"Satu tahun. Pernikahan ini hanya berjalan sampai satu tahun saja. Dan sampai saat itu, kau tidak boleh menyentuhku."
Arletta begitu yakin saat berkata demikian. Karena menurutnya, mungkin dengan begitu dia juga bisa membantu mengurus bayi itu tanpa harus melakukan kewajibannya sebagai istri Davian. Dia masih belum siap kalau seperti itu.
Terlebih, dalam waktu satu tahun, mungkin Arletta bisa meninggalkan bayi ini nantinya. Sedikitnya, selama satu tahun itu Arletta mungkin akan membuat Davian lebih menyayangi bayinya sendiri. Karena dengan begitu, Arletta jadi bisa meninggalkan bayi perempuan itu nantinya dengan cukup tenang.
"Baiklah. Lagipula, aku juga tidak tertarik padamu. Aku benar-benar tidak akan pernah menyentuhmu!" Tegas Davian tanpa ragu sama sekali.
Ya, pria itu menyetujuinya. Dia sama sekali tidak keberatan dengan persyaratan yang diberikan oleh Arletta. Baginya, itu bukanlah hal yang sulit. Sebab dia memang tidak tertarik pada Arletta sama sekali. Gadis muda itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan Tiara, wanita yang dia cintai.
"Selain itu, aku juga ingin alasan pernikahan ini hanya kita yang mengetahuinya. Katakan pada orangtuaku, kalau kau menikahiku karena memang benar-benar ingin menikah denganku, bukan karena kau memaksaku," ucap Arletta sekali lagi.
Dia mengkhawatirkan kedua orangtuanya. Entah apa yang akan dilakukan mereka seandainya tahu kalau anak gadisnya ini justru malah menikah dengan pria yang baru hari ini ditemuinya.
"Tentu. Itu bukanlah hal yang sulit," ucap Davian dengan persetujuannya lagi.
Dia benar-benar tidak perduli lagi dengan apa pun syarat yang diajukan oleh Arletta. Karena alasannya untuk menikahi gadis itu adalah demi membuat ibunya sendiri tidak menyalahkannya jika pernikahan itu dibatalkan, apalagi menyalahkan Tiara yang sudah meninggal. Dia juga menikahi Arletta karena merasa jika gadis itu, adalah pilihan yang tepat untuk merawat bayinya.
***
Pernikahan itu hanya tinggal terhitung beberapa hari lagi. Kecemasan Arletta semakin dia rasakan. Belum lagi, dengan Arletta yang harus sibuk mengurus ini dan itu sembari menjaga bayi milik Davian. Membuatnya harus mengajukan libur ke kampusnya. Karena sangat tidak mungkin Arletta meneruskan kuliahnya saat dia memiliki kesibukan seperti ini.
"Ikut aku untuk melakukan fitting baju. Kau tidak mungkin memakai gaun milik Tiara," ucap Davian yang sudah tiba-tiba menghampiri Arletta yang sedang menggendong bayi perempuan itu di kamarnya.
Lebih tepatnya mungkin kamar yang beberapa waktu ini dia tempati di rumah Davian.
"Lalu, bagaimana dengan bayinya?" tanya Arletta terlihat kebingungan.
"Tinggalkan saja dia dulu di sini. Dia sedang tidur bukan? Lagipula kita tidak akan pergi lama," ucap Davian seolah tanpa beban sedikit pun saat mengatakannya.
Dan jelas hal itu membuat Arletta menatap pria itu tak percaya. Bisa-bisanya Davian memiliki pemikiran seperti itu.
"Tuan Davian, bagaimana mungkin kau membiarkan bayimu sendiri ditinggalkan di rumah sendiri?!" Protes Arletta pada pria itu di sana.
Mendengar hal itu, Davian nampak menghela nafasnya panjang. "Lalu bagaimana? Kau mau membawanya pergi bersama? Begitu?" tanyanya dengan raut wajah yang benar-benar begitu dingin.
Arletta jelas tidak mungkin menyetujuinya. Dia juga ragu untuk membawa bayi itu keluar. Apalagi untuk membawanya saat dia melajukan fitting gaun pengantin. Arletta tidak tega kalau harus membawa bayi itu menunggu lama di tempat itu.
"Boleh aku meminta temanku untuk datang kemari?" tanya Arletta dengan sedikit ragu.
Lantas, itu membuat Davian mengernyitkan keningnya menatap Arletta di sana. "Untuk apa? Bukankah kau tidak ingin orang lain tahu alasan kita menikah?"
Arletta menganggukkan kepalanya. "Iya, memang. Tapi, dia yang paling aku percaya," jawabnya.
