan cewek bener," kata Tasya.

"Bukan cewek bener bagaimana maksud kamu, Sya? Jangan menduga-duga seperti itu ah, dosa," tegur Anita. Ia tidak suka jika anaknya berburuk sangka pada orang lain.

"Alah si Mama pake belain dia segala. Padahal kan awalnya Mama juga nggak setuju kan kalau papa jodohin kak Zayyan sama kak Tata?"

Anita tak menyangkal perkataan Tasya. Memang benar, pada awalnya ia tak setuju pada saat sang suami punya rencana menjodohkan Zayyan dengan Tata. Tata bukan gambaran calon menantu yang diidamkannya. Namun, setelah bertemu dengan Tata, dan melihat sikap Tata yang cukup baik, dan ramah, perlahan Anita mulai setuju dengan rencana perjodohan itu.

Mungkin saja Tata bukan calon menantu seperti harapannya, akan tetapi Anita yakin bahwa setelah menikah, Zayyan bisa memberi arahan pada Tata, begitu pikirnya saat itu. Tapi apa yang terjadi kali ini, sungguh membuat Anita kecewa pada Tata.

"Mamah awalnya nggak setuju kan karena belum kenal sama Tata, Sya. Setelah mamah kenal sama dia, dan ternyata dia orangnya baik, dan ramah, mamah pikir nggak ada salahnya kalau Zayyan berjodoh dengannya," ujar Anita.

"Orang baik, dan ramah kan banyak, Mah, di dunia ini nggak cuma kak Tata doang kali yang baik. Lagian aku juga paham kok, kenapa awalnya mamah nggak setuju sama kak Tata," balas Tasya.

"Kenapa coba?" tanya Anita. Seingatnya ia tidak pernah menceritakan pada siapa pun tentang alasan mengapa dirinya dulu sempat tak setuju jika Zayyan dijodohkan dengan Tata. Lalu, bagaimana anak perempuannya ini tahu?

"Karena kak Tata nggak pake jilbab. Mamah kan pengennya punya menantu yang menutup aurat. Iya kan?" tebak Tasya.

Anita diam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Tasya. Ia memang mengidamkan calon menantu perempuan yang berhijab.

"Benar kan tebakan aku, Mah?" tanya Tasya.

Anita berdehem. "Iya, memang benar. Tapi nanti setelah menikah, Zayyan kan bisa nasehatin Tata supaya menutup aurat."

"Itu kan kalau kak Tata-nya mau, Mah, kalau nggak, gimana coba?" kata Tasya.

"Halah, sudahlah, Sya, kok jadi ke mana-mana ngobrolnya sih. Mending sekarang kamu berangkat sekolah sana," tutur Anita.

Tasya terlihat ogah-ogahan. "Udah telat, Mah. Besok aja lagi deh, sekolahnya."

Anita memutar bola matanya. "Ya sudah, tapi kamu harus janji, besok jam enam pagi harus sudah siap berangkat. Kalau telat, mamah potong uang jajan kamu."

Anak gadis Anita itu pun memonyongkan bibirnya, tapi kemudian mengangguk juga.

"Oh ya, mengenai masalah yang kamu dengar tadi, mamah minta kamu jangan cerita dulu ke kak Zayyan," ucap Anita.

"Lho, emangnya kenapa, Mah? Kak Zayyan berhak tau dong gimana kelakuan calon istrinya," protes Tasya. "Bayangin deh, Mah, kak Zayyan yang baik gitu, terus juga ganteng, ditambah dokter muda yang penuh kharisma, hingga membuatnya diidam-idamkan banyak wanita, tapi malah dikhianati sebelum pernikahannya yang tinggal menghitung hari."

"Siapa yang mengkhianati Zayyan?" tanya seorang wanita lanjut usia yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah, membuat Anita serta Tasya sontak menoleh.

