Satu bulan setelah gagalnya pernikahan Gabriel, tepat hari itu pernikahan yang serupa dilangsungkan di sebuah taman. Dekorasi mewah dengan taburan bunga menjadi perhatian semua orang di sana. Tamu-tamu kehormatan memenuhi kursi-kursi yang berbaris rapi.
Kebanyakan dari mereka berbisik. Tentang kedatangan mereka untuk kedua kalinya pada pernikahan orang yang sama, tapi setelah janji suci pernikahan diucapkan dan senyum lebar diperlihatkan oleh kedua mempelai, semua orang langsung bertepuk tangan meriah. Seluruh tamu undangan yang datang berasal dari pihak Gabriel. Mulai dari rekan kerja, teman-temannya, dan tentunya seluruh koleganya. Sedangkan Evelyn hanya menjadi orang asing di sana. Tidak ada siapa pun yang datang dari pihaknya untuk menghadiri hari bahagia itu. "Baiklah, kalian berdua bisa langsung bertukar cincin." Seorang pria yang memimpin pernikahan itu berbicara lagi. Gabriel memberi isyarat pada seseorang yang berdiri di bawah altar dan orang itu langsung naik ke atas untuk menyerahkan sepasang cincin yang sudah dipilih olehnya. Gabriel menjadi orang pertama yang mengambil cincin tersebut. Dirinya meraih tangan kiri Evelyn dan langsung memasukkan cincin tersebut ke jari manisnya. Agak kebesaran karena dirinya bahkan tidak mengukur terlebih dahulu, tapi tidak masalah. Gabriel mengabaikannya. Saat giliran Evelyn, dia terlihat gugup ketika mengambil cincin milik Gabriel. Kedua tangannya gemetar ketika dirinya meraih tangan Gabriel dan mulai memasukkan cincin tersebut ke dalam jari manisnya. "Telan rasa gugupmu baik-baik!" Gabriel mendesis tajam kepada Evelyn yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua dan Evelyn pun meneguk air liur dan berhasil memasukkan cincin tersebut dengan sempurna. Tepuk tangan kembali membahana pada venue pernikahan tersebut. Pria yang memimpin pernikahan itu mengatakan bahwa mereka sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Tentu semuanya tidak selesai sampai di sana. Setelah berpura-pura memasang senyum amat bahagia sejak tadi, Evelyn dibuat berjengit kaget ketika Gabriel melarikan kedua tangan ke arah lehernya dan tiba-tiba pria itu mendekat untuk mendaratkan ciuman di atas bibirnya. Pria itu menariknya lebih rapat. Mengulum bibirnya lembut saat dirinya hanya bisa membatu dengan kedua tangan mencengkeram pinggang Gabriel. Hal itu nampaknya membuat Gabriel terganggu. Dia menggigit pelan bibir bawah Evelyn. Memaksa Evelyn untuk membuka mulutnya dan segera membalas ciumannya. Dan itulah yang didapatkannya karena gigitan kecil itu. Evelyn langsung membalas ciumanya tak kalah lembut. Tanpa rasa, tanpa cinta, itulah ciuman mereka berdua pada pernikahan penuh keterpaksaan itu. Di antara riuh gema tepuk tangan semua orang yang hadir di pernikahan, Evelyn merasa menjadi satu-satunya orang asing yang ada di sana. Tidak mengenal siapa pun. Bahkan Gabriel sekalipun tidak dikenalnya sama sekali. Tapi begitulah senyumnya terus mengembang mengikuti perintah Gabriel. Dengan sukarela menjadi boneka di hadapan semua orang yang satu per satu mulai memuji Gabriel karena pernikahan itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Seorang pria bertanya ketika Gabriel mendekatinya dengan segelas minuman di tangannya. Pria itu adalah salah satu kolega Gabriel. "Bulan lalu aku juga datang ke pernikahanmu, tapi tiba-tiba pernikahan itu batal begitu saja. Dan sekarang kau mengadakan ulang pernikahanmu ini? Ada apa sebenarnya?" Gabriel langsung tertawa. Dia memandang Evelyn yang berdiri di sampingnya. Menarik pinggangnya lebih dekat dengannya. "Ada sedikit kecelakaan bulan lalu dan pernikahan tidak bisa diteruskan. Tapi ternyata aku tidak bisa menundanya lebih lama. Hal baik harus dilanjutkan walaupun sempat tertunda, bukan?" Pria di hadapan mereka berdua itu tertawa. "Benar. Hal baik itu memang seharusnya tidak ditunda