Sekali lagi Davian terlihat mengernyitkan keningnya menatap Arletta di sana. "Lalu? Kau mau menyuruhnya datang kemari untuk menjaga bayi ini?"
"Tidak. Bukan begitu. Dia tidak pandai menjaga bayi," jawab Arletta dengan gelengan cepat di kepalanya.
"Lalu apa? Kenapa kau mau meminta temanmu itu datang kemari?!" Kesal Davian akan Arletta.
Dengan ragu pada akhirnya Arletta menjawab pertanyaan Davian. "Tuan Davian yang menjaga bayimu di sini. Biar aku dan temanku yang datang ke butik untuk fitting bajunya. Bukankah kita ke sana hanya untuk memilih gaunku saja? Aku yakin kalau pakaian Tuan Davian sudah dipilih sebelumnya," ucap Arletta dengan keraguannya.
Arletta memang benar, Davian sudah memiliki pakaian sendiri untuk pernikahannya. Tapi, menjaga bayinya? Gila saja, Davian bahkan nyaris tak pernah menjaga bayi itu selama beberapa hari ini!
"Tidak. Bawa bayi itu juga bersama kita. Tidak ada penolakan!" Tegas Davian pada akhirnya.
Davian benar-benar sudah tidak perduli apa pun lagi. Daripada dia yang diam di rumah dsn menjaga bayi itu, dia lebih memilih untuk membawanya bersama. Setidaknya, Arletta yang juga akan menjaga bayinya. Itu lebih baik bagi Davian.
Pria itu bahkan tidak membiarkan Arletta berkata apa pun lagi. Saat dia lebih memilih melangkahkan kakinya terlebih dahulu untuk pergi dari sana.
Sepuluh menit Davian menunggu di dalam mobilnya, dia belum juga mendapati Arletta keluar dari rumahnya. Namun, saat Davian hendak menyusul gadis itu, dia justru telah mendapati Arletta tepat di depan pintu rumahnya. Bersama dengan bayi yang ada di dalam gendongannya dan satu tas yang dia bawa dengan kesulitan di tangan kanannya.
"Sial!" Keluh Davian kemudian saat melihat hal itu.
Mau tidak mau Davian juga mendekat pada gadis itu. Tanpa banyak bicara, Davian sudah meraih tas yang ada di tangan Arletta dengan cepat dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Masuklah," perintah Davian yang sudah membukakan pintu mobilnya untuk Arletta.
Arletta lantas sedikit menyunggingkan senyumnya. Ternyata, meskipun menyebalkan, ada sisi lain dalam diri Davian yang terlihat perduli.
"Terima kasih," ucap Arletta kemudian.
Lantas, beberapa saat kemudian keduanya sudah berada di dalam mobil yang sama. Dengan Davian yang sudah duduk berdampingan dengan Arletta. Sementara Jerry yang melajukan mobil tersebut.
"Apa saja yang kau bawa hingga merepotkan diri sendiri seperti itu?" tanya Davian saat dia penasaran akan isi tas yang dibawa Arletta.
"Aku membawa beberapa keperluan bayi ini saja. Seperti susu, pakaian dan— Ah, benar. Apa Tuan Davian belum memberinya nama?" tanya Arletta saat dia menyadari hingga saat ini hanya memanggil bayi tersebut dengan 'bayi ini'.
Davian terdiam. Karena jawabannya jelas 'belum'. Dia sama sekali tidak pernah memikirkan nama dari bayi itu. Dia dan Tiara dulu berniat memberikan nama saat bayi itu lahir saja. Siapa sangka, kalau Tiara justru malah meninggalkannya. Membuat Davian cukup enggan melihat bayinya sebab akan mengingatkannya pada Tiara dan membuatnya bersedih.
"Ah, belum, ya?" Tebak Arletta kemudian.
Lantas Arletta telah menatap bayi dalam gendongannya yang sedang terpejam dengan begitu polosnya. Senyumnya terlukis. "Boleh aku menyarankan nama untuknya?"
"Apa?"
"Sena."
"Sena?"
"Ya. Artinya bulan atau kilauan cahaya. Saat melihatnya tertidur seperti ini, mengingatkan aku pada hal itu," ucap Arletta sekali lagi dengan senyumannya yang terlihat begitu tulus.
"Baiklah. Kita gunakan nama itu. Sena Amara Navileon," ucap Davian tanpa menoleh sedikit pun.
"Amara?" tanya Arletta penasaran saat nama itu ikut disebutkan.
"Cantik abadi."