Anita, dan Tasya kemudian saling berpandangan. Anita pun memberi kode lewat kedipan mata agar Tasya diam. Bisa gawat jika kabar tidak menyenangkan itu didengar oleh ibu mertuanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 45

    "Ooh, lagi liburan." Tata manggut-manggut. "Baru sampai di sini atau gimana?" "Nggak, Kak, kami udah mau pulang. Ini lagi nunggu pesawat." "Oh, kirain baru sampai." "Kak Tata juga lagi liburan ya?" Sebenarnya Hilya sedikit malas berbasa-basi dengan mantan calon istri Zayyan ini, tapi sudah terlanjur ketemu juga."Iya, aku baru sampai sih. Di sini sebenarnya aku mau tunangan sama pacarku. Tau kalau Zayyan di sini sama kamu, mau aku undang sekalian, eh ternyata kalian mau pulang." Tata menjelaskan dengan raut wajah cerianya. Tata sudah putus dari pacar toxic-nya itu, yang membuatnya tidak jadi menikah dengan Zayyan. Kini Tata akan bertunangan dengan laki-laki yang telah dijodohkan dengannya, dan berharap tidak melalukan hal bodoh seperti dulu lagi. "Waah, mau tunangan ternyata. Selamat ya, Kak, aku ikut bahagia. Maaf nggak bisa hadir." "Iya, makasih ya. Oh ya, kamu namanya siapa? Aku cuma paham kamu istrinya Zayyan, tapi nggak tau namanya, hehe." "Aku Hilya, Kak." "Ooh Hilya. Y

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 44

    Meski keadaan sudah kembali seperti semula, tapi Zayyan yakin, Hilya masih belum sepenuhnya melupakan kejadian yang hampir menimpanya di apartemen Dimas. Oleh karena itu, kini Zayyan tengah mengajak Hilya liburan di Pulau Dewata. Hitung-hitung sebagai healing, agar bayangan-bayangan menakutkan itu tak lagi berputar di kepala Hilya. Selain itu, ini juga bisa dibilang sebagai momen untuk bulan madu mereka. Sudah lima hari ini mereka berada di Bali. Setiap harinya akan mereka lewati dengan mengunjungi berbagai tempat wisata yang ada di pulau ini. Hilya selalu antusias ketika sampai di setiap tempat wisata, apalagi jika itu pantai. Melihat Hilya yang sudah kembali ceria, dan cerewet, Zayyan pun bahagia. Kebahagiaan laki-laki itu adalah melihat Hilya tersenyum bahagia, seperti saat ini. "Mas, fotoin lagi dong," pinta Hilya yang entah sudah ke berapa kalinya. Meskipun begitu, Zayyan tak pernah sekali pun menolak. "Oke." Mereka menghabiskan waktu seharian ini di pantai yang dekat dengan

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 43

    Membuka matanya yang terasa berat, Hilya menyingkirkan tangan Zayyan yang melingkari perutnya. Waktu menunjukkan pukul setengah tiga pagi, dan Hilya berniat untuk mandi. Ia turun dari ranjang dengan perlahan, agar Zayyan tidak terganggu. Sore kemarin setelah meminta maaf pada Zayyan, hubungan mereka sudah kembali membaik, pun dengan yang lainnya di rumah ini. Hilya sudah kembali seperti semula yang ceria, dan cerewet. Lalu, malam hari setelah makan malam, dan membantu beres-beres di dapur, Hilya diajak Zayyan ke kamar. Zayyan menginginkan Hilya, dan mau menyalurkan rasa rindunya. Tentu saja Hilya paham, dan tidak menolak. Ia sudah berjanji untuk menjadi istri yang baik bagi Zayyan. Hilya lantas ke kamar mandi untuk melakukan mandi wajib, sesuatu yang harus dilakukan setelah selesai melakukan hubungan suami istri. Biasanya Zayyan akan langsung mengajak mandi, tapi malam tadi justru langsung ketiduran. Hilya tebak, Zayyan terlalu lelah. Usai mandi, dan berwudhu, Hilya memakai mukena

