“Saya sudah memeriksa laporan dari semua divisi perhubungan, sepertinya Tuan Narendra belum melakukan tindakan yang mencurigakan akhir-akhir ini.”
Amora mengangkat kedua alis setelah mendengar kabar baru dari sekretarisnya. Beberapa hari yang lalu Amora ditunjuk sebagai pimpinan sementara perusahaan kakeknya semenjak Artawijaya masuk rumah sakit.Para pemegang saham setuju menunjuk Amora untuk mengganti kakeknya, karena dari awal ia menjabat sebagai wakil pimpinan, Amora sudah terlihat bertanggung jawab terhadap perusahaan. Terpaksa ia harus bisa membagi waktu antara rumah sakit dan perusahaan.“Aku dengar, di hari pernikahanku dengan Aksen dia mengirim sesuatu ke kantor?” tanya Amora menoleh kepada Riri. Riri mengangguk kemudian merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu.“Benar Bu. Tapi, kiriman selain ini, sudah saya buang di hari dia mengirimkannya untuk anda,” ucap Riri seraya memberikan secarik kertas yang dilipat kepada Amora.“KenaSepulang dari seminar, Amora langsung pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan mengganti baju. Sebelumnya ia mengedarkan pandangannya ke lantai atas, untuk memastikan suaminya sudah tidur atau belum. Tapi sepertinya Aksen sudah tidur.Merasa tubuhnya sangat lengket, Amora menanggalkan kardigan panjangnya hingga menyisakan celana bahan dan tangktop putih di tubuhnya. Dengan pakaian seperti itu Amora terlihat sangat seksi, apalagi rambutnya sengaja ia ikat sehingga menampilkan leher jenjangnya yang mulus.Amora menyentuh tenggorokannya yang terasa kering. Terpaksa sebelum melanjutkan ke kamar mandi, ia pergi ke dapur untuk meminum sesuatu yang membuat tenggorokannya lebih lega. Setelah menghabiskan segelas air dingin, kini giliran perutnya yang minta jatah. Akhirnya Amora memasak nasi goreng sebagai pengganjal rasa laparnya.Wanita itu kini tengah menikmati masakannya yang sudah terhidang di meja makan. Air liurnya sudah hampir menetes karena terkesima
“Kenapa kau belum juga menceraikannya?”Aksen menutup matanya sejenak. Kantornya lagi di masa-masa kritis saat ini, ditambah Aurelia yang terus menanyakan kenapa ia belum juga menceraikan Amora. Padahal saat ini ia tengah berusaha merebut perusahaan dari ibunya, supaya ia segera bisa menceraikan Amora.“Aku pasti akan menceraikannya, tapi tidak sekarang,” ucap Aksen kembali memeriksa berkas-berkas yang berseliweran di atas meja kerjanya.“Apa kau tidak peduli denganku lagi, Aksen?” Aurelia berbicara dengan sendu. Aksen tak bisa melihat Aurelia berekspresi seperti itu, dengan cepat ia berdiri dan menghampiri Aurelia untuk segera memeluk gadis itu dengan lembut.“Apa yang kau katakan?” tanya Aksen dengan lembut.“Akhir-akhir ini kau selalu mengabaikan permintaanku, apa aku sudah tak berharga lagi di hidupmu?” ucap Aurelia bernada sedih. Wanita itu benar-benar pintar dalam ber-akting.“Hei, jangan berpikir begitu. Kau adalah wanita paling berharga dalam hidupku. Kau yang telah menyelamat
“Kau akan terlihat anggun jika menggunakan dress merah, Am,” Anna sibuk memilih-milih baju yang akan digunakan Amora nanti malam. Mereka pergi ke salah satu pusat perbelanjaan setelah pulang bekerja. Amora tidak terlalu membingungkan pemilihan baju untuknya malam nanti. Baginya, memakai baju apapun akan terlihat sama saja. Yang membedakan terlihat bagus atau tidak itu tergantung siapa yang memakai baju tersebut.Anna menghela napas pelan melihat Amora yang masih sibuk dengan ponselnya sedari tadi. Perempuan itu nampak tidak tertarik sama sekali untuk tampil mempesona di depan orang banyak di perjamuan nanti malam.“Am! Ayolah, sekarang bukan waktunya bekerja,” jengkel Anna berkacak pinggang.Amora menoleh seraya menaikkan sebelah alisnya. “Aku harus apa?” herannya.“Simpan ponselnya, cobain bajunya!” titah Anna, memberikan baju berwarna merah dengan mutiara-mutiara kecil di sekitar pinggangnya. “Baiklah,” pasrah Amora menerima