terlalu lama." Pria itu lantas beralih menatap Evelyn di samping Gabriel. "Omong-omong, selama ini kau merahasiakan tentang calon pengantinmu ini. Tidak diduga bahwa dia adalah wanita yang luar biasa cantik." Gabriel langsung menyipitkan mata dan menjentikkan jari. "Aku sudah menduganya," katanya sedikit berbisik dan mereka berdua pun tertawa bersama. "Kalau begitu silakan nikmati pestanya. Aku akan menyapa yang lain." Dia berpamitan dan pria itu mempersilakannya untuk pergi. Dalam perjalanan menyapa tamu yang lain itu, Gabriel berbisik kepada Evelyn. "Bagaimana pernikahan ini? Bukankah jauh lebih mewah dan indah daripada pernikahan yang ada di bayanganmu selama ini?" Katakanlah begitu. Pernikahan itu megah dan mewah. Semua tamu yang datang turut merayakannya dengan wajah bahagia. Gabriel benar. Pernikahan itu jauh dari bayangan pernikahan yang selama ini Evelyn inginkan. Melebihi ekspektasinya. Tapi apa gunanya kemegahan dan kemewahan pernikahan itu saat kau melakukannya penuh keterpaksaan. Tidak bersama orang yang kau cintai. "Tidak bisa kah acara ini cepat selesai saja? Aku ingin segera pulang." Evelyn mengeluhkan hal itu. Sama sekali tidak nyaman berada di sana. Dengan gaun pengantin berwarna putih yang amat indah, Evelyn justru ingin segera melepasnya. "Santai dulu. Aku harus memamerkanmu dengan semua orang yang hadir di sini. Jadi Bersabarlah sebentar. Tersenyumlah lebih lebar lagi. Aku butuh itu." Gabriel sedikit mencengkeram pinggang Evelyn dan gadis itu pun langsung menarik senyumnya untuk kembali naik. "Wah, ayo lihat pengantin baru ini. Bukankah ciuman tadi terlalu panas?" Seseorang berjalan mendekati Gabriel dan Evelyn sambil bertepuk tangan meriah. Dua orang lainnya menyusul di belakang pria yang sedikit lebih muda dari Gabriel itu. Mereka menghadang dua pengantin baru itu. Ketiganya adalah sepupu Gabriel. "Tapi apakah kau sama sekali tidak mengundang nenekmu itu? Bagaimana bisa pernikahanmu dilangsungkan, tapi kau malah tidak mengundang satu-satunya anggota keluarga yang kau miliki?" Satu lainnya berbicara. Seorang wanita. "Oh, ayolah. Kalian bertiga tahu bahwa wanita itu terlalu berisik dan terlalu merepotkan diajak ke acara seperti ini. Aku hanya akan memperkenalkannya nanti saat pulang. Bukankah mengganggu kalau ada kursi roda yang berkeliaran di sini saat pestanya seindah ini?" Mereka pun langsung tertawa santai. Gabriel kemudian memperkenalkan Evelyn kepada mereka. Membuat-buat alasan sebaik mungkin tentang kenapa pernikahan sebelumnya harus dibatalkan dengan tiba-tiba. "Jadi, apa pekerjaanmu, Eve?" Wanita yang tadi berbicara bertanya kepada Evelyn. "Bagaimana caranya bisa menaklukkan laki-laki dingin yang gila kerja ini? Apa kebetulan kau adalah sekretaris pribadinya?" "Ah, tidak." Evelyn berusaha menimpalinya dengan ramah. "Aku hanyalah guru di taman kanak-kanak." "Wah, kupikir kau adalah seorang model. Apa kau tidak menyadari betapa cantik wajahmu itu?" Mendengar kata 'model' langsung membuat senyuman di bibir Gabriel menghilang sepenuhnya. Tiba-tiba itu mengingatkannya pada calon pengantinnya yang kabur. Wanita sialan itu adalah seorang model dengan wajah yang sangat cantik. Tapi sekarang, bahkan hanya membayangkan wajahnya saja membuat Gabriel ingin muntah. "Sudahlah, aku tidak ingin berbicara dengan kalian lebih lama. Menyingkirlah dari hadapanku." Gabriel mendorong salah satu dari mereka dan ketiganya pun langsung melipir pergi. Membiarkannya untuk pergi agar bisa menyapa tamu yang lain. "Jangan lunturkan senyummu itu sampai acaranya selesai. Apa kau mengerti?" Gabriel bertanya. "Apa yang akan kau lakukan kalau tiba-tiba aku berteriak menggunakan mikrofon dan mengatakan kepada semua orang bahwa aku hanyalah pengantin bayaranmu?" Untuk sesaat, Gabriel menghentikan langkahnya dan langsung mendelik tajam pada Evelyn. "Mungkin aku