"Silahkan Tuan Davian Navileon dan Nona Arletta Divkara. Kalian sudah sah menjadi suami istri. Sekarang, kalian diperbolehkan untuk saling mencium satu dama lain." Jantung Arletta berdebar saat itu juga. Mencium? Yang benar saja. Dia berniat melakukan pernikahan ini tanpa sentuhan, tapi dia sudah diharuskan untuk mencium pria di hadapannya? Arletta mengernyit saat Davian mendekatkan wajahnya pada Arletta. Sebelum akhirnya pria itu berbisik tepat di telinganya. "Hanya formalitas. Hanya ciuman singkat saja. Jangan membuat orang-orang termasuk keluargamu curiga kalau kamu hanya pengantin pengganti." Mau tidak mau, Arletta pun melakukan semua yang di perintahkan. Karena yang dikatakan oleh Davian juga memang benar adanya. Sampai pada akhirnya, pria itu kini sudah mengecup bibir Arletta. Ciuman singkat yang menjadi ciuman pertama mereka berdua setelah sah menjadi pasangan suami istri. Ya, benar-benar hanya ciuman yang singkat. *** Memakai gaun putih yang begitu cantik dengan riasan ya
Terkadang, Arletta sama sekali tidak paham kenapa Davian bisa bersikap dingin dan perhatian secara bersamaan. Dan semua itu nyaris membuat Arletta terpesona dibuatnya. Meskipun dengan cepat dia juga berusaha menepisnya. Tidak mungkin dia malah terpesona pada seorang pria yang bahkan memiliki nama wanita lain di dalam hatinya dan bahkan melibatkan Arletta ke dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkan ini.Arletta juga harus cepat menyadarkan dirinya sendiri. Kalau dia tidak lebih dari seorang pengantin dan juga ibu pengganti. Dia bukanlah seorang gadis yang dipilih untuk benar-benar bisa merasakan rumah tangga yang bahagia."Apa Sena sudah tidur?" tanya Davian saat dia baru saja melihat Arletta keluar dari kamar miliknya di sana.Arletta menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Davian. "Iya, dia sudah tidur di kamar aku," jawabnya. "Apa acaranya sudah selesai?" tanya Arletta pada akhirnya. Dia bertanya karena memang penasaran.Sebab, sebelumnya Davian mengatakan akan meyele
Arletta segera menghindari selatan saat mereka mulai membahas tentang 'keseksian' di sana. Daripada merespon pertanyaan Davian soal melepaskan gaun tersebut, Arletta kini lebih memilih untuk melangkahkan kakinya menjauh dati pria itu. Gadis itu lebih memilih untuk memasuki kamar mandi yang ada di sana. Berniat untuk mandi dan berganti pakaian.Setidaknya, sampai Arletta menyadari sesuatu. Tentang dia yang bahkan tidak bisa meraih resleting gaunnya di belakang sana dengan tangannya sendiri. Membuat Arletta yang berkali-kali mencoba meraihnya pun hanya mendapat kelelahannya saja. Hingga akhirnya dia terduduk di toilet yang tertutup dengan helaan nafas panjang yang telah dia lakukan."Tidak! Tidak mungkin aku minta bantuan dari pria itu!" tegas Arletta pada dirinya sendiri.Saat dia sempat berpikir jika dia harus meminta bantuan pada Selatan di luar sana. Rasanya yang ada pria itu akan menggodanya lagi dengan ucapan-ucapan yang sebelumnya pria itu katakan. Arletta juga tidak mau kalau ak
Pikiran Arletta mendadak kosong saat bibir Davian terus saja bergerak memberikan pagutan yang semakin dalam. Bibir pria itu terus saja menyesap bibir Arletta seolah tak puas jika hanya menyesapnya sebentar saja. Menjadikan bibir milik Arletta sebagai permen manis yang akan selalu disesapnya.Ciuman itu berubah menjadi lebih menuntut. Bahkan, tangan Davian telah merengkuh pinggang gadis itu dengan cukup erat, membuat jarak di antara mereka semakin tipis lagi. Membuat Arletta memejamkan matanya dengan rapat. Bersamaan dengan tangannya yang sudah dia letakan pada bahu Davian. Menahan pria itu untuk bergerak lebih dekat lagi padanya.Sampai pada akhirnya, Davian melepas tautan mereka berdua. Di mana dia juga sudah menatap Arletta yang mulai membuka matanya dengan gugup."T–tuan Davian," ucap Arletta dengan suara yang terdengar lirih dan gugup secara bersamaan. Dia bahkan menelan ludahnya sendiri di sana dengan susah payah."Maaf," ucap Davian beberapa detik kemudian.Ya, pria itu sadar ak