Dunia bisnis tak pernah lepas dari perkumpulan tahunan untuk menjalin kekeluargaan yang biasanya sedikit renggang karena persaingan ketat antar perusahaan. Seperti biasa, Amora dan Aksen akan menghadiri acara Andanagra yang diadakan setiap tahunnya. Sangat aneh jika mereka berdua tak hadir dalam acara tersebut. Hal itu karena mereka berdua adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan penting dalam dunia bisnis.Meskipun Amora hanya menjalankan perusahaan kakeknya dan Aksen menjadi CEO di perusahaan ibunya, mereka berdua sangat terkenal sebagai pembawa perubahan bagi perusahaannya masing-masing. Hal itu terjadi karena pada komperensi tahun lalu, mereka meraih penghargaan sebagai pengusaha terbaik. “Masuklah,” kata Aksen, membukakan pintu kendaraan beroda empatnya untuk mempersilahkan kekasihnya masuk. Aurelia tersenyum bangga seraya berjalan berlenggak-lenggok dan langsung masuk ke mobil Aksen.Aksen mengitari mobilnya kemudian masuk dan duduk di kurs
Amora menghela nafas panjang setelah membuka pintu ruang inap kakeknya. Setelah acara perjamuan selesai, Frans tiba-tiba menelponnya, mengabari kalau kakeknya sudah siuman. Rencana awalnya yang ingin pulang bersama Aksen, harus Amora batalkan. Ia memilih pergi sendiri ke rumah sakit untuk menemui kakeknya.Frans yang sedari tadi mengobrol dengan Arta, kini pandangannya teralihkan oleh suara pintu yang dibuka oleh Amora. Begitupun Arta yang langsung menyuguhkan senyum manis kepada cucu kesayangannya.“Bagaimana keadaan kakek, Frans? Dia sudah baik-baik aja, kan?” tanyanya sedikit khawatir meskipun kakeknya terlihat tenang berbaring di ranjang.“Seperti yang kau lihat sekarang, Am. Kakekmu melewati masa kritisnya dengan sangat baik,” jawab Frans kemudian. “Kamu berlebihan sekali, cucuku.” Arta terkekeh pelan.“Apanya yang berlebihan, Kek? Aku mengkhawatirkanmu, apa aku salah?” sebal Amora menatap kakeknya.“Kamu selalu seperti itu
“Aksen benar-benar menyebalkan! Bahkan sampai sekarang dia belum mengabariku untuk meminta maaf!” Aurelia mengotak-atik ponselnya untuk memastikan Aksen benar-benar tidak memberinya kabar sama sekali hari ini. Padahal kemarin malam, ia sudah dibuat marah oleh Amora, tapi Aksen tampaknya tidak memperdulikan perasaannya.“Kenapa denganmu, Aurel?” Seseorang menghampiri Aurelia kemudian duduk bersebrangan dengan wanita itu. Saat ini mereka tengah beristirahat untuk pemotretan selanjutnya. Aurelia menghela nafas. “Aksen tak menghubungiku,” singkatnya.“Hei, kenapa kau kesal ia tak menghubungimu? Bukankah kau selalu mengeluh jika dia terus menghubungimu?” Aurelia langsung menatap kesal rekan sesama modelnya yang duduk berhadapan dengannya. Benar juga apa yang dikatakan Michele, ia sering menolak panggilan telepon dari Aksen atau bahkan malas membalas chat Aksen. Tapi hari ini ia kesal karena Aksen tak menghubunginya. “Kemarin malam dia memb
"Bagaimana kabarmu, Ayah?" Arta tak menjawab sepatah kata pun pertanyaan Vina. Semenjak dirinya dirawat di rumah sakit, Vina baru ingat untuk melayat ayahnya setelah kondisinya membaik seperti sekarang."Ayah,""Berhentilah pura-pura peduli padaku, aku tak butuh itu!" sarkas Arta dengan tatapan nyalang terhadap putri sulungnya itu. Vina menghela nafas. "Aku menjengukmu, itu tandanya aku benar-benar peduli padamu."Arta berdecak pelan. Senyum tipis dengan smirk yang khas membuatnya terlihat tengah tersenyum remeh kepada anaknya. Arta tahu, Vina berbaik hati padanya hanya karena harta warisan yang akan ia tinggalkan sangat banyak. Sejatinya, perempuan itu bukan khawatir tentang keadaannya, melainkan untuk terlihat simpati agar ketika ia menghabiskan kekayaan ayahnya, masih disebut hal yang wajar."Untuk apa peduli padaku?" Arta kembali menoleh kepada Vina."Ayah, aku anakmu.""Aku tidak mempunyai anak
Sepulang kerja dari kantor, Aksen kembali uring-uringan tidak jelas. Biasanya sehabis kerja ia akan langsung pergi ke kamarnya tanpa menoleh sedikitpun ruang tamu. Tapi berbeda dengan hari ini, sofa di ruang tamu nampak terlihat nyaman di matanya.Akhirnya Aksen menjatuhkan bokongnya sejenak di sofa tersebut. Sudah tiga hari semenjak ia tak melihat Amora, wanita itu sering sekali datang menemuinya dalam mimpi. Bahkan ketika ia tertidur di ruang kerjanya pun, Amora selalu datang dalam mimpinya hingga membuat Aksen terbangun kaget. Aksen lelah dengan semua itu.Aksen menghembuskan nafas panjangnya. Setelah melewati beberapa pemikiran yang cukup panjang, ia merogoh saku depan celana untuk mengambil ponselnya.Dilihat dan dipantau dari beberapa sudut, Aksen bisa menyimpulkan jika istrinya pergi ke luar kota selama tiga hari ini. Pantas saja dia tidak menemukan wanita itu di rumahnya.Anehnya Amora sama sekali tidak meninggalkan pesan sedikit