akan langsung mencekik lehermu saat itu juga di tengah keramaian ini. Sudah kepalang malu, sekalian saja aku terjun ke dalamnya, bukan? Tapi aku juga bisa melakukan hal lain." "Apa?" Evelyn bertanya dengan kening berkerut. Dan sekali lagi pria itu mendekat ke arahnya tanpa aba-aba kemudian mengecup bibirnya cukup lama. Membuat matanya membelalak. Saat Gabriel menjauhkan diri lagi, dia menyeringai lebar. "Aku hanya perlu membungkam mulutmu itu sebelum Perkataanmu selesai. Semudah itu." Dia mengangkat bahunya dan seruan heboh pun terdengar di sana-sini. "Oh please, get a room, Sir!" Seseorang berteriak dan Gabriel pun tertawa sambil menjauhkan diri. Mulai mendekati tamu undangannya lagi dengan tangannya yang tidak mau terlepas dari pinggang Evelyn. Dua orang itu sebenarnya sama-sama mengidamkan pernikahan yang bahagia. Setidaknya pernah menginginkan hal itu. Tapi bagi mereka berdua sekarang, semuanya sirna sudah. Di mata Gabriel, pernikahan bukan lagi hal yang diimpikan olehnya. Itu hanya akan menjadi ajang balas dendam untuk melukai perempuan paling sialan yang sudah menjatuhkan harga dirinya. Sedangkan di mata Evelyn, bahkan sekarang dirinya tidak lagi berani mendambakan pernikahan impiannya. Karena sudah berada di genggaman pria itu, rasanya mustahil dirinya bisa pergi dengan mudah. Dan mereka berdua sama sekali tidak tahu, bahwa jauh di ujung venue pernikahan tersebut, ada seseorang yang bersembunyi. Memakai topi dengan hoodie berwarna hitam. Menutupi rambut panjangnya yang tergerai indah. Calon pengantin Gabriel yang kabur itu mengepalkan kedua tangannya melihat pernikahan mewah tersebut. Seharusnya dirinya yang berada di sana bersama Gabriel."Cepat buka pintunya!" Gabriel berteriak pada sopir pribadinya yang saat itu sedang menunggu di samping mobil. Pintu mobil bagian belakang langsung dibuka dengan cepat dan Gabriel berjalan ke arahnya dengan langkah lebar. Dia membawa Evelyn masuk terlebih dahulu, baru kemudian dirinya memutari mobil untuk masuk lewat pintu satunya. Dalam langkahnya itu, Gabriel menyempatkan menarik ponselnya keluar dari dalam jas kemudian membuka jasnya sebelum kembali masuk ke dalam mobil. Dia menggunakan jasnya itu untuk dipakaikan kepada Evelyn. Yang hanya diterima oleh Evelyn. "Apa kita perlu pergi ke rumah sakit?" Gabriel bertanya kepada Evelyn saat mobil sudah mulai melaju pergi meninggalkan parkiran utama hotel. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku hanya ingin pulang," katanya masih ketakutan dan Gabriel hanya merapatkan jas miliknya yang terpasang di tubuh Evelyn. "Baiklah, kita akan pulang," kata Gabriel menjanjikan hal itu. Dia langsung mengangkat ponsel untuk menghubungi
"Tunggulah di sini, aku akan pergi sebentar." Gabriel berbisik di samping telinga Evelyn ketika salah seorang kenalan melambaikan tangan padanya memintanya untuk mendekat dan bergabung di mejanya. Sontak saja hal itu membuat Evelyn langsung menatap Gabriel kebingungan. "Tidak bisakah aku ikut denganmu saja?" Dirinya menatap tiga orang yang berada di seberangnya. Menduduki meja yang sama juga dengannya dan Gabriel. "Kenapa? Aku hanya akan menyapa seseorang sebentar. Setelah itu aku akan berpamitan kepada pemilik pesta dan kita bisa pulang ke rumah." "Tapi aku tidak nyaman berada di sini sendirian. Lagi pula aku tidak mengenal siapa pun di pesta ini. Aku hanya tahu dirimu." Ah, benar juga. Pasti rasanya sangat canggung dan tidak nyaman saat berada di satu ruangan dengan penuh orang asing. Hal itu jadi membuat Gabriel ikut bingung. Di satu sisi dirinya merasa kasihan kalau harus meninggalkan Evelyn sendirian di sana, tapi di sisi lain itu adalah hal yang buruk untuk membawa E
Seumur hidupnya Evelyn tidak pernah mendatangi acara-acara seperti itu. Jangankan pergi untuk merayakan acara ulang tahun orang lain, atau semacam acara untuk merayakan anniversary, bahkan dirinya tidak merayakan ulang tahunnya sendiri. Terlalu membuang waktu dan membuang dana. Daripada untuk membeli kue, lebih baik uangnya disimpan untuk keperluan yang lain.Untuknya yang selalu menghargai uang dan berusaha untuk tidak membuangnya terlalu banyak, menurut Evelyn acara itu benar-benar berlebihan dan pasti menghabiskan banyak sekali uang. Itu adalah acara anniversary dari teman Gabriel. Acara itu di langsungkan di sebuah hotel berbintang. Sangat mewah dan elegan. Evelyn hanya tahu bahwa hotel itu biasanya hanya didatangi oleh orang-orang berduit, atau untuk sebuah acara dari mereka yang berasal dari kaum atas.Tapi di sanalah dirinya berada. Menghadiri acara mewah itu sebagai istri dari Gabriel.Evelyn tidak perlu bertanya. Hanya perlu sedikit memperhatikan dan dirinya akan tahu bahwa s
Gabriel 11Malam ketika Gabriel kembali, dia tidak menemukan Evelyn di mana pun di lantai dasar. Matanya langsung melirik ke arah salah satu asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan makan malam. Dia sedang mengisi meja makan."Apa Evelyn sudah kembali?" Gabriel bertanya dan wanita itu langsung bergerak menghampirinya."Maaf, Tuan Muda?" Dia meminta Gabriel untuk mengulang pertanyaannya karena dirinya tidak terlalu mendengar hal itu.Gabriel langsung mengembuskan napas. "Kutanya, apa Evelyn sudah kembali?""Oh, itu." Wanita itu mengganggukan kepalanya. "Ya, Nona sudah kembali. Sore ini. Sekarang dia berada di kamarnya. Perlu saya panggilkan?""Tidak perlu. Aku sendiri yang akan mendatanginya. Apa dia melakukan sesuatu yang aneh setelah kembali?" Gabriel bertanya lagi dengan mata sedikit menyipit. Penasaran.Wanita itu mengerutkan dahinya bingung. Tidak mengerti aneh bagaimana yang dimaksud oleh tuannya itu. "Sepertinya tidak ada." Dia berkata."Setelah kembali, Nona hanya membuat mi
Tidak ada bulan madu. Seluruh staf perusahaan dibuat terkaget-kaget ketika menyadari kehadiran atasan mereka–Gabriel– melewati pintu perusahaan dengan setelan rapinya seperti biasa. Beberapa dari mereka bertanya-tanya kenapa pria itu muncul di sana? Baru hari kemarin dia melangsungkan pernikahannya dan sekarang dia memilih tetap bekerja seperti biasa? Apa kebetulan malam bulan madunya tidak berjalan sempurna? Atau ada sesuatu yang lebih parah. Tapi tentu, tidak ada siapa pun yang berani mengatakan apa-apa kepada Gabriel. Pria itu berjalan dengan langkah santai. Kedua tangannya tenggelam di saku. Dia menuju lift. Ada dua orang perempuan sedang berbicara di depan lift. Menunggu pintu lift terbuka. Mereka sama sekali tidak sadar bahwa ada atasan mereka tepat di belakang mereka. "Bukankah wanita itu terlihat terlalu biasa untuk Pak Harrison?" Salah satunya berbicara dan Gabriel hanya mendengarkan tanpa menyela. "Lihatlah atasan kita. Dia muda, memiliki tubuh yang sangat bagus, rupan
Pagi pertama sebagai pengantin baru. Tidak ada yang terlalu spesial. Baik Gabriel ataupun Evelyn menjalani pagi mereka seperti biasanya. Tidak ada malam panas, tidak ada pelukan hangat, atau ciuman penuh hasrat.Mereka berdua bangun di kamar masing-masing dan langsung mempersiapkan seluruh kesibukan mereka sendiri. Sebelum akhirnya keduanya sama-sama keluar melewati pintu di waktu yang bersamaan. Sungguh suatu kebetulan.Pada jarak yang cukup jauh itu, Evelyn langsung menundukkan kepalanya ketika melihat Gabriel menatapnya dari posisi pria itu. Dirinya kemudian mulai mengambil langkah, begitu juga dengan pria itu.Gabriel yang paling pertama tiba di bagian ujung anak tangga dan dia menunggu sampai Evelyn menghampirinya."Bagaimana tidurmu malam ini, Nona?" Pria itu bertanya. Sedikit menggoda Evelyn.Hal itu langsung membuat Evelyn menundukkan kepalanya. "Ah, cukup nyenyak." Dirinya menjawabnya jujur."Ya, tentu saja. Karena kamar di rumahmu tidak sebesar kamar di rumahku, 'kan? Kasurn