"Bagaimana kalau kita tetap tidur bersama? Dan bagaimana kalau memintamu juga melayaniku? Benar-benar sebagai istri yang harus melayani suaminya. Menjalankan peranmu sebagai Istri pengganti yang semestinya," ucap Davian tanpa ragu sama sekali. "Kau mau melakukannya, Arletta?"Duduk saling berhadapan dengan Davian, Arletta hanya mampu menundukkan kepalanya. Menghindari sorot mata Davian di sana.Bukannya fokus pada makanan yang sudah disiapkan di atas meja di antara mereka berdua, Davian dan Arletta malah saling terdiam dengan Davian yang menatap Arletta dengan lekat. Tanpa berniat untuk menikmati makanannya sebelum wanita itu juga menjawab pertanyaannya yang telah dia berikan padanya beberapa waktu lalu. Sebelum dia selesai mandi tadi dan kembali duduk berdua dengan Arletta.Sementara Sena sendiri sudah kembali ditidurkan di kamarnya."Bagaimana? Apa jawabanmu?" tanya Davian pada akhirnya.Pertanyaan itu kembali membuat Arletta semakin gugup. Bahkan kedua tangannya sudah saling bertau
Davian sudah segera beranjak dari posisinya saat gadis di bawah kungkungannya sudah mengingatkan dirinya akan Sena yang memang berada di samping mereka.Mungkin memang bayi itu tidak mengetahui apa pun. Akan tetapi, Davian juga tidak mungkin segila itu untuk melakukan acara bercintanya dengan Arletta dengan bayi itu di sisinya. Terlebih saat Davian mulai berpikir, haruskah dia benar-benar melakukan ini? Saat Tiara belum lama ini meninggalkannya.Apa Davian terlalu kejam kalau melakukannya?"Ehmm," ujar Davian yang kemudian berdeham setelah melihat Arletta juga telah kembali terduduk dan menghindari sorot matanya.Sementara gadis itu juga telah kembali memfokuskan pandangannya pada Sena. Bayi yang kini menatapnya dalam diam dan tangan yang bergerak-gerak.Meskipun isi kepala Arletta kini telah melalang buana. Dia membayangkan bagaimana jadinya kalau dia memang benar-benar melakukannya dengan Davian. Akankah dia memang akan mengakhiri kegadisannya? Apakah pada akhirnya Arletta harus men
"Haruskah kita melakukannya sekarang? Aku membutuhkanmu, Arletta. Aku ingin kau memuaskan aku," bisik Davian tepat pada telinga gadis itu.Sebuah bisikan yang mampu membuat Arletta mengeratkan rematan tangannya pada pakaian yang saat ini dia kenakan.Hingga entah bagaimana, pada akhirnya bibir pria itu sudah berhasil mendarat tepat pada bibir Arletta. Untuk kali kedua, pria itu kembali menikmati bibir yang membuatnya merasa mabuk. Melupakan sejenak kepenatan yang saat ini dia rasakan atau bahkan kembali mengenang Tiara yang begitu dia rindukan.Dia tahu Arletta berbeda dengan Tiara. Baik itu dari segi fisik atau pun sikap, bahkan keahlian mereka berbeda dalam berciuman.Jelas Tiara lebih unggul. Wanita itu selalu mampu mengimbangi ciumannya yang diberikan oleh Davian. Sangat berbeda dengan Arletta yang masih terasa kaku. Membuat Selanjutnya lebin mendominasi pagutan tersebut.Meski begitu, Davian tak masalah. Dia yang bisa memimpin. Akan lebih baik juga jika dia bisa membuat Arletta m
Pagi kembali menyapa, dan Arletta sama sekali tidak tahu kalau keluarga Davian masih berada di rumah itu. Mereka menginap, dan Arletta sekarang baru saja melangkahkan kakinya keluar setelah dibangunkan oleh Davian saat jam sudah menunjukan pukul delapan pagi.Davian membangunkan Arletta untuk mengajaknya sarapan bersama. Dan begitu Arletta melangkahkan kakinya menuju dapur, dia sudah mendapatkan beberapa tatapan yang tajam. Tatapan yang diberikan seolah tengah menghakimi Arletta.Totalnya ada sepuluh orang di sana. Termasuk Davian dan juga Dayanti. Serta enam orang di sana yang telah memberikan tatapan tak ramah pada Arletta. Menatap Arletta yang seolah telah melakukan kesalahan besar karena baru saja bangun terlambat di antara yang lainnya. Padahal, Davian sendiri yang membuat Arletta kelelahan semalam sampai tak sadar tertidur selama itu katena tubuhnya benar-benar terasa lemas.Bahkan, Arletta saja masih merasakan ngilu di bawah sana sampai saat ini."Selamat pagi. Maaf aku terlamb