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 42

    "Kalau begitu, kamu juga harus siap kehilangan pekerjaan kamu. Kamu tidak bisa lagi praktik di rumah sakit saya." Bambang mengancam. Biar bagaimanapun, Dimas adalah anaknya. Sememalukan apa perbuatan anak itu, Bambang akan berusaha menyelamatkannya, meski harus menanggung malu di depan Rafi, dan Zayyan, yang selama ini bermitra bersamanya. Zayyan mengepalkan tangan sembari menatap tajam laki-laki paruh baya seumuran ayahnya tersebut. "Tidak masalah. Lebih baik saya tidak bekerja lagi di rumah sakit Om, daripada harus membebaskan Dimas. Semua ini demi kehormatan keluarga saya, terutama istri saya." Dipecat jadi dokter di rumah sakit yang selama ini menjadi tempat praktiknya? Itu tidak masalah bagi Zayyan. Masih banyak rumah sakit lain yang bisa ia datangi, lalu menjadi dokter di sana. Berbekal pengalaman, dan kemampuannya, Zayyan yakin, tidak sulit baginya untuk mendapatkan tempat praktik baru. Atau, jika seandainya Bambang melakukan blacklist agar Zayyan tidak bisa lagi praktik di

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 41

    Zayyan memberitahu pada keluarganya bahwa Dimas sudah ditangkap polisi. Anita, dan Rafi cukup senang dengan kabar tersebut, akan tetapi, masih ada rasa sedih yang menyelimuti mereka, karena Hilya masih murung, dan belum mau keluar dari kamar. Mereka juga belum memberitahu Ratih, dan Asih tentang apa yang sudah menimpa Hilya. Jika memberitahu Ratih, mereka takut jika nantinya Ratih akan memarahi Hilya, dan justru akan semakin memperburuk keadaan Hilya. Sedangkan jika memberitahu Asih, mereka takut jika akan menjadi beban pikiran Asih, dan membuat keadaan Asih menjadi drop. Jadilah mereka masih menyembunyikan ini dari keluarga Hilya. Selain itu, juga agar berita itu tidak menyebar luas, dan malah membuat Hilya jadi malu. "Sekarang kamu tenang ya, Hil. Dosen kurang ajar itu sekarang sudah ditangkap polisi. Kamu tidak perlu takut lagi," kata Anita, saat mengunjungi Hilya di kamar. "Iya, Ma." Selama mengurung diri, dan saat dikunjungi oleh keluarganya, Hilya hanya akan menjawab singkat

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 40

    "Kenapa kalian baru datang sekarang?! Dari tadi kalian ke mana saat istri saya hendak dilecehkan oleh manusia ib*is ini?!" hardik Zayyan pada beberapa security yang memisahkannya saat hendak kembali menghabisi Dimas. "Maaf atas kelalaian kami, Tuan," ucap seorang security bertubuh gempal. Zayyan berdecih. "Percuma gedung apartemen mewah ini, jika punya keamanan payah. Saya bisa laporkan kalian ke polisi atas kelalaian ini." "Sekali lagi kami minta maaf, Tuan. Kami akan mengurus tuan Dimas, dan membereskan kekacauan ini." Menatap tajam pada security itu, Zayyan hendak mengomel lagi, tapi tidak jadi karena Tobi segera menyela. "Pak, lebih baik urus Hilya dulu." Seketika Zayyan teringat tentang sang istri. Ia pun menghampiri Hilya yang saat ini tengah berjongkok, dan menenggelamkan wajahnya. Hilya tengah menangis. "Bangun, Hil. Kamu sudah aman sekarang. Ayo kita pulang," ucap Zayyan, sembari ikut jongkok, dan menyentuh lengan Hilya. Tangisan Hilya yang terdengar memilukan itu men

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 39

    "Lho, kamu tidak pulang bareng Hilya, Zayyan?" tanya Anita, yang melihat anak laki-lakinya tiba di rumah sendirian, tanpa adanya sang istri. "Saya sudah bilang ke Hilya bahwa hari ini tidak bisa jemput, Ma. Memangnya Hilya belum pulang?" Zayyan justru balik bertanya. Wanita yang telah melahirkan Zayyan itu pun menggeleng. Seketika merasa cemas, takut terjadi sesuatu dengan menantu kesayangannya. "Ooh, mungkin mampir ke rumah nenek, Ma," kata Zayyan. Mungkin nanti ia bisa menjemputnya, jika Hilya benar-benar ada di sana. "Hilya ada bilang ke kamu, kalau mau mampir ke sana?" Anita bertanya lagi. "Tidak." Zayyan menggeleng. Anita menghela napas, lalu berbicara kembali pada sang anak. "Coba telfon Hilya. Pastikan dia ada di mana, Zayyan. Perasaan mama tiba-tiba jadi nggak enak ini." Suami Hilya itu pun mengangguk menuruti perintah sang ibu. Ia mendial nomor Hilya, tapi sayangnya sedang tidak aktif. Zayyan yang tadinya cukup tenang, kini berubah jadi gusar. "Tidak aktif, Ma. Apa mu

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 38

    Karena besok akhir pekan, Zayyan tidak ada jadwal praktik di rumah sakit. Pun dengan Hilya yang tidak ada jadwal kuliah. Oleh karena itu, Hilya memanfaatkan kesempatan ini untuk menginap di rumah sang nenek. Hilya rindu dengan ibunya, kedua adiknya, juga neneknya. Bagaimana pun sikap ibunya selama ini padanya, tetap saja wanita itulah yang telah melahirkannya, dan Hilya tidak bisa membenci. "Kamu ngapain ikut masukin baju ke tas, Mas?" tanya Hilya heran, saat melihat Zayyan melakukan hal yang sama dengannya. "Aku mau ikut, Hil, nginep di rumah nenek," jawab Zayyan. Tadinya Hilya hanya meminta izin pada Zayyan untuk menginap di rumah sang nenek, tanpa mengajak suaminya itu. "Ngapain sih? Kalau nginep di rumah nenek, nanti Mas nggak bisa tidur lagi," kata Hilya. Masih teringat jelas di kepala Hilya, saat beberapa minggu yang lalu mereka menginap di rumah sang nenek. Waktu itu Hilya belum menganggap Zayyan sepenuhnya jadi suami, jadi Hilya tak mengizinkan Zayyan untuk tidur satu ran

  • Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin   Bab 37

    "Bagaimana kuliah kamu hari ini?" tanya Zayyan. Ia sekarang tengah merebahkan tubuhnya di samping Hilya, dengan lengannya yang dijadikan bantalan untuk sang istri. Sejak keduanya berhubungan intim waktu itu, posisi seperti ini memang sering mereka lakukan, dan Hilya pun merasa tidak masalah. Yang terpenting bagi Hilya saat ini adalah Zayyan tidak menyakitinya, tidak marah-marah atau berbicara ketus padanya, seperti dulu sebelum menikah. "Lumayan asik. Aku juga punya beberapa teman baru. Aku jadi nggak kesepian di kampus," jawab Hilya. "Syukurlah kalau begitu." Zayyan turut senang, karena itu artinya Hilya tak mendapat kesulitan yang berarti saat di kampus. "Kamu boleh punya teman banyak, Hil, tapi harus tetap disaring. Berteman dengan mereka yang baik, dan tidak suka buat onar di kampus." "Iya, aku tau kok. Aku juga bukan anak kecil lagi, pasti bisa pilih-pilih temen." "Hmm ... kamu ternyata memang sudah dewasa, Hil. Padahal, rasanya baru kemarin kamu masih sering kugendong